Gembala Anak Yatim

Oleh John Vanden Oever

Gembala Anak YatimTimoteo Turigi menatap dari balik mimbar daruratnya, sebuah meja logam dari sekolah di desa itu, pada keempat baris bangku setia di gerejanya. Ia kembali mengatakan kepada mereka bahwa dulunya ia adalah seorang anak yatim, namun sekarang ia adalah anak Tuhan.

Turigi hanyalah seorang bayi ketika salah satu tetua desa menurunkannya ke tanah, untuk menguburnya hidup-hidup di samping jasad ayahnya. Bagi suku nomaden seperti suku Aché di Paraguay, seorang anak tanpa orangtua dianggap sebagai suatu tanggung jawab besar, barang tak berdaya yang harus dipindah-pindah dan diberi makan. Turigi selamat hanya karena neneknya menggapai ke tanah dan menyelamatkannya.

Kemudian di tahun 1976, seorang misionaris datang untuk mencari suku Aché, menarik mereka dari gelapnya hutan ke dalam terang kasih Allah. Mendengarkannya memberitakan Injil, masyarakat ini mulai berubah dimana satu generasi, dan kemudian generasi lainnya, datang kepada iman yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus.

Saat ini Turigi yang berusia 50 tahun, adalah pendeta di desanya, Puerto Barra.Deretan bangku di hadapannya adalah komunitas yang setia yang terdiri dari keluarga-keluarga muda, teman-teman Turigi, dan orang-orang yang dahulu setia padanya saat kubur ayahnya dipenuhi dengan tanah.

Seperti pendeta lainnya, ia berkeluh tentang anggota jemaatnya yang absen – mereka yang telah hidup menyimpang dari jalan kebenaran. Namun disini, di hadapan dia, adalah para jemaat yang setia, yang secara aktif berinvestasi untuk masa depan. Mereka membina anak-anak di suku tersebut, memimpin studi Alkitab, dan telah menterjemahkan Alkitab serta khotbah-khotbah Dr. Stanley ke dalam bahasa Aché.

Hasilnya adalah Messenger bahasa Aché-Spanyol, dimana Turigi dan jemaat gerejanya memakainya untuk melayani generasi yang lebih tua serta suku lainnya di wilayah itu. Sekalipun dulu iman Kristiani telah menjadikan mereka sebagai obyek ejekan, sekarang suku AchéPuerto Barra menerima kabar baik yang mereka bawa. Namun pekerjaan di desa mereka masih jauh dari selesai.

Pada hari di musim semi yang hangat, seorang guru dari sekolah lokal dibaptis. Hampir semua penduduk di desa Turigi berbaris di pinggir sungai, dan ada banyak pengunjung juga disana. Ini adalah suatu perayaan dari kesaksian dan pujian yang berlangsung selama dua jam. Ketika tiba saat bagi dirinya untuk berbicara, Turigi melihat pada jemaatnya dan memanggil mereka ke air. Ia mengetahui bahwa ada kehilangan yang lebih besar daripada menjadi seorang yatim saat masih kanak-kanak, yaitu melewatkan udangan Kristus untuk datang dan mewarisi kerajaan Bapa surgawi.