Kendatipun Kedukaan
(Fil Anderson)
Bukan dengan menghindari penderitaan kita akan mengalami sukacita, melainkan dengan merangkulnya.
Kehidupan bisa jadi sulit, bahkan menakutkan. Tanpa pemberitahuan lebih dulu, tiba-tiba kita bisa dilanda kedukaan. Dan iman kepada Tuhan tidak menjamin kita “kebal dari masalah.” Seorang teman menghubungi dan bertanya apakah bisa bertemu kita. Terkadang alasan panggilan semacam ini berisi kabar baik: mendapat promosi jabatan, berhasil mendapatkan anak yang dirindukan, si anak hilang kembali ke jalan yang benar, atau tes-tes medis menunjukkan hasil negatif. Tetapi kebanyakan, orang menghubungi kita untuk mendapatkan pengharapan, penghiburan dan bimbingan tertentu, karena beratnya beban masalah kehidupan.
Adakalanya ketika daya penggerakdi balik langkah saya yang tergesa-gesa dan gelisah, hiruk pikuk dan kalut adalah upaya untuk mengejar kesenangan dan menghindari kesusahan. Hidup bahagia dan bebas dari kesedihan selamanya adalah hal yang mula-mula menarik saya kepada Yesus. Bagaimanapun Dia sudah berjanji, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).Tetapi hidup yang diberikan Yesus pada kita melebihi yang pernah bisa kita harapkan atau bayangkan – Tuhan tinggal di hati kita.
Rasa sakit yang diperlukan
Cara radikal yang dijalani Yesus adalah menunjukkan kebenaran subversif yang Dia ajarkan – bahwa hidup tidak harus tanpa kedukaan untuk penuh sukacita. Bahkan, sukacita seringkali tersembunyi di balik kedukaan; suka dan dukaterjalintanpa dapat dihindari. Hidup yang berkelimpahan seringkali menemukan awalnya dalam kemalangan.
Yesus berkata, “Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (Yohanes 12:24-25). Jika biji gandum dan buah anggur tidak dihancurkan, tidak akan ada roti dan air anggur. Jika hidup kita tidak dihancurkan, tidak akan ada hubungan yang paling erat dengan Tuhan.
Pengajaran-pengajaran Yesus tentang sukacita dan penderitaan telah menjadi semacam “transformasi ekstrem” bagi saya danmembutuhkan pelepasan ilusi-ilusi yang menyakitkan. Selama masa ini, salah satu orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya telah membuat saya mengerti bahwa, kasih Tuhan begitu besar sampai Dia tidak akan membiarkan kita hidup dalam ilusi, betapa pun kita sangat melekat dengan hal itu. Seperti peribahasa kesukaan teman saya, “Lebih baik hidup telanjang dalam kebenaran daripada berpakaian dalam fantasi.” Sedikit demi sedikit, saya mulai mendapati diri saya mengalami jenis sukacita yang biasanya dialami ketika kita tahu bahwa kita dikasihi tanpa syarat, dan tak ada keuntungan atau kerugian apa pun yang dapat mengambil yang sudah tertanamkuat di hati kita ini.
Pahlawanzaman modern
Pada suatu malam beberapa waktu yang lalu, saya bersama seorang teman menonton pertandingan