Gelitik Telinga

gelitik-gelitikKita semua pernah melihat hal ini terjadi, dan mungkin beberapa dari kita pernah melakukannya. Kejadiannya seperti ini: Saya memiliki dilema rohani, dimana kemungkinan besar saya sendiri yang membuatnya terjadi. Mungkin saya tidak dapat melupakan amarah saya terhadap seseorang, atau mungkin saya begitu ingin meninggalkan pasangan saya. Mungkin saya hanya ingin menghindar untuk menolong seseorang yang membutuhkan saya. Apapun keadaan mendesak saya, saya katakan pada diri saya bahwa keadaan saya begitu rumit dan unik dan kebanyakan orang tidak akan dapat memahaminya.    

Kemudian saya mencari nasihat, sebab itulah yang seharusnya dilakukan orang Kristen yang baik saat mereka berada dalam masalah. “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada” (Amsal 11:14). Hanya saja dalam kasus saya, saya membutuhkan banyak penasihat bukan supaya saya bisa mendapatkan hikmat mereka, melainkan karena saya sedang mencari orang yang akan memberitahu saya apa yang saya ingin dengar.    

Mungkin orang pertama yang saya temui mengatakan kepada saya, misalnya, bahwa saya perlu menghilangkan amarah saya atau nafsu saya dan tunduk pada kehendak Tuhan bagi hidup saya. Sudah jelas bahwa ia tidak memahami keadaan khusus saya. Karena itu saya menemui penasehat yang lain. Bila ia mengatakan hal yang sama, saya mencari yang lain lagi, dan seterusnya. Saya terus mencari sampai saya mendapatkan penatua atau pendeta atau psikolog yang akhirnya memahami saya untuk keadaan spesial saya. Mungkin orang ini memberikan saya kata-kata yang menenangkan hati dan tidak menanyakan pertanyaan yang sulit tentang bagian-bagian kisah yang saya tidak ceritakan. Penasehat ini cukup mengerti tentang perasaan saya sehingga ia tidak memberikan saya ayat Alkitab seperti “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3:5), atau “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN” (Amsal 9:10).    

Namun saya berpikir bukan ini yang Tuhan maksudkan ketika Ia menyatakan manfaat dari “penasihat yang banyak”. Namun saya pernah melakukannya, dan saya melihat orang lain melakukannya. Kita lompat dari satu penasihat ke penasihat lain – mungkin bahkan gereja ke gereja – sebab kita berusaha menemukan seseorang yang mau mendengarkan tanpa mengkritik kisah satu sisi kita dan mengatakan kepada kita apa yang kita ingin dengar: Ini bukan salahmu.    

Seharusnya menjadi tanda peringatan ketika kita menuntut Tuhan untuk ada di pihak kita dan bukan meminta-Nya untuk menunjukkan kepada kita bagaimana caranya untuk berada di pihak-Nya.    

Setidaknya dalam kasus saya, saat dimana saya begitu ingin mendengar bahwa ini bukan salah saya adalah saat dimana hati nurani saya mengatakan yang sebaliknya. Tentu saja itu bukan berarti masalah selalu menjadi kesalahan kita, atau bahwa adalah hal yang salah untuk mencari belas kasihan orang lain. Namun sikap hati seperti ini, tindakan untuk berbelanja hikmat yang menyenangkan hati kita – sekalipun bila hal itu tidak menuntun pada penipuan diri kita sendiri, namun sudah pasti hal itu tidak akan menuntun kita kepada Tuhan. Kita mendekat kepada Tuhan hanya bila kita bertindak seturut persyaratan-Nya, bukan persyaratan kita.    

Misionaris abad ke 19 George Mü'ller menjelaskan tentang doa-doanya, “Saya membuat hati saya sampai ke suatu titik dimana hati saya tidak memiliki kehendak sendiri dalam hal apapun.” George membangun sekolah dan panti asuhan yang menopang puluhan ribu anak, dan ia memberikan pujian kepada Tuhan untuk semuanya ini. Ia dikenal karena konsistensi dan iman dari kehidupan doanya.    

Saat kisahnya berlanjut, panti asuhan yang ia kelola kehabisan makanan. Karena itu ia mendudukkan semua anak di meja makan dan menaikkan doa ucapan syukur untuk makanan yang ia percaya Tuhan akan sediakan. Saat doanya selesai, ada yang mengetuk pintu. Pembuat roti lokal tergerak untuk datang dan memberikan rotinya. Hampir bersamaan, sebuah kereta penjual susu mogok di depan gedung mereka, dan karenanya ia menawarkan susunya kepada mereka. Anak-anak menerima sarapan, seperti yang telah diyakini George.    

Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). George Mü'ller meyakini dan menerapkan ayat ini. Bukan karena ia berdoa lebih baik dan karenanya menerima lebih banyak dari yang ia inginkan dari Tuhan. George tidak memiliki doa yang lebih layak; ia hanya memiliki hati yang lebih tunduk. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu”, kata Tuhan Yesus Kristus (Matius 7:7), namun Ia juga berkata kepada Bapa-Nya, “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Keduanya tidak dapat terpisahkan – doa kita terjawab saat hati kita selaras dengan hati Tuhan.      

Bandingkan kondisi kekuatan rohani ini dengan hati dari orang yang “berbelanja” penasihat. Orang ini tidak mencari kehendak Tuhan; sebaliknya alasan sesungguhnya ia melompat dari satu penasihat ke penasihat lainnya adalah karena hatinya telah tertuju pada apa yang ia mau. Namun hati orang tersebut tetap tidak tenang – dan hati nuraninya pun tidak tegas – karenanya ia membutuhkan penegasan. Ia tidak berusaha untuk melaraskan hatinya dengan kehendak Tuhan; melainkan ia ingin seseorang memberitahunya bahwa Tuhan berada di pihaknya.      

Seharusnya ini menjadi tanda peringatan ketika, di dalam hati kita, kita menuntut agar Tuhan ada di pihak kita dan bukannya meminta Dia untuk menunjukkan kita bagaimana caranya berada di pihak-Nya. Seringkali kita tahu, jauh di dalam hati kita, saat kita melakukannya, namun godaannya begitu kuat untuk menemukan telinga yang bersimpati, ayat Alkitab yang mendukung sudut pandang kita, atau buku Kristiani yang nampaknya setuju dengan kita.    

Jadi, ketika hati kita tidak tenteram, mungkin kita seharusnya mengikuti jejak George Mü'ller. Mari kita mulai berdoa agar Tuhan memberikan kita kekuatan untuk menerima kehendak-Nya, apapun yang terjadi.                     

-Tony Woodlief