Tempat Bertindak Sesungguhnya

tempat-bertindakJika ada satu hal yang banyak sekali disebutkan dalam Perjanjian Lama, itu pastilah adegan perang. Kita mungkin tergoda untuk melewati bagian-bagian ini, menganggapnya sekadar catatan sejarah kelam yang tak ada relevansinya dengan kehidupan kita saat ini. Namun Allah telah mencatat peristiwa-peristiwa itu dalam Firman-Nya untuk menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran (II Timotius 3:16). Dengan mencari prinsip-prinsip di balik catatan-catatan ini, kita akan menemukan kebenaran yang dapat mengubah hidup kita.    

Sebagai contoh, renungkan peperangan antara bangsa Israel dan bangsa Amalek di Keluaran 17:8-16. Ini adalah perang Israel yang pertama sejak Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Perjalanan mereka di padang gurun baru saja dimulai ketika bangsa Amalek menyerang bagian-bagian yang paling lemah dari rombongan mereka (Ulangan 25:17-18). Bangsa Israel sangat membutuhkan pertolongan karena pertempuran ini sungguh tidak seimbang. Pasukan Amalek adalah tentara yang berpengalaman, sementara umat Israel hanyalah mantan budak – yang keahliannya membuat batu bata, bukan berperang. Meskipun kemenangan tampaknya mustahil, Musa melakukan dua hal untuk menghadapinya. Pertama, ia menyuruh Yosua memilih orang-orang untuk berperang; dan kedua, ia membawa tongkat Allah dan naik ke puncak bukit bersama Harun dan Hur untuk mengamati pertempuran itu.  

Sementara pertarungan di bawahnya berlangsung sengit, Musa mengangkat tongkatnya. Dan tampaklah bahwa, selama tangannga terangkat, bangsa Israel menang, tetapi ketika lengannya mulai penat dan jatuh terkulai, bangsa Amaleklah yang mendapat kemenangan. Melihat pergumulan Musa, Harun dan Hur lalu mendudukkan Musa di atas batu karang dan mereka pun menempatkan diri di kanan kiri Musa untuk menatang lengannya. Sebelum malam tiba, Yosua dan orang-orangnya sudah berhasil mengalahkan musuh-musuh mereka. Dan dengan mempelajari kemenangan mereka, kita pun dapat belajar banyak tentang kuasa doa.

Kisah ini menunjukkan kepada kita bagaimana caranya memenangkan perjuangan hidup. Ketika situasi sulit menerpa, reaksi spontan kita kemungkinan besar adalah membuat rancangan-rancangan dan berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan kita sendiri, dan bukan dengan bergegas mencari Tuhan. Atau, kita mungkin menjadi kecil hati dengan segala kelemahan kita dan merasa tidak ada harapan, dan bukan bersandar pada kemampuan Tuhan. Kedua respons ini mengabaikan kuasa luar biasa yang tersedia bagi kita.
    
Pikirkanlah masalah-masalah dalam hidup Anda. Mungkin Anda sedang menghadapi situasi yang sangat menekan dan tidak melihat jalan keluar. Mungkin itu masalah keuangan, kesehatan, pekerjaan, pendidikan, atau apa saja yang membuat Anda stres dan bingung. Atau, mungkin Anda sedang bergumul dengan kecanduan tertentu, perilaku negatif, atau belenggu emosi yang kuat. Apa pun itu, tetap ada harapan jika Anda mau mengikuti teladan orang-orang yang beroleh kemenangan dengan bersandar pada Tuhan.    

Strategi yang berhasil pertama-tama adalah menghadapi perang itu secara pribadi dulu bersama Allah. Saat kita melakukannya, Dia akan menyerang masalah itu dengan pertama-tama menghadapi kita. Dan saat kita membawa masalah itu kepada Tuhan, kita tak perlu menggempur hadirat-Nya, menuntut-Nya untuk mengatasi persoalan kita; yang perlu kita lakukan hanyalah merendahkan diri dan mencari perspektif-Nya. Tujuan Allah adalah menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi kita mendengar suara-Nya dan menerima pimpinan dan kuasa-Nya.    

Kita harus percaya bahwa tidak ada perang yang sukar bagi Allah yang mahakuasa. Ketika Tuhan berbicara kepada Musa dari belukar yang menyala, dan menyuruhnya memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, Dia sudah menunjukkan kuasa-Nya yang ajaib melalui tongkat gembala (Keluaran 4:17). Sejak itu, setiap kali Musa mengulurkan tongkatnya, Tuhan menyatakan hal-hal yang luar biasa. Dengan mengangkat tongkat itu selama perang melawan bangsa Amalek, Musa menyatakan kepercayaannya bahwa Allah akan turun tangan untuk bangsa Israel. Demikian pula, iman kita saat ini pun bersandar pada Firman Tuhan. Setiap halaman Kitab Suci meneguhkan kebenaran bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28).    

