Generasi Yang Taat

(John VandenOever)

Di Paraguay bagian timur, In Touch Messenger sedang membantu orang-orang percaya Aché untuk melakukan terobosan Injil di antara suku mereka sendiri – satu desa setiap waktu.

Generasi yg TaatDi luar dinding rumah papan yang kasar dan tidak dicat, Lorenzo Krachogi, 88, duduk di sebuah kursi plastik berwarna hijau. Anak-anak berlarian dengan sandal jepit dan tongkat pemukul bola yang kusam, membuat debu berderak-derak dan beterbangan. Lorenzo memandang kosong ke arah mereka. Ia sedang mendengarkan Alkitab dengan In Touch Messenger (alat yang berisi rekaman Alkitab dalam bahasa aslinya).

Seperti orang-orang lainnya yang tinggal di Puerto Barra—desa kecil di sepanjang sungai Ñacunday di tenggara Paraguay—Lorenzo adalah bagian dari suku Aché. Meski mereka hidup dalam enam komunitas yang tersebar di sekitar 340 mil, suku Aché hanya kurang dari dua persen dari bangsa yang memiliki 113.000 suku asli itu.

Setahun yang lalu Lorenzo masih mengandalkan orang lain untuk membacakannya Alkitab. Ia seperti halnya orang-orang tua lainnya di desa itu – tidak bisa membaca karena suku mereka sebelumnya tidak memiliki bahasa tulisan. Tetapi dengan Messenger itu, ia kini dapat mengakses sendiri setiap bab dan ayat Perjanjian Baru dalam bahasa sukunya. Ini merupakan salah satu dari banyak cara Allah memberkati komunitasnya.

Tetapi orang Puerto Barra tidak terlalu maju. Hasil panen mereka tidak sebanding dengan kedelai dan tebu yang dihasilkan daerah-daerah pertanian yang kaya di sekitar mereka. Hidup terisolasi juga menjadi makin sulit karena kehidupan di luar desa itu bergulir makin cepat. Tetapi mereka sudah meletakkan masa depan mereka pada sesuatu yang lebih besar. Mereka ingin memuliakan Yesus dan membuat-Nya dikenal, dan mereka menggunakan Messenger untuk melakukannya.

Ketakutan di Hutan Rimba

Dari generasi ke generasi, suku Aché berkuasa atas hutan-hutan, tempat berburu yang kaya dengan armadilo, kera dan tapir. Tetapi kehidupan mereka mulai berubah pada pertengahan abad 20 ketika para pengusaha peternakan dan pertanian menerobos masuk ke hutan rimba mereka dan menimbulkan kerusakan hutan yang meluas. Ketika para perampas itu mulai membunuhi pria-pria mereka dan memperbudak wanita-wanita mereka, suku Aché hampir punah.

Mereka makin menarik diri ke dalam hutan, dengan senjata selalu di tangan, tetapi akhirnya mereka dikalahkan. Banyak orang Aché yang ditawan. Ketika Lorenzo ditawan pada awal tahun 1970-an, orang-orang yang menangkapnya menjadikannya sebagai budak, dengan maksud akan dijual di pasar gelap. Dan tak berapa lama, mereka menemukan pembeli. Tetapi majikan baru Lorenzo adalah orang yang tak pernah ia bayangkan sama sekali – seorang misionaris Amerika Utara yang sudah berusaha selama 10 tahun untuk bisa berhubungan dengan suku Aché. Rudolpho Fostervold membebaskan Lorenzo pada hari itu dan mengikutinya ke dalam hutan untuk akhirnya bertemu dengan orang-orang yang sudah lama sekali menghindar dari Rudolpho.

Meskipun nenek moyang mereka menganut kepercayaan animisme, orang Aché di Puerto Barra sudah menjadi Kristen selama 40 tahun. Di sini wanita dapat mengikuti Pendalaman Alkitab di luar rumah, dan anak-anaknya belajar melalui teladan.

Sekarang, ungkapan ironisnya bukanlah orang terhilang: Jika Lorenzo tidak dijadikan budak, suku ini mungkin semuanya sudah punah. Ia dan penduduk Puerto Barra lainnya hidup dengan penuh syukur selama tahun-tahun Rudolpho berinvestasi menumbuhkan iman mereka. Ia meninggalkan hadiah-hadiah kecil untuk menarik mereka keluar dari hutan dan kemudian mengajar mereka cara bercocok tanam dan menuai. Pada tahun 1976 hanya tinggal 29 orang yang ada di komunitas Lorenzo ketika akhirnya mereka memutuskan untuk keluar dari bayang-bayang ketakutan dan mendirikan desa itu. Ketika Rudolpho sudah bisa berkomunikasi dengan komunitas itu, ia membawa mereka kepada Kristus dan mengajar berdoa kepada mereka semua.

Membuat Messenger untuk suku Aché

Ini adalah realisasi dari harapan terbesar misionaris. Kelompok suku Aché tertentu sudah mantap menjadi orang Kristen, namun tidak ada Alkitab atau materi-materi pemuridan dalam bahasa mereka. Generasi setelah Lorenzo belajar bahasa Spanyol. Mereka mengajarkan nilai-nilai alkitabiah dan mendidik anak-anak mereka dengan menggunakan kurikulum berbahasa Spanyol. Tetapi generasi pertama tidak memiliki hal-hal seperti itu. Mereka menginginkan Alkitab dalam bahasa Aché—baik untuk orang yang tua-tua maupun untuk melestarikan bahasa mereka.

