Mempersiapkan Suatu Rumah

Apa yang diajarkan Kotak-Kotak Pindahan tentang Kerajaan Surga

Oleh Charity Singleton Craig

mempersiapkan-suatu-rumah

“Mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,” suami saya memperingatkan saya, saat kami memutuskan untuk menjual rumah kami. Saya menggelengkan kepala. Saya tahu apa yang akan terjadi. Rumah yang saya miliki sebelum kami menikah membutuhkan 2 agen real estate dan dua tahun dipasarkan sebelum akhirnya seseorang membelinya. Saya memahami naik turunnya penjualan dan pembelian rumah. Namun, terlepas dari berapa lamanya, kami tahu bahwa ini adalah keputusan yang benar.

Namun, apa yang kami tidak pernah duga adalah bahwa bulan-bulan untuk memutuskan apakah kami akan menjualnya memakan waktu lebih lama daripada menjual rumahnya. Hanya dalam beberapa minggu saja, seluruh transaksi selesai. Apa yang terjadi pada kami adalah impian setiap agen real estate: sebuah rumah terjual dan sebuah rumah terbeli hanya dalam waktu beberapa hari saja – dua keluarga dengan bahagia memiliki tempat baru.

Namun kegembiraan menempati rumah baru berkurang dengan realita proses pindahan. Apakah ada orang yang benar-benar menyukai mengepak barang seisi rumah dan kemudian membongkarnya lagi nanti? Sekalipun hal itu terjadi dengan cepat, selama beberapa minggu, yang kami dapat pikirkan adalah mengisi kotak-kotak itu, memanggil perusahaan pemindahan, mengatur inspeksi, dan berusaha untuk mengingat dimana kami menaruh barang-barang tertentu.

Hanya beberapa hari setelah kami pindah ke rumah baru kami, ibu saya bergumul dengan kepindahannya sendiri. Selama hampir 30 tahun, ibu dan ayah tiri saya tidak hanya membuat sendiri rumah bagi mereka di atas tanah seluas 3000 meter, mereka juga membangun lumbung dan membangun tanah yang dapat diolah dan membuat pagar di sekeliling padang rumput. Tanah ini telah memberikan kehidupan bagi mereka hingga kanker membuat ayah saya susah berladang, dan menjadi mustahil dengan kematiannya. Ibu saya kelabakan untuk mengurusi segala sesuatunya sendiri, namun hatinya hancur menyadari dirinya harus pindah.

Akhirnya, kenyataan harus menang atas perasaan. Ia membeli sebuah rumah kecil dimana ia dikeliling oleh teman-temannya dan dapat dengan mudah mengatur rumahnya sendiri. Suami dan saya berpikir kepindahan kami adalah suatu tantangan besar – tapi setidaknya ada kami berdua yang melakukannya. Bagi ibu saya yang baru menjanda, detil kepindahan yang dilakukan sendiri membuatnya tak dapat berbuat apa-apa.

Di mobil, sepanjang perjalanan pulang pergi antara dua rumah pada hari kepindahan ibu saya, saya merenungkan semua hal tentang kepindahan. Saya menyadari, bukan hanya pindahan saja yang membuat saya stres, tapi juga karena mempersiapkan rumah yang baru.  Rumah adalah tempat yang kita tinggali, dimana kita membangun kehidupan kita. Rumah adalah tempat bagi orang-orang yang kita kasihi.

Bila memikirkan hal ini, minggu-minggu penuh tekanan ini tidak diselesaikan dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, melainkan lebih tentang membawa kita kembali ke tempat dimana kita seharusnya berada.

Dalam Matius 6:19-21, Yesus mendorong kita kepada fokus yang sama ketika kita memikirkan tentang rumah abadi kita.

“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”

Dengan kata lain, Yesus ingin kita berpikir masak-masak tentang apa yang kita kumpulkan. Memang hal yang menggoda untuk mengumpulkan banyak harta benda selama kita hidup di muka bumi, namun Yesus berkata bahwa yang benar-benar pentinglah – yaitu hal-hal yang kita lakukan bagi Dia – yang akan bertahan. Dan pada akhirnya, saat kita sampai ke rumah kekal yang kita telah antisipasi ini, segala sesuatunya telah ada di tempatnya.

Dalam Yohanes 14:1-4, Yesus pun berkata bahwa kita tidak sedang mempersiapkan rumah kekal kita sendirian, sekalipun ada godaan untuk berpikir bahwa hal ini tergantung pada kita. Bahkan sesungguhnya, Dialah yang merencanakan kepindahan kita.

“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.”

Kita dapat tergoda untuk berpikir bahwa apa yang kita lakukan di bumi adalah apa yang mengamankan tempat kita di surga, namun tak seorang pun dapat menanggung beban itu. Yesus ingin kita bersiap untuk kepindahan akhir kita dengan cara yang berbeda: yaitu dengan mempercayai Dia, dan bukan diri kita. Dialah yang telah terlebih dahulu pergi untuk mempersiapkan rumah kita yang baru bagi kita.

Hanya beberapa hari yang lalu, seorang teman berkunjung ke rumah baru kami untuk makan siang. Saya mengajaknya berkeliling rumah, kemudian memanaskan sup dan menyajikan kue. Saat bersiap untuk pergi, ia berkata, “Sungguh luar biasa betapa cepatnya kamu menjadikan ini sebagai suatu rumah.”

Saya bertanya-tanya apakah saya akan mengatakan hal yang sama kepada Yesus suatu hari nanti.