Memperbaiki Hubungan Pribadi yang Rusak

memperbaiki-hubungan-pribadiBanyak dari kita beranggapan bahwa puisi tidak lagi berguna pada masa sekarang. Kita mungkin mengingat guru bahasa sastra yang fasih tentang puisi Robert Frost mengenai jalan yang menyimpang di hutan, namun saat kita mendapatkan hasil kertas ulangan kita, puisi itu langsung hilang relevansinya. Kita merasa puisi seharusnya indah dan bermakna, seperti lukisan atau sonata, namun kita jarang sekali ingin membacanya. Apa yang terjadi? Bila puisi dimaksudkan untuk memberikan jawaban yang penting tentang kehidupan kepada kita, mengapa sulit bagi kita untuk memahaminya?

Saya memiliki pergumulan yang sama dengan doa. Saya tahu saya perlu melakukannya, harus melakukannya, namun saya tidak tahan dengan pemikiran bahwa saya mendekati Tuhan, sehingga akhirnya saya sama sekali menghindar untuk berbicara dengan Dia. Terkadang saya mengubah doa menjadi transaksi yang aman sebagai cara pintas mengganti persekutuan yang lebih dalam dengan Dia. Orang percaya sering melihat Tuhan sebagai mesin penjual otomatis: kita masukkan kata-kata, keluarlah jawaban. Jurnal doa, aplikasi dan produk lainnya mendorong kita untuk menulis doa-doa kita dan mencatat di kolum korespondensi bagaimana dan kapan kita menerima jawaban-jawaban kita. Sekalipun saya setuju bahwa kita seharusnya mendekat pada Tuhan dengan keberanian dan membawa kebutuhan-kebutuhan kita kepada-Nya serta merayakan kesetiaan-Nya, namun saya juga percaya bahwa mungkin kita kehilangan maksud utama dari doa.

Banyak orang percaya masa kini suka mengatakan bahwa Kekristenan “bukanlah suatu agama melainkan suatu hubungan.” Kita berusaha untuk bersekutu dengan Kristus melampaui ritual dan pintu-pintu gereja, memberikan ruang untuk hubungan yang hidup yang menguatkan semua area dalam kehidupan kita. Namun bila suatu hubungan adalah tentang mengenal seseorang dari waktu ke waktu, lalu mengapa kita memperlakukan doa sebagai suatu transaksi? Mengapa perhatian kita senantiasa tertuju pada “jawaban-jawaban”? Dapatkah Anda membayangkan bagaimana perasaan teman atau pasangan Anda bila segala yang kita lakukan adalah meminta mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan kita, setiap kali kita duduk untuk makan bersama?

 Di dalam doa kita seharusnya termasuk permohonan untuk makanan sehari-hari, itu memang benar. Namun doa kita juga seharusnya merenungkan tentang nama Tuhan, kuasa dan kemuliaan-Nya. Mencari pengampunan untuk dosa-dosa kita. Mendengar akan kedatangan kerajaan-Nya.

Bayangkan menghabiskan satu jam bersama Tuhan, mengatakan (atau menulis) kepada-Nya tentang kenangan-kenangan dan perasaan Anda, keindahan dunia-Nya, dan gambaran-gambaran yang berputar-putar di kepala Anda. Bayangkan bertanya kepada Dia tanpa membutuhkan jawaban. Bayangkan Ia bertanya balik kepada Anda. Tidakkah itu terdengar seperti suatu doa? Dan bila ini bukanlah suatu hubungan pribadi, maka saya tidak tahu apa namanya ini.
 

-Tania Runyan