Pada tahun 1991, keenam komunitas berkumpul bersama untuk membuat bahasa tulisan suku Aché, mengawali suatu usaha yang berlangsung selama satu dekade. Dari situ, komunitas Puerto Barra akan melanjutkan dengan mengusahakan Alkitab. Putra Lorenzo, Lorenzo Junior, memimpin upaya penerjemahan itu dengan memakai berbagai terjemahan dalam bahasa Spanyol untuk mengadakan Perjanjian Baru dalam bahasa Aché.

Pada tahun 2012, In Touch Ministries sedang mencari peluang-peluang untuk menjangkau suku-suku asli di Amerika Selatan, dan bekerja sama dengan para misionaris jangka panjang dan lembaga-lembaga setempat untuk mencari tahu cara memulainya. Melalui proses kerja sama dan pencarian itu, tim In Touch akhirnya mengetahui usaha yang sedang dilakukan di Puerto Barra dan ingin bergabung dalam usaha-usaha yang membuat mereka berakar pada Firman Tuhan. Mereka juga terinspirasi dengan tujuan para tetua desa itu untuk menjangkau orang-orang Aché lainnya yang belum mengenal Kristus. Mereka tahu Messenger adalah sarana yang mereka butuhkan untuk melakukan misi mereka.

Pada waktu yang bersamaan, sebuah pelayanan di Bolivia mulai memproduksi Alkitab suara, sementara Lorenzo Jr., 38, bermaksud menerjemahkan 65 khotbah Dr. Stanley—yang termasuk serial “Prinsip-prinsip Hidup”— dari bahasa Spanyol ke bahasa Aché. Yang bergabung dengan Lorenzo Jr. dalam proyek itu adalah Ramon Wachugi, 34, seorang guru sekolah di Puerto Barra, yang ingin masuk ke seminari di Santa Rita.

Kedua pria itu menuju barat untuk bekerja sama dengan Xavier Bohórquez Sánchez, ahli audio di ibukota Asunción. “Mereka bekerja sepanjang hari (pertama),” kenang Xavier, “dan tidak menyelesaikan (menerjemahkan) satu naskah pun. Jika kita bekerja dengan kecepatan seperti itu, proyek itu tidak akan selesai dalam waktu dua tahun.” Lalu mereka mendapat ide: Yang seorang membaca naskah dalam bahasa Spanyol, yang seorang lagi menerjemahkannya melalui mikrofon studio. Tetapi siapa yang akan menjadi suara Dr. Stanley?

Semua orang di Puerto Barra berharap itu Lorenzo Jr., tetapi pengalaman Xavier sebagai produser berkata lain. Karena intonasi suaranya yang seperti pendeta, Ramon terpilih untuk merekam pesan-pesan itu –sebuah tanggung jawab yang membuatnya rendah hati dan dikuasai rasa takut yang tidak sedikit dalam memenuhi tuntutan pekerjaan itu.

Dan proses itu bukan tanpa rintangan. Karena jauh dari rumah, Lorenzo Jr. dan Ramon harus bergumul dengan rasa rindu pada kampung halaman, stres, penyakit fisik dan tumpukan naskah yang tampaknya tak ada habisnya. Namun, meski dengan semua tantangan itu, rekaman selesai dalam waktu kurang dari tiga minggu – sebuah prestasi yang mereka percaya semuanya hanya karena kasih karunia Tuhan. Melalui proses itu, roh persekutuan yang manis tumbuh di antara mereka. Mereka berkata bahwa selama minggu-minggu itu, kehadiran Allah terasa sangat nyata. Mereka sering berhenti sejenak dari sesi-sesi rekaman mereka untuk bertobat dan berdoa bersama.

Xavier kemudian mengaku bahwa ia sebenarnya hampir saja membatalkan proyek itu.”Saya menyadari itu adalah tugas yang mustahil.” Tetapi yang dilakukan Ramon dalam waktu yang begitu singkat  “bahkan tidak dapat dilakukan oleh seorang profesional. Hanya Allah yang dapat memberinya kemampuan untuk melakukan hal itu.”

Membangun Masa Depan

Orang-orang percaya di Puerto Barra mengemban sebuah misi, dan ada banyak hal yang perlu dikerjakan. Mereka mungkin tidak berlebih dalam hal uang atau tanah, tetapi dari keenam komunitas, mereka yang paling berhasil. Desa-desa lainnya ingin tahu apa yang membuat mereka berbeda. Sekarang, dengan kasih luar biasa yang sudah Allah nyatakan kepada mereka, orang-orang Puerto Barra sedang pergi ke tetangga-tetangga mereka. Mereka rindu sekali membagikan Kisah Anak Manusia yang sudah datang untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Pada bulan Mei 2015, dus-dus pertama yang berisi Messenger dalam bahasa Ache tiba di Puerto Barra dari Atlanta, Georgia. Ramon merasa cemas bahwa terjemahannya yang kasar dari  bahasa Spanyol ke bahasa Aché tidak dapat dimengerti oleh orang tua-tua di desa itu. Tetapi ketika suaranya mulai diperdengarkan dari pengeras suara yang memakai tenaga matahari, ia melihat wajah-wajah mereka memancarkan pengertian.

“Kami menghadapi banyak tantangan dari musuh,” kata Lorenzo Jr. Namun setiap pagi, mereka mendengar perkataan-perkataan Kitab Suci dan pengajaran Dr. Stanley di seluruh desa itu, yang menyeruak dari celah dinding rumah-rumah mereka. Suara yang indah – yang menjangkau sepanjang jalan ke surga.