Sukacita Sang Penemu
Tuhan menemukan yang tersesat, namun bagaimana bila kita tidak menyukainya?
Oleh: Chad Thomas Johnston
Di rumah, saya dikenal sebagai penemu barang-barang yang hilang – kunci mobil, remote control, telepon genggam, dan dompet.
Sekuat tenaga mereka mencobanya, istri saya dan anak perempuan kami nampaknya tidak dapat menemukan apapun yang hilang. Sepertinya saya melihat dengan cara yang berbeda daripada mereka, dan saya tidak tahu mengapa. Mungkin karena saya memang setara dengan seorang detektif terkenal (dan maafkan kata yang dimainkan): Sherlock “Homes.”
Mungkin inilah mengapa saya sangat tertarik dengan beberapa perumpamaan dalam Injil Lukas – domba yang hilang, dinar yang hilang dan anak yang hilang – ketika kelas Sekolah Minggu saya mempelajarinya baru-baru ini. Bergema lebih keras daripada apapun dari kisah-kisah ini, setidaknya bagi si pembaca ini, adalah sukacita dari sang penemu. “Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan”, tulis Lukas 15:7.
Fakta bahwa Tuhan senang menemukan hal-hal yang hilang – atau bahkan, orang yang terhilang – menantang saya.
Yang jelas, saya tidak nyaman dengan cara orang Kristen menggunakan kata “tersesat” untuk menggambarkan mereka yang tidak mengikut Yesus, sehingga saya jarang merasa senang dengan hal pencarian mereka yang telah tersesat. Memberikan label kepada orang hampir selalu terlalu menyederhanakan mereka, mengubah ciptaan kompleks Tuhan menjadi karikatur diri mereka sendiri. Hal itu juga dapat membangun mentalitas kita-dan-mereka yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan: Yesaya menulis, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” (Yesaya 53:6). Karenanya, kita semua tahu atau pernah mengetahui rasanya tersesat. Saya tahu bahwa bahkan dengan Kristus sebagai kompas saya, saya pernah menyimpang dan sangat ingin ditemukan.
Memberikan label kepada orang hampir selalu terlalu menyederhanakan mereka, mengubah ciptaan kompleks Tuhan menjadi karikatur diri mereka sendiri.
Lalu ada lagi: Ketika saya berfokus pada sukacita Tuhan dalam hal menemukan yang terhilang, saya menjadi sadar bahwa hati saya tidak selaras dengan hati-Nya – hati saya tidak bersukacita untuk sesama orang tersesat seperti saya sebagaimana sang Pencipta saya bersukacita. Sebagai seorang Kristen, tidakkah saya seharusnya peduli dengan hal-hal yang dipedulikan Yesus? Dibandingkan dengan irama hati Tuhan yang penuh kasih, saya memiliki semacam irama hati rohani yang tidak teratur, yang peduli dengan kesejahteraan orang lain hanya sewaktu-waktu saja. Terkadang ketika saya berjumpa dengan orang yang meraba-raba dalam kegelapan, saya ingin memperkenalkan mereka kepada sahabat saya yang sangat terang, yaitu Yesus. Di lain waktu, saya merasa tidak termotivasi – oleh karena saya sendiri meraba-raba dalam kegelapan atau karena saya malas, atau saya merasa tidak memadai untuk tugas tersebut.
Hal ini membawa saya kembali kepada tiga perumpamaan dalam kitab Lukas. Sekalipun saya tertantang oleh Tuhan yang bersuka untuk memasuki kekacauan manusia, “untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19:10), tak disangkal bahwa saya pun tertarik dengan aspek karakter Sang Pencipta. Saya senang karena Tuhan melakukan segala hal yang memungkinkan untuk mencari kita. Jalan yang Ia ambil dari awal hingga ke kubur menunjukkan kepada kita bahwa Ia bahkan bersedia untuk melewati lembah kekelaman demi menemukan kita.
Entah bagaimana, sukacita yang Tuhan rasakan dalam pencarian atas kita jauh melebihi beban penderitaan yang Ia harus tanggung oleh karena pencarian-Nya yang tanpa henti. Ibrani 12:2 berkata bahwa Yesus, “mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.” Membaca hal ini, saya bertanya-tanya: Tidak bisakah sukacita yang memotivasi sang Juruselamat untuk memikul salib memampukan kita untuk mengalahkan keengganan kita bergabung dengan-Nya dalam pekerjaan-Nya? Untuk bekerja bersama Dia, menemukan jiwa-jiwa yang tersesat yang sangat ingin untuk ditemukan?
Semoga kita melihat sebagaimana Tuhan melihat – dan mencari sebagaimana Tuhan mencari – orang-orang terhilang yang kita jumpai.