Merencanakan Hal Yang Baik

merencanakan-hal-yang-baikApa yang membuat Anda terbangun di pagi ini? Anda mungkin berpikir yang membangunkan Anda adalah bunyi weker. Tetapi sebenarnya, satu-satunya yang membuat Anda dapat bangun dari tempat tidur hari ini adalah karena Tuhan itu setia. Ketika Anda tertidur tadi malam, Anda melepaskan segala kendali dan hanyut dalam ketidaksadaran. Allah-lah yang membuat jantung Anda tetap berdetak dan mengisi paru-paru Anda dengan udara sementara Anda beristirahat. Sepanjang malam Dia menjaga Anda dan kemudian membuka mata Anda kembali sehingga Anda dapat menikmati hari yang baru.    

Jika kita jujur, sebagian besar dari kita akan mengakui bahwa kita tidak selalu memikirkan kesetiaan Tuhan pada kita, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari. Namun pikirkanlah betapa berbedanya jika kita pertama-tama berfokus pada-Nya di pagi hari dan bersyukur atas perlindungan-Nya sepanjang malam. Ratapan 3:22-23 akan menjadi realitas hidup kita: “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!”  Kebanyakan dari kita tidak sulit mengingat hal ini ketika kehidupan sedang baik-baik saja dan kita dapat merasakan berkat-berkat Tuhan. Namun apa yang terjadi ketika keadaannya tidak seperti itu? Di mana Dia ketika kita sedang berjalan dalam lembah kekelaman yang tampaknya tak pernah berakhir? Atau bagaimana saat kita merasa jauh dari Tuhan dan tidak dapat merasakan kehadiran-Nya – ketika Dia tidak menjawab doa-doa kita, dan seakan Dia tidak peduli? Atau, mungkin kita sudah terhanyut dalam dosa dan merasa tak pantas menerima berkat-Nya, karena bagaimanapun kita sudah tidak berlaku setia kepada-Nya.        

Pertama, kita perlu mengerti bahwa kesetiaan Tuhan tidak didasarkan pada perilaku atau respons kita terhadap-Nya (II Timotius 2:13). Dengan kata lain, Dia tidak menjadi lebih setia ketika kita baik, atau kurang setia ketika kita tidak taat. Kedua, situasi dan perasaan kita bukanlah tolok ukur yang dapat diandalkan: mengalami kesulitan dan penderitaan tidak berarti Tuhan sudah melupakan atau meninggalkan kita, dan merasa jauh dari-Nya bukanlah bukti bahwa Dia benar-benar jauh. Dia tetap setia ketika kita mengasihi atau pun tidak mengasihi-Nya, saat kita dalam kekurangan maupun kelimpahan, entah kita menyadari kehadiran-Nya atau tidak.            Persoalannya adalah definisi kita tentang kesetiaan berbeda dengan definisi Bapa surgawi. Kita ingin Bapa menolong kita menurut waktu dan cara kita. Kita ingin segera terbebas dari kesulitan kita, disembuhkan dari segala penyakit, dan dibebaskan dari kecemasan finansial. Padahal Tuhansetia  menepati janji-Nya, bukan segera memenuhi segala keinginan dan harapan kita.

Sebagai contoh, jika kita sudah memberontak, kita bisa berharap Bapa yang Pengasih akan mendisiplin kita dengan bijak dan tepat (Ibrani 12:6-7). Ketika kita mengalami pencobaan, Dia berjanji akan memakai kesengsaraan itu untuk menghasilkan ketekunan dan karakter yang teruji dalam diri kita (Yakobus 1:2-4). Jika kita mendapat serangan rohani,  Tuhan akan “menguatkan hati (kita) dan memelihara (kita) terhadap yang jahat” (II Tesalonika 3:3). Pada waktu dicobai, Dia berjanji akan membatasi tidak sampai melebihi kekuatan kita agar kita dapat menanggungnya dan memberi kita jalan keluar (I Korintus 10:13). Apa pun situasi yang kita alami, Tuhan terus bekerja dalam hidup kita menurut kehendak-Nya.    

Kesetiaan Allah didasarkan pada hakikat keberadaan-Nya. Kesetiaan adalah salah satu sifat-Nya. Meskipun kita tidak selalu mengerti apa yang sedang dilakukan-Nya atau mengapa Dia mengizinkan sesuatu terjadi dalam hidup kita, kita dapat selalu bersandar pada Diri-Nya. Empat karakter Tuhan berikut ini akan meneguhkan kita lagi bahwa Dia dapat diandalkan.

