Suatu Resep Untuk Pembaruan

resep-pembaruanPerjalan kehidupan terus berlanjut bahkan setelah kematian orang terkasih

Gene Crumbley berjalan mendekati kompor. “Saya akan membuat puding pisang buatan Norma yang terkenal itu,” katanya, sambil menyalakan kompor listrik. “Anda lihat saya tidak memakai celemek,” tambahnya dengan tersenyum. Mengaku sebagai “pakar hidangan penutup,” ia berkata bahwa resep ini adalah favoritnya. 

Mengaduk adonan puding, Crumbley tidak melihat buku masakan yang terbuka di sampingnya. Buku itu ada di sana hanya untuk pamer saja; ia tahu banyak resep itu di luar kepala. Dengan penuh kasih, ia menyusun buku ini, suatu koleksi resep-resep Norma dari tahun ke tahun. “Seringkali, Anda akan melihat resep itu dan melihat bahwa Norma telah mengubah sedikit disini, dan sedikit disana,” katanya. “Tambah sedikit, kurangi sedikit. Di setiap resep, ia menyempurnakannya.”    Dinding  biru cerah membingkai lemari putih yang dipenuhi perkakas; kompor dari era tahun 1920-an di sudut dapur adalah sebagian kecil dari barang antik yang mendekorasi rumah kediaman keluarga Crumbley. Disana terdapat jajaran foto anak-anak, cucu-cucu dan Norma.     “Sudah 4,5 tahun sejak ia meninggalkan saya untuk pria lain,” katanya. 

 Gene Crumbley tidak ingat, sarapan apa ia pada tanggal 10 September 2011. Beberapa minggu dan bulan telah menjadi sangat sulit baginya untuk merawat Norma, yang sedang bergumul dengan komplikasi kesehatannya akibat osteoporosis. Suatu hari ia menghitung berapa kali ia harus mengangkatnya dari kursi rodanya: 19 kali. Sekalipun kondisinya sangat bugar untuk usianya, merawat Norma terus-menerus membuatnya letih.
   

Saat ia membangunkannya pagi itu, ia mendengar suara gemericik di paru-paru Norma.    “Saya berkata, ‘Sayang, saya akan menelepon paramedis dan membawamu ke Rumah Sakit—terlalu banyak cairan di dalam tubuhmu.’”    

Norma menolak, takut akan apa yang bisa terjadi disana; mereka telah memiliki kesepakatan, Norma tidak mau ada alat bantu pernafasan. Tapi Gene memutuskan ia akan tetap menelepon. Di Rumah Sakit, dokter mengatakan pada Gene bahwa mereka harus memasukkan tabung pernafasan atau paru-paru Norma akan terendam. Dijamin bahwa alat itu akan dikeluarkan saat tidak lagi diperlukan, ia setuju meskipun ragu. Sekarang ia menyesali saat itu—tabung itu tidak pernah dikeluarkan. “Sampai saat ini saya masih berharap bahwa saya masuk kesana sebelum mereka memasukkan tabungnya, untuk memeluknya dan menciumnya.” Tiga hari kemudian, ditemani oleh suami dan keempat anaknya di sisinya, Norma Crumbley meninggal dunia. Saat itu kurang seminggu dari ulang tahun pernikahan mereka yang ke 58.    

Gene dan Norma bertemu seperti halnya pasangan lainnya di akhir tahun 1940-an. Gene yang berusia 21 tahun, baru saja bergabung dengan Angkatan Laut dan menjalani perang Dunia II, sedangkan Norma Simpson adalah “adik temannya.” Norma duduk di tengah-tengah penonton saat Gene melakoni peran di drama Dear Ruth, suatu drama popular tentang seorang gadis remaja yang menggunakan foto dan nama kakak perempuannya untuk menjadi sahabat pena seorang tentara di luar negeri. Gene tidak mengetahuinya saat itu, namun Norma mulai suka padanya; rasa suka yang akan bertahan selamanya.    

Suatu malam, Gene dan kakak Norma, Marion, berencana untuk menghadiri pesta dansa. Gene muncul di rumah keluarga Simpson dan mendapati bahwa Marion telah berubah pikiran—dan sekarang ia telah memiliki pasangan dansa. Siap untuk meninggalkan rumah itu tanpa Marion, langkah Gene dihentikan oleh Norma. “Kata ibu kamu mau bertanya sesuatu padaku.” Itulah saat pertama ia melihatnya mengenakan rok dan berdandan. Ia langsung memintanya untuk datang ke pesta dansa dengannya. “Kami jatuh cinta malam itu”, katanya.    