Ketika kita naik ke bukit doa, kita akan mendapat pemahaman yang lebih baik tentang Tuhan dan situasi kita. Karena Allah mengenal pikiran dan hati setiap orang yang terlibat, Dia dapat mengetahui situasi konflik yang sebenarnya, bukan dari yang kelihatan saja. Ketika kita mencari Dia melalui Firman-Nya dan tidak bergegas maju berperang, Dia akan menyatakan perspektif-Nya dan menjamin kitatidak sendirian – Dia akan menolong kita mengatasi kesulitan apa pun yang kita hadapi.

Kita bisa menjadi lemah dalam perjuangan hidup.
Musa adakalanya benar-benar tidak mampu mengangkat tangannya. Tidakkah Anda merasa seperti itu dalam berdoa? Setelah berulang-ulang memanjatkan permohonan kepada Tuhan tanpa jawaban, Anda mungkin bertanya-tanya, untuk apa lagi Anda bersusah payah. Saya pernah mendapati bahwa doa yang tekun itu terkadang seperti membangun terowongan di pegunungan. Untuk waktu yang lama, Anda tampaknya tidak melihat suatu kemajuan. Namun Anda harus tetap berdoa, terus memuji dan bersyukur pada-Nya, percaya bahwa Dia akan turun tangan dengan cara dan waktu-Nya. Situasi Anda mungkin meneriakkan kekalahan, tetapi jika Anda mau mendengarkan, Anda juga akan mendengar Tuhan berkata, “Kemenangan sudah di depan mata.”

Rekan Doa adalah aset yang luar biasa. 
Ketika kekuatan Musa hilang, Harun dan Hur memberikan dukungan. Tak seorang pun bisa kuat setiap saat – kita perlu saling membutuhkan, untuk memberi dan juga menerima dukungan. Rekan doa akan mengangkat kita, meningkatkan iman kita, dan memberi kekuatan yang kita butuhkan. Selain itu, kuasa Tuhan dicurahkan ketika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama Yesus untuk mencari kehendak-Nya bersama-sama (Matius 18:20). Saya sendiri pernah mengalami dukungan dari rekan-rekan doa yang setia. Di tengah situasi sulit dan melelahkan, saudara-saudara dalam Kristus ini membantu saya menanggung beban saya. Dukungan mereka meningkatkan iman saya dan memberi saya pengharapan. Demikianlah cara yang Tuhan mau kita lakukan dalam menghadapi pertempuran – bukan dengan mengasingkan diri, tetapi dengan bersekutu bersama orang lain dalam Kristus, seperti tali tiga lembar yang tidak mudah diputuskan (Pengkhotbah 4:12). Apakah Anda memiliki relasi semacam ini dengan beberapa orang percaya lain? Satu-satunya cara untuk memilikinya adalah dengan bersikap saling jujur dan terbuka. Kita harus melepaskan topeng-topeng kita, berhenti berpura-pura dan membiarkan orang lain melihat kita apa adanya. Dan ketika kita menjadi pendoa syafaat yang setia dan tekun untuk satu sama lain, kita akan bertumbuh makin kuat dalam perjuangan, makin teguh dalam iman, dan makin serupa dengan Kristus dalam karakter kita. 

Kebergantungan kita pada Tuhan mengajar orang lain untuk percaya kepada-Nya.
Tuhan menyuruh Musa mencatat peristiwa ini dalam sebuah kitab dan membacakannya kepada Yosua. Sebagai panglima perang yang kelak akan menakhlukkan Tanah Perjanjian, Yosua perlu tahu bahwa peperangan itu bukan dimenangkan dengan pasukan yang hebat, tetapi dengan kuasa Tuhan, yang Dia mau curahkan ketika anak-anak-Nya berdoa dan taat. Generasi mendatang juga dapat belajar dari teladan kita. Terkadang saat pertempuran begitu sengit, kita menjadi sangat putus asa untuk tetap bertekun, sehingga duduk sendirian bersama Tuhan di bukit doa tampaknya suatu hal yang sia-sia. Kita bertanya-tanya, bagaimana situasi akan berubah jika kita tidak segera bertindak. Pada saat seperti itu, ingatlah peperangan dengan bangsa Amalek. Majulah dan naikilah bukit itu – dan ajaklah dua sahabat yang setia bersama Anda. Dan dengan percaya pada Firman Tuhan, bertekunlah dalam doa dan nantikanlah Dia untuk melakukan perkara yang luar biasa.

– Charles F. Stanley