Tempat Perlindungan dari Badai

(Amy Simpson)

Ketika gereja-gereja menjadi komunitas pemulihan

Sebagai anak seorang pendeta jemaat kecil, saya tahu banyak apa yang harus ditawarkan gereja kepada dunia. Sebagai anak seorang ibu penderita schizophrenia (penyakit jiwa), saya tahu apa yang dibutuhkan keluarga-keluarga yang mengalami krisis. Sebagai penasihat yang menggabungkan keduanya, saya telah melihat hal-hal indah yang terjadi ketika gereja-gereja secara intensional terlibat dalam pelayanan kepada individu dan keluarga yang mengalami masalah dalam kesehatan mental dan emosional. Salah satu pelayanan terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan menjadi komunitas yang mengasihi.

Meskipun banyak gereja kurang menyadari hal ini, komunitas iman adalah tempat nomor satu yang akan didatangi orang ketika mereka membutuhkan pertolongan dalam masalah mental dan emosional. Hari-hari raya adalah waktu terbaik untuk melayani orang-orang terluka itu: ketika mereka mencari kekuatan dan makna dari perayaan religius itu, banyak yang sebenarnya sedang hidup dengan ancaman masalah kesehatan mental dan emosional yang signifikan.

Seperti halnya komunitas apa pun, gereja kita memiliki kemampuan untuk membuat sakit atau pun membantu penyembuhan. Dengan berkumpul saja tidak berarti kita otomatis sudah memenuhi kebutuhan orang yang menderita. Kita dapat membuat beberapa pilihan agar kita dapat menjadi komunitas yang menolong orang menderita, dengan menyadari bahwa kita mencerminkan Kristus, diberi kuasa oleh Roh Kudus, dan bahwa Dia akan memakai persembahan kita dalam pekerjaan-Nya.

Berikut ini ada 10 hal yang dapat dilakukan gereja-gereja untuk menolong orang yang mengalami masalah mental dan/atau emosional.

  • Mengambil Risiko —Bertindak sebagai komunitas berarti mengenal dan dikenal, berinvestasi dalam relasi-relasi, dan memperhatikan ketika ada yang tidak beres. Ini berarti membawa seluruh diri kita sendiri ke dalam pertemuan-pertemuan komunitas, dan siap terlibat dalam relasi-relasi.
  • Mengakui kehancuran kita—Orang yang betul-betul efektif dalam melayani orang lain adalah orang yang mengakui bahwa mereka juga membutuhkan pelayanan. Orang-orang yang menunjukkan pengharapan mendalam dan kekal adalah orang-orang yang, dalam keputusasaan mereka sendiri, telah menemukan pengharapan itu.
  • Mengajarkan kebenaran tentang penderitaan—Alkitab tidak memberi tempat pada pemikiran bahwa orang Kristen tidak seharusnya menderita, orang yang menderita penyakit mental benar-benar harus bertobat dari dosa, atau penderitaan berarti Allah sudah tidak mengasihi seseorang. Gereja-gereja kita harus menolak mitos-mitos seperti ini.
  • Memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis—Semua gereja tahu bagaimana melakukan hal ini, tetapi kita sering mengabaikan kebutuhan-kebutuhan nyata dari orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Kita juga dapat menawarkan makanan, transportasi, mengasuh anak, bantuan keuangan dan kunjungan ke rumah sakit kepada mereka, seperti yang kita lakukan pada orang-orang lainnya yang membutuhkan.
  • Mengutamakan orang—Banyak orang yang menderita penyakit mental tidak/kurang baik dalam memenuhi harapan-harapan, program-program dan rencana-rencana. Kita harus memperhatikan ketika seseorang merasa tidak cocok, ide-ide kita gagal, atau gejala-gejala penyakitnya membuat orang itu tidak bisa berpartisipasi. Fleksibilitas itu penting; kita harus bersedia menyesuaikan agenda kita dengan kasih untuk kebaikan orang yang memerlukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah kita rencanakan.
  • Bersikap tenang—Tidak ada orang dalam masyarakat kita yang benar-benar membutuhkan banyak keributan, dan itu berlaku terutama pada orang-orang yang pikirannya sangat dipenuhi dengan tuntutan hidup pokok sehari-hari. Ciptakanlah ruang dan waktu untuk tenang; seringkali yang paling dibutuhkan seseorang hanyalah kehadiran seseorang yang penuh kasih dan tenang/diam.
  • Tetap ada bersamanya—Ketika krisis terjadi, hal yang paling dibutuhkan seseorang adalah tidak ditinggalkan semua orang. Dalam ketakutan dan ketidaknyamanan kita, kita sering melakukan hal itu pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Padahal dengan kita tetap ada di sana, kita meneguhkan pesan bahwa Allah tidak akan meninggalkan mereka.
  • Menolak untuk dikuasai ketakutan—Banyak orang merasa takut menghadapi orang yang perilaku dan pikirannya sulit dimengerti, dan orang yang tidak berpengalaman dalam hal ini seringkali bingung untuk membicarakan penyakit mental. Namun kebanyakan ketakutan kita tidak berdasar, dan jika kita membiarkan ketakutan menguasai hati kita, kita akan menganggap orang-orang yang memerlukan kita menjadi teman itu justru sebagai musuh.
  • Membiarkan mereka melayani … dan memimpin—Dengan batas-batas dan ekspektasi-ekspektasi yang tepat, kita dapat mengatur kesempatan untuk orang-orang yang bergumul dengan penyakit mental atau emosional untuk menggunakan karunia-karunia yang diberikan Allah kepada mereka. Sebagai contoh, kita dapat menyediakan sarana-sarana untuk mereka melayani orang lain, dengan harapan mereka dapat menjaga diri selama proses itu. Dan kita dapat memberi mereka kasih karunia (dan pengganti yang penuh kasih), jika suatu ketika gejala-gejala penyakit mereka membuat mereka tidak dapat memenuhi tanggung jawab itu.
  • Membiarkan Allah lebih besar dari kita—Allah tidak terkejut dengan penderitaan seseorang, atau panik ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit. Penyakit mental tidak memiliki jawaban yang mudah atau penyembuhan cepat, dan basa-basi hanya akan menambah penderitaan. Terkadang orang hanya perlu tahu bahwa kita akan mengasihi mereka dalam penderitaan mereka. Kita dapat mengarahkan mereka kepada Allah dan membantu mereka mendapatkan penghiburan di dalam Dia, tanpa kita perlu “memperbaiki” atau menyembuhkan mereka.

Iman kita bukan melulu iman yang individualistis, dan kita tidak hanya bertanggung jawab pada diri kita sendiri. Kita diciptakan untuk hidup dalam komunitas, yang memiliki kuasa untuk memberkati orang terluka maupun menghukum mereka dengan pengasingan dan keputusasaan. Kita dirancang untuk menjadi komunitas “seperti-tubuh”, sebagaimana yang digambarkan rasul Paulus dalam 1 Korintus 12:21-26. Karena itu, “jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.” (1 Korintus 12:26).

Pada musim hari raya ini, pikirkanlah komunitas seperti apa yang dapat ditawarkan gereja Anda kepada orang-orang yang menderita. Perhatikanlah dalam hal apa gereja sedang melakukan dengan baik, dan dalam hal apa saja yang masih kurang. Kita dapat menjadi sumber pemulihan ketika kita bersedia menjadi komunitas yang saling berbagi suka dan duka – menjadi orang yang berduka bersama orang yang terluka, sekalipun pada saat kita mengajak mereka untuk bersukacita bersama kita.