Baru kemudian Gene mengetahui mengapa Norma siap berpakaian: Norma sedang menunggu pria lainnya. Pria itu akhirnya tiba pada malam itu, hanya untuk mendapati bahwa “wanitanya” sudah pergi dengan pria lain. “Sejak malam itu, Norma tidak pernah berkencan dengan orang lain, begitu pula saya”, katanya. Beberapa tahun kemudian, mereka menikah.    

Gene menganggap diri mereka sebagai orang baik. “Kami pergi ke gereja setiap hari Minggu, namun kami bukan orang Kristen”, katanya. Sekalipun ia memimpin studi Alkitab di dekat gereja, ia memiliki sedikit interaksi dengan Pribadi yang ia ajarkan kepada orang lain. Saat itu, Norma mulai menghadiri studi Alkitab yang dipimpin oleh seorang wanita yang sangat fasih akan Firman Tuhan. Dan kepada wanita itulah mereka meminta nasihat, ketika suatu hari mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan Tuhan untuk mengisi kehampaan yang tidak dapat mereka isi sendiri.    

Norma mengundang suaminya untuk menemui wanita ini, yang kemudian memberitahu mereka segala sesuatu tentang Alkitab dan rancangan penebusan Allah melalui Yesus Kristus. Namun ia tidak berdoa bersama mereka untuk menerima keselamatan, melainkan mengatakan kepada mereka untuk pulang dan secara pribadi berseru kepada Tuhan, bertobat dari dosa mereka. Mereka melakukan persis seperti yang ia katakan. Kemudian, Gene bertanya kepadanya mengapa ia tidak mau berdoa bersama mereka saat itu. Jawabannya: “Sebab bila engkau pulang dan melakukannya sendiri, hal itu tindakan yang tulus.”    Penanda waktu berbunyi dan puding pun siap dihidangkan.

Kami ke meja dan menikmati puding pisang panas ditemani secangkir kopi hitam. Gene senang bergurau. Namun di balik humornya, terlihat jelas kesedihan di wajahnya ketika berbicara tentang sahabatnya selama hampir 6 dekade telah meninggalkannya. Kepribadian Gene cukup untuk mengisi seluruh ruangan, namun dalam momen-momen kebersamaan kami, rasa kehilangannya nampak jelas.  

Ulang tahun pernikahan pertama tanpanya, seminggu setelah ia meninggal dunia, Gene tetap melakukan tradisi mereka pergi ke Taman Zaitun. Kuatir akan dirinya, anak laki-laki dan menantunya pergi bersamanya. Gene mengeluarkan foto lama Norma dari saku bajunya dan berkata kepada putranya, “Ada pepatah lama mengatakan, ‘Waktu akan menyembuhkan segala luka.’ Saya rasa, sesungguhnya waktu tidak menyembuhkan apapun, namun waktu membuat kita dapat melaluinya,” katanya.    

Bahkan hingga saat ini, Gene masih kesulitan menggambarkan rasa kehilangannya. Di dalam surat yang ia tulis kepada saya sebulan setelah pertemuan kami, ia berkata: Dulu saya tidak tahu bagaimana cara menghibur seseorang yang kehilangan pasangannya hingga Norma dipanggil Tuhan. Kedalaman rasa sakit dan duka begitu besarnya sehingga kecuali Anda melaluinya sendiri, Anda tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya. Saya tidak tahu bahwa saya dapat menggambarkannya bahkan hingga saat ini kecuali dapat saya katakan bahwa setengah dari diri saya telah hilang, sebab ia adalah bagian yang sangat penting dari hidup saya sepanjang tahun-tahun yang berharga itu.    

Namun ia percaya bahwa Tuhan meninggalkan dirinya disini untuk suatu alasan. Ia mengatakan bahwa kesehatannya adalah karena mempraktekkan chiropractic selama berpuluh-puluh tahun. Dan ia menjaga dirinya tetap sibuk dengan melayani orang lain. Seorang sukarelawan di In Touch Ministries, Gene juga membantu setiap hari Minggu di Gereja First Baptist Atlanta dengan memerankan kondektur kereta yang begitu dikasihi di Sekolah Minggu. Baru-baru ini, ia juga membantu menolong ibu dari seorang temannya hingga saat ibu itu meninggal dunia. Dan ia menghabiskan waktunya melakukan berbagai proyek, seperti buku resep Norma, sesuatu yang ia ciptakan untuk menghormati kenangan atas dirinya dan memberkati banyak orang.

Di depan rumahnya, Gene menunjuk ke sebuah pohon plum tua di sudut halaman rumahnya, dimana cabangnya yang berusia tua mencapai ke langit. “Saya hendak memotongnya, namun kemudian saya melihat tunas hijau. Saya pikir cabang itu sudah tak berguna, ternyata masih.”     Nampak seolah-olah masih ada lagi kehidupan yang akan dijalani.

-Joseph E. Miller