Tidak berubah. Tuhan itu selalu setia karena Dia tak pernah berubah. Dia tidak memperlakukan kita lebih baik dalam situasi tertentu atau sebaliknya pada situasi yang lain, dan kasih-Nya pada kita tidak pernah naik turun. Sementara, hidup kita penuh berbagai perubahan, rencana-rencana kita terus-menerus memerlukan penyesuaian, dan perasaan kita membuat kita seperti sedang berada di atas “rollercoaster”. Kita mengalami lebih banyak perubahan musim kehidupan: Ada masa produktif, memuaskan dan sehat walafiat, tetapi tiba-tiba mungkin berubah menjadi musim kesulitan ekonomi, keputusasaan dan penyakit mengerikan. Melalui semua perubahan hidup ini, kita memerlukan jangkar kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berubah untuk meneguhkan kita.
    
Mahatahu. Kita juga mendapat jaminan pasti bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu dari awal sampai akhir. Dia mengetahui setiap detail dan aspek-aspek kehidupan yang kita jalani maupun hasil akhirnya. Dia memakai setiap situasi dalam hidup kita untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Dan karena Dia setia, kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa Dia sedang bekerja dalam segala sesuatu bagi kemuliaan-Nya dan untuk kebaikan kita jika kita mengasihi Dia dan terpanggil sesuai dengan rencana-Nya (Roma 8:28).

Mahakuasa. Allah itu mahakuasa. Kita dapat percaya teguh bahwa Dia mampu memenuhi segala yang kita perlukan dan mengendalikan segala situasi — bagaimanapun musim kehidupan kita. Meskipun Dia mungkin tidak menyingkirkan segala rintangan dan kesulitan, Dia berjanji akan menguatkan kita untuk berjalan dengan mantap bersama-Nya ketika kita mempercayai-Nya.
    
Mahahadir. Tuhan selalu beserta kita, jadi kita tidak perlu berjalan sendiri meniti liku-liku kehidupan ini. Seberapapun panjang atau pendeknya perjalanan itu, Dia hadir dan tak pernah meninggalkan atau membiarkan kita (Ibrani 13:5). Betapa pun jauhnya kita sudah berlari, kita tak akan dapat melampaui jangkauan kasih, kemurahan dan belas kasihan-Nya.

Apa yang dapat kita harapkan dari Tuhan?    
Ketika kita berpaling kepada Tuhan di tengah kesulitan kita, damai sejahtera-Nya melingkupi kita, dan kekuatan-Nya menopang dalam kelemahan kita. Karena Dia tahu kapan saat yang penting untuk pertumbuhan rohani kita, Dia akan memakai kesulitan kita untuk mengubah kita menjadi orang yang makin serupa dengan Anak-Nya. Selama proses itu kita akan mendapati bahwa Dia menepati semua yang dijanjikan-Nya.        

Ketika saya terluka pada musim gugur yang lalu, saya diingatkan betapa Tuhan setia ketika anak-anak-Nya menderita. Pada awalnya, karena begitu sakitnya, saya merasa sulit berkonsentrasi untuk bisa berdoa atau membaca Alkitab. Satu-satunya yang dapat saya lakukan hanyalah berbaring dan berkata, “Tuhan, aku sungguh perlu bersandar pada lengan-Mu yang kekal dan berkuasa, dan percaya bahwa Engkau akan menolongku melalui semua ini.”    

Meskipun musim penderitaan saya cukup singkat, sebagian dari Anda mungkin menanggung sengsara atau kesusahan yang cukup lama. Memang wajar jika kita ingin keadaan segera membaik. Namun, bagaimana jika Anda berkata, “Bapa, jagalah aku pada musim kehidupan ini sampai Engkau menyelesaikan rencana dan kehendak-Mu yang sempurna”? Dengan tindakan ketaatan ini, Anda akhirnya akan merasa rileks dan mengalami damai di hati, bukannya gelisah. Meskipun situasinya tidak berubah, sikap dan perasaan Anda akan berubah. Setiap kali Anda memutuskan untuk percaya bahwa Tuhan itu setia dan hidup menurut  keyakinan itu – bahkan ketika kehidupan begitu menekan – iman Anda akan bertumbuh. Anda dapat merasakan ketenangan, karena tahu Dia selalu merancangkan hal yang baik.


(Disadur dari khotbah Charles F. Stanley “Kekuatan di Setiap Musim Kehidupan”)