Pemecah Masalah

plywood-peopleSebagaimana permulaan yang hebat lainnya, yang satu ini terjadi dalam suatu acara pernikahan. Jeff Shinabarger dan istrinya Andre duduk di suatu meja bersama 8 tamu lainnya saat resepsi, terlibat dalam percakapan sopan, sebagaimana biasanya kita bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya. Jeff menganggap ini adalah saat yang sempurna untuk menguji sesuatu yang telah dipikirkannya selama beberapa waktu.

“Saya mempunyai teori ini,” ia memulainya, menjelaskan bahwa kebanyakan orang memiliki beberapa kartu hadiah yang tidak terpakai di dompet mereka. Ia bertanya kepada tamu lain apakah hal ini benar, dan mereka malah mulai mengeluarkan kartu hadiah mereka. Pertanyaan yang ia ajukan: Bagaimana bila kartu-kartu ini, berapa pun jumlah tersisa yang ada di dalamnya, disatukan untuk dipakai bagi hal yang lebih baik? “Saya melihat orang yang sama sekali tidak saya kenal dan berkata, ‘entah Anda mau tetap menyimpannya atau Anda dapat berikan kepada saya, dan saya berjanji untuk memberikannya kepada seseorang yang membutuhkannya,’” katanya. Malam itu Jeff dan Andre pergi dengan $50 dan melahirkan suatu ide, program Pemberi Kartu Hadiah. Melalui program itu, kartu-kartu hadiah yang tidak terpakai dikumpulkan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang spesifik – kartu bensin untuk mereka yang melakukan perjalanan jarak jauh untuk perawatan medis, kartu department store untuk suatu keluarga terdiri dari 12 orang yang kehilangan rumah mereka karena kebakaran. Saat ini, mereka telah mengumpulkan lebih dari $200.000 untuk orang-orang yang membutuhkan.          

Menolong orang lain nampak sebagai suatu yang alami bagi pasangan ini. Ayahnya adalah gembala jemaat bersama dengan ahli kepemimpinan John Maxwell di tahun 1980an. Orang tua Jeff selalu memiliki orang di rumah mereka yang datang untuk konseling, bahkan pernah melindungi seorang wanita yang berada dalam hubungan yang tidak sehat/penuh kekerasan. Sejak usia muda, Jeff dan kakak-kakaknya diekspos kepada kesulitan yang dialami banyak orang. Ia berkata, “Itu telah menjadi bagian dari hidup saya. Beberapa orang berpikir bahwa keamanan bagi anak-anak adalah memisahkan mereka dari ‘situasi’ seperti itu. Orangtua saya melakukan tugas mereka dengan baik dengan mendidik kami, mengajarkan kepada kami nilai-nilai yang betul-betul berarti. Namun kami juga melihat banyak masalah. Dan hal itu membentuk bagaimana saya berpikir hari ini dan tanggung jawab saya tentang bagaimana saya ingin menjalani iman saya di tengah-tengah kebudayaan ini.”    

Bertahun-tahun kemudian, pasangan ini diundang oleh John Maxwell untuk melayani sebagai direktur kreatif di Catalyst, suatu konferensi kepemimpinan gereja yang berbasis di Atlanta. Disana, ia belajar sejumlah keterampilan organisasi, membuat konferensi ini yang awalnya kegiatan tahunan menjadi suatu seri yang menarik ribuan peserta setiap tahunnya. Setelah 8 tahun, ia memutuskan untuk membuat organisasinya sendiri, Plywood People, dengan semboyan, “Kami akan dikenal dari masalah yang kami selesaikan”. Yayasan non-profit ini ada untuk menyebarkan inovasi sosial ke seluruh wilayah Atlanta. Jeff dan Andre dengan Plywood-nya membantu peluncuran lebih dari 100 bisnis dan yayasan non profit lainnya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan spesifik di seluruh dunia. Salah satu yang menonjol adalah Thrive Farmers Coffee, yang mengijinkan penanam kopi memiliki akses langsung kepada konsumen, menyediakan gaji yang lebih tinggi di industri yang mulai ditinggalkan generasi penerus petani.      

