Pencarian untuk Lebih Banyak Lagi

Bila menyangkut Alkitab, maka selalu ada hal lebih untuk dipelajari.

Oleh Dallas Hazelrig

Adik saya Davis berbaring tengkurap di atas karpet biru kami, kepalanya beristirahat di atas tangan dan lautan buku mengelilinginya.

“Hey, Dallas, apakah kamu tahu bahwa Santa María karam di dekat Haiti dalam perjalanannya kembali ke Spanyol?” “Tidak, saya tidak tahu.”

Saya baru saja membaca tentang Christopher Columbus. Mungkinkah saya melewatkan sesuatu? Saya meraih buku sejarah saya yang berada diantara buku-buku yang mengelilingi adik saya dan mulai membuka bagian yang tepat dari buku itu.

“Oh, tidak. Tidak tercatat di buku itu. Saya membacanya dalam salah satu buku yang saya pinjam dari perpustakaan kemarin.”

Buku sejarah Amerika kelas tiga saya dimulai dengan bab yang berjudul “Pelaut dan Monster Laut.” Ini lebih menarik bagi Davis daripada mempelajari cara menulis indah. Jadi setelah sekolah, ia mengambil buku teks saya dan membaca seluruh bagian tentang Christopher Columbus. Kemudian buku tentang Pocahontas. Kemudian tentang semua orang mulai dari George Washington hingga George Washington Carver. Dalam semua buku teks saya, saya menemukan halaman-halaman yang dilipat ujungnya serta catatan-catatan penting, menjelaskan bahwa saya bukanlah orang pertama yang menemukan apa yang dikandung dalam halaman-halaman itu. Ia terus melakukannya hingga saya kuliah, sampai ia memutuskan bahwa ia tidak lagi peduli membaca buku tentang angka literasi dan soneta Shakespeare.

Selalu ingin tahu, Davis akan bertanya banyak hal kepada ibu dan menemukan buku lainnya di perpustakan tentang apapun hal baru yang menarik perhatiannya. Sampai hari ini, saat ia terekspos pada sesuatu yang asing, ia akan bertanya kepada teman baiknya Google, membacanya hingga ia dapat memberitahukan kepada Anda setiap detil tentangnya. Bahkan bila ia telah memiliki pemahaman umum, ia akan selalu mengejar lebih banyak lagi pengetahuan.

Namun saya mendapati bahwa mudah bagi saya untuk merasa puas – bahkan bila berhubungan dengan hal-hal menyangkut iman.

Namun, ketika saya memiliki pemahaman umum tentang sesuatu, saya merasa siap untuk pindah ke hal lainnya. Saya tidak perlu mengetahui tentang siapa, bagaimana dan mengapa; saya hanya ingin tahu ini tentang apa. Perbedaan antara adik saya dan saya tidak menjadikan salah satu dari kami benar dan satunya lagi salah – setiap tipe kepribadian memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun saya mendapati bahwa mudah bagi saya untuk merasa puas – bahkan bila berhubungan dengan hal-hal menyangkut iman. Saya mendengarkan suatu pelajaran dan kemudian berpikir, Oh ya, saya ingat pernah mempelajarinya. Kemudian saya tidak mendengarkannya lagi. Ajaran Sekolah Minggu tentang garam dunia? Ya, saya tahu. Kita merawat. Kita memberi rasa. Khotbah tentang Daniel? Kejutan… singa-singa tidak memakannya.

Ada pepatah lama yang mengatakan, “Keakraban membiakkan rasa jijik.” Mungkin “rasa jijik” dapat digambarkan lebih baik sebagai hilangnya rasa hormat, rasa kagum. Saya lupa bahwa kisah-kisah Alkitab yang terkenal ini masih “hidup dan aktif” (Ibrani 4:12), namun di tengah-tengah jalan, saya mulai merasa  cukup dan tidak mengejar lebih banyak lagi. Dalam hati saya, saya sadar bahwa saya tidak mengetahui segala sesuatu, namun saya membiarkan keangkuhan saya menang dan bukan rasa ingin tahu saya. Saya menjadi pasif, beranggapan bahwa saya telah mengetahui segala hal yang saya perlu ketahui, seumpama seseorang yang mengapung di dalam ban, di atas sungai, dengan mata tertutup. Saya mengikuti perjalanannya namun tidak melihat pemandangannya sama sekali. Mungkin beberapa kesalahan dapat dihindari, atau mungkin ada berkat dan peluang yang terlewatkan. Sungguh mudah untuk menjalani hidup dan tidak sepenuhnya hadir, namun Tuhan memiliki begitu banyak wawasan dan petualangan bagi kita, hanya saja bila mata kita terbuka.

Tidak ada momen kilat ketika saya menyadari betapa salahnya diri saya selama ini. Sebaliknya, saya mulai memahami betapa banyak yang saya tidak pahami tentang Tuhan yang saya kenal sejak saya berusia 6 tahun. Wahyu 21:5 berkata, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Dan Ia memang melakukannya. Ia membangunkan saya dari tidur yang tidak saya sengaja, mengajarkan kepada saya bahwa Ia jauh lebih besar daripada apa yang saya telah batasi atas diri-Nya. Sama seperti Davis, saya menyadari bahwa masih lebih banyak lagi yang saya dapat pelajari.