Perhatian Yang Murah Hati

(Charles F. Stanley)

Memberkati orang lain itu sama seperti semua hal lainnya – dengan berlatih, kita akan menjadi lebih mudah dalam melakukannya. 

“Memberi dan menerima” banyak mewarnai musim liburan kita.

Pada waktu Thanksgiving (Hari Pengucapan Syukur yang dirayakan di Amerika dan Kanada pada Kamis ke-4 bulan November-Red), kita memusatkan perhatian pada semua berkat yang sudah kita terima sepanjang tahun. Dan bahkan sebelum masakan kalkun dan kue-kue kita habis, kita sudah mulai menyiapkan Natal dan berbagai hadiah untuk saat tukar-menukar kado. Kita semua telah mendengar Firman, “Lebih berbahagia memberi daripada menerima” (Kisah Para Rasul 20:35), tetapi apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa perkataan ini benar?

Kemurahan hati bukanlah sifat yang kita bawa sejak lahir.

Ketika kita datang ke dunia ini, fokus kita adalah menerima: Kita hanya berpikir tentang mendapatkan pemenuhan kebutuhan kita, seperti yang biasa dikatakan para orangtua bayi yang baru lahir. Tetapi pada saatnya, anak-anak mulai suka memberi. Itulah sebabnya mereka memetik bunga rumput dan memberikannya kepada ibu mereka sebagai persembahan mereka yang sangat berharga. Kita juga dapat belajar untuk suka memberi kepada Tuhan. Pada awalnya pemberian kita mungkin hanya sedikit/kecil karena kita hanya mendasarkannya pada yang kita anggap mampu kita berikan. Namun ketika kita makin mengalami kesetiaan Allah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, kepercayaan kita meningkat dan kita akan makin rela untuk memberi dengan murah hati.

Di dalam 2 Korintus 8:1-6, rasul Paulus menunjukkan tentang sekelompok orang percaya di Makedonia yang sudah lebih dulu mengenal kebenaran ini. Ketika mereka mendengar tentang kebutuhan finansial gereja Yerusalem, mereka ingin menolong. Paulus memakai mereka sebagai contoh untuk mendorong jemaat di Korintus melakukan hal yang sama. Dengan menerapkan empat prinsip alkitabiah dari ayat-ayat ini, kita juga bisa mengambil pelajaran dari teladan mereka.

  1. Kemurahan hati tidak didasarkan pada kelebihan.

Kita kadang berpikir bahwa kita akan memberi lebih jika kita memiliki lebih. Padahal dalam kenyataannya, jika kita tidak bermurah hati dengan pendapatan kita yang sedikit, akan diragukan apakah kita akan bermurah hati ketika memiliki pendapatan yang lebih besar. Dari semua penampakan luar, orang-orang Kristen di Makedonia tidak memiliki kelebihan untuk diberikan. Namun, meskipun mereka hidup dalam kemiskinan dan mengalami kesulitan besar, mereka memiliki sukacita yang melimpah dan kerelaan hati yang luar biasa (2 Korintus 8:2). Mereka dengan sukarela memberikan, bukan saja yang dapat mereka berikan, tetapi bahkan yang melampaui kemampuan mereka (2 Korintus 8:3).

  1. Kemurahan hati mengalir dari hati yang berbelas kasihan.

Boleh jadi, yang membuat orang Makedonia begitu bermurah hati adalah karena mereka tahu benar, bagaimana rasanya berada dalam kesulitan dan mengalami pemeliharaan kasih setia Allah. Begitu mereka mendengar tentang keadaan orang-orang kudus di Yerusalem, hati mereka dipenuhi dengan belas kasihan, dan mereka meminta Paulus agar memberi mereka kehormatan untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung saudara-saudari itu (2 Korintus 8:4).

Seberapa sering kita memandang memberi itu sebagai hak istimewa? Kita mungkin senang memberi hadiah Natal untuk orang-orang terkasih, tetapi apakah kita juga senang berkontribusi untuk pekerjaan Tuhan? Apakah pengedaran kantong persembahan atau pengumuman tentang suatu kebutuhan di gereja lebih menimbulkan rasa sebagai “kewajiban” daripada sukacita? Ingat, “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita,” bukan orang yang memberi karena terpaksa atau merasa bersalah (2 Korintus 9:7). 

  1. Kemurahan hati tidak terbatas hanya pada hal materi.

Pada saat Natal kita sering membatasi pemberian kita hanya dengan benda-benda yang dapat dibungkus sebagai kado. Hal ini bahkan bisa membuat kita membelanjakan lebih dari yang seharusnya. Padahal berutang tidak membuktikan ketaatan. Dan beberapa hadiah terbaik bahkan tidak mengharuskan kita membayar apa-apa. Sebagai contoh, memberikan waktu kita untuk melayani orang lain, atau mendengarkan dan menguatkan mereka adalah sebuah cara yang indah untuk kita menyatakan kasih. Demikian pula, kita mungkin berpikir bahwa memberi kepada Tuhan itu hanya terbatas pada persembahan uang, padahal Kitab Suci sudah memperluas pemahaman ini. Paulus berkata bahwa orang-orang Makedonia itu, “memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.” (2 Korintus 8:5). Tuhan lebih berkenan kepada hidup yang dipersembahkan dengan taat daripada persembahan materi orang yang tidak bergantung kepada Allah (Mikha 6:6-8).

Mempersembahkan hidup kepada Tuhan berarti menyerahkan segala hak, kesukaan dan keinginan kita agar dapat melakukan kehendak-Nya, apa pun itu. Terkadang Dia mungkin menghendaki kita memberi dalam bentuk materi, tetapi bisa jadi Dia juga mau kita menunjukkan keramahan, menolong seseorang, memberikan kata-kata dukungan, atau menceritakan Injil kepada orang yang belum mengenal Juru Selamat.

  1. Kemurahan hati digerakkan oleh iman.

Setiap tantangan hidup adalah kesempatan untuk kita meningkatkan kepercayaan kita kepada Allah. Tetapi kita kadang enggan memercayai-Nya dalam hal keuangan, sekalipun Dia sudah memberi kita janji-janji yang luar biasa. Sebagai contoh, Lukas 6:38 mengatakan,”Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Bagaimana perasaan Tuhan ketika kita berkata, “Aku percaya pada Alkitab, tetapi aku tidak percaya pada yang dikatakan Allah tentang uang dan persembahan”? Apakah Bapa pernah tidak menepati janji Firman-Nya? Tidak pernah! Lalu mengapa kita tidak memercayai-Nya dan memberi dengan royal, bergairah dan sukacita?

Ingat, kemurahan hati adalah salah satu sifat Allah, dan ketika kita memberi, kita menunjukkan gambar Allah pada diri kita. Jadi, pada musim hari raya ini, renungkanlah semua yang sudah diberikan Allah pada Anda: napas di paru-paru Anda, kasih keluarga dan sahabat, kesetiaan-Nya dalam menepati janji-janji-Nya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan Anda. Biarlah ungkapan syukur Anda melimpah dengan kemurahan hati kepada orang lain – dan bukan saja dalam bentuk uang atau hal-hal materi, tetapi juga dengan waktu dan perhatian Anda.