Melintasi Garis
Saat berusaha menjangkau orang lain dengan keterbukaan dan kasih, tidak ada tempat bagi “bahaya orang asing.”
Oleh : Sarah Quezada
Seingat saya, rumah pertama yang saya tinggali ketika saya masih kecil berada di samping gereja tempat ayah saya adalah pendetanya. Adik saya yang masih bayi belum cukup umur untuk diajak bermain, sehingga saya menghabiskan banyak waktu bermain di luar sendirian. Bagi seorang ekstrovert muda, ini adalah siksaan.
Sampai saya menemukan suatu jendela.
Itu adalah suatu jendela kecil untuk mengintip ke dalam gereja, tempat saya mendapati beberapa wanita yang lebih tua sedang menenun di siang hari. Mereka asing bagi saya, tapi saya dapat duduk di dekat jendela itu dan banyak bertanya dan menjawab hal-hal yang mereka tanyakan kepada saya. Mereka banyak tertawa, dan saya begitu senang bersosialisasi.
Anak-anak seringkali mengingatkan saya akan diri saya sendiri ketika masih kecil, khususnya dua anak di dalam kereta belanja saya di supermarket. Keduanya meminta saya untuk mendorong mereka ke kasir supaya mereka dapat berbincang dengan kasirnya. Mereka memperkenalkan diri mereka dan satu sama lain, memberitahu usia mereka, dan bertanya tentang pekerjaan si kasir.
Namun bagi kebanyakan kita, hal itu tidak banyak terjadi setelah pesan “bahaya orang asing” menghalangi keramahan anak-anak di tempat umum. Kita meresapi pesan bahwa kita perlu untuk waspada – untuk hanya memulai hubungan dengan orang-orang yang kita kenal.
Suami saya Billy berimigrasi ke Amerika Serikat dari Guatemala saat ia berusia 26 tahun. Karena imigran sering disebut sebagai “orang asing”, ia sangat sensitif dengan cara-cara kami melibatkan orang lain. Ia menyadari bahwa pertemuan dengan orang yang baru di Amerika terasa kurang hangat dibandingkan di negara asalnya. Billy terus-menerus mendorong saya untuk mengeluarkan sisi saya yang ramah seperti ketika saya duduk di samping jendela itu, daripada memilih untuk tidak berbicara atau terus menatap ke telepon genggam saya.
Oleh karena ketika kita berhenti berbicara kepada orang asing, sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan teman baru, terutama bila berhubungan dengan orang yang berbeda dengan kita. Sekalipun kita menjalin satu hubungan atau lebih di dalam lingkungan seperti lingkungan rumah kita atau gereja kita, tempat-tempat ini cenderung memiliki tipe orang yang sama. Namun ketika kita berbicara kepada orang asing, seringkali kita mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam dunia yang baru dengan perspektif yang unik. Dan di dalam dunia kita yang semakin global, kita membutuhkan hubungan-hubungan yang beragam ini lebih banyak daripada sebelumnya.
Saya mendengarkan pengalamannya bekerja untuk berbagai perusahaan yang memanfaatkan para imigran tidak berdokumen, dan bagaimana ia tidur di dalam lemari gudang selama setahun.
Oleh karena Billy adalah seorang imigran – dan tidak memiliki dokumen ketika kami menikah – saya belajar darinya langsung tentang tantangan yang dihadapi para pendatang di negara kami. Saya mendengarkan pengalamannya bekerja untuk berbagai perusahaan yang memanfaatkan para imigran tidak berdokumen, dan bagaimana ia tidur di dalam lemari gudang selama setahun. Ia pun memperkenalkan saya kepada teman-temannya, yang berbagi cerita-cerita menyedihkan tentang menyeberangi perbatasan.
Dalam dunia kita yang semakin global, kita dibombardir dengan pesan-pesan bertentangan tentang orang asing. Di satu sisi, kita diberitahu untuk takut terhadap mereka yang terlihat, berbicara, bertindak, atau berbeda agama dengan kita. Saat wajah-wajah di berita menggambarkan orang dari tempat lain mengalami masalah yang asing bagi kita, maka hal itu dapat memberikan rasa takut akan orang asing yang akan membatasi perspektif kita.
Pada saat yang sama, kita mendapatkan informasi yang semakin bertambah mengenai duka dan ketidakadilan di seluruh dunia. Kesadaran ini mendorong banyak orang untuk mengambil tindakan keadilan sosial. Sekalipun ketertarikan ini datang dari maksud yang baik, namun dapat menjadi hal yang sulit untuk menyampaikan kepedulian kita melampaui kisah atau tren tagar pada isi sosial media kita.
Bukan semangat melainkan hubungan yang menjadi kunci untuk menopang keadilan bekerja untuk jangka waktu yang lama. Kisah-kisah yang berdampak terhadap teman-teman kita, keluarga kita dan tetangga kita akan menguatkan komitmen kita untuk berdoa, bertindak dan berbuat adil.
Hal ini terjadi khususnya bila kita terisolasi secara sosial dari siapapun yang terkena dampaknya itu. Bukan semangat melainkan hubungan yang menjadi kunci untuk menopang keadilan bekerja untuk jangka waktu yang lama. Karena ketika kita memiliki hubungan dengan mereka yang terkena dampak dari apa yang tertulis di berita utama, cara pandang kita semakin luas dan berbeda. Kisah-kisah yang berdampak terhadap teman-teman kita, keluarga kita dan tetangga kita akan menguatkan komitmen kita untuk berdoa, bertindak dan berbuat adil.
Awal tahun ini, isi berita Facebook saya mulai diisi dengan berbagai artikel dan pengumuman tentang serangan terhadap imigrasi di Georgia, tempat kami tinggal. Hati saya sakit rasanya. Sekalipun Billy telah menjadi warga negara Amerika Serikat, namun kenangan kekuatiran akan keselamatannya tidak pernah hilang, dan tajuk-tajuk utama ini membangkitkan hasrat saya akan hal ini. Saya mulai menulis dan berdoa. Billy dan saya mengorganisir suatu kelompok dari gereja kami untuk mengunjungi para imigran yang ditahan di pusat penahanan Georgia. Hubungan kami dengan para imigran selama bertahun-tahun telah memupuk keterlibatan kami secara terus-menerus dengan isu sosial ini.
Tantangan pertemanan bagi kita dalam dunia global saat ini adalah untuk membangun hubungan antar ras, etnis, agama, jenis kelamin, usia dan status sosial. Kita harus melawan pesan “bahaya orang asing” dalam skala yang lebih besar, namun juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan orang baru, namun seringkali kita melewatkan kesempatan-kesempatan untuk menjumpai perspektif yang berbeda ini. Bila kita ingin menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik, maka kita perlu mengubah lebih banyak orang asing menjadi teman kita. Bagaimana cara kita melakukannya? Langkah pertama adalah dengan duduk di samping jendela kita, mendorong kereta belanja kita, dan berbincang dengan orang lain yang bersinggungan dengan jalan kita.