Pasangan ini mendapatkan ide untuk membangun Plywood People dari satu tahun perjalanan ke negara-negara miskin – Republik Dominika, Guatemala, Kenya, Rwanda – melihat proyek-proyek yang mendatangkan perbedaan positif secara sosial dan ekonomi, khususnya diantara mereka yang membutuhkan. “Di semua tempat yang saya kunjungi ini, saya bertemu dengan orang-orang yang memberikan hidup mereka menuju ke arah pemulihan, katanya. Di banyak area miskin yang ia kunjungi, pasangan ini memperhatikan satu material yang sama yang digunakan sebagai solusi banyak masalah, yaitu plywood (kayu tripleks). Itulah sebabnya ia menamai proyek ini Plywood.

Salah satu usaha kecil Plywood adalah Billboard Bag Project, yang dimulai di Guatemala, dimana Jeff dan Andre bertemu dengan beberapa wanita yang membuat tas dari bahan papan iklan yang telah dibuang. Pasangan ini membeli semua stok mereka, berjanji untuk menjualnya di seluruh Amerika, yang mana mereka melakukannya dalam waktu kurang dari sebulan. Kemudian pengelola acara dari suatu konferensi besar meminta lebih banyak tas – 5.000 tas lebih tepatnya. “Saya berkata, ‘saya tidak tahu…’ tapi jawabannya adalah ya! Nanti kami cari jalan untuk memenuhinya,’” tawa Jeff.

Ia mendatangi kembali para wanita di Guatemala, yang tidak sanggup memenuhi permintaan dalam jumlah besar. Karena itu ia berpikir apakah mungkin untuk membuat tas ini di Amerika dengan mempekerjakan sejumlah wanita yang membutuhkan pekerjaan. Para wanita ini – dari Myanmar, Irak dan Afghanistan – adalah sekian orang dari ribuan pengungsi yang hidup di Clarkson, timur Atlanta.      

“Ada 65 program pelayanan sosial di sini,” kata Jeff, “dan tidak ada pekerjaan.” Beberapa pengungsi mendapatkan pekerjaan di peternakan ayam di Georgia utara, namun 2 jam perjalanan sekali jalan seringkali begitu sulit untuk dilakukan secara rutin. “Yang harus dilakukan adalah menciptakan kesempatan kerja bagi mereka yang datang ke Amerika untuk mencari perlindungan,” katanya. “Bagian dari perlindungan adalah menjalani kehidupan yang baik dimana mereka dapat menyediakan makanan dan sebuah tempat tinggal, dimana mereka dapat merawat keluarga mereka dan mendapatkan pendidikan.” Sekarang melalui Billboard Bags Project, tujuh wanita menemukan pekerjaan yang layak. Sejauh ini, tim ini telah menciptakan lebih dari 90.000 tas.      

Sekalipun pasangan Shinabarger adalah orang Kristen, ia memilih untuk memulai Plywood People sebagai yayasan non profit, bukan suatu pelayanan. “Di kota Atlanta, hal paling mudah untuk saya lakukan adalah membuat suatu organisasi Kristen. Saya akan mendapatkan pendanaan dengan cepat, dan saya akan mendapatkan audiens dengan cepat. Namun saya percaya, saya tidak akan membuat banyak kemajuan di kota ini,” katanya. Bukan hanya orang Kristen yang pasangan ini coba untuk pengaruhi, melainkan juga orang-orang yang dilayani Kristus – yang terbuang, yang miskin. Mereka ini adalah orang-orang yang mungkin tidak akan datang ke gereja namun yang terbuka untuk menjalin hubungan. Untuk menolong mereka, ia sanggup mengumpulkan pebisnis, pemimpin sipil, dan orang lain demi tujuan yang sama. “Selagi kita membangun komunitas di kota ini, saya merasa sangat baik bila orang mengetahui keyakinan saya. Namun mereka tidak merasa terganggu dengannya. Saya rasa kami telah mendapatkan hak untuk didengar.”    

Setiap orang dapat menjadi pemecah masalah, namun pasangan ini bersikeras bahwa hal itu tidak dapat dilakukan tanpa adanya hubungan. “Bila saya menjalani hidup yang tertutup dan saya tidak terbuka dengan masalah di dalam komunitas saya, maka saya tidak akan pernah tahu apa masalahnya,” katanya. “Dan tidak peduli apakah Anda tinggal di kota dengan 10 juta orang atau 10 orang. Bila Anda memiliki orang, maka itu artinya akan ada masalah. Akan ada orang yang mengalami kehancuran hati; akan ada orang yang membutuhkan. Namun Anda dapat terlibat dalam kehidupan orang lain dan melayani mereka dengan cara yang Anda dapat lakukan.     

– Joseph E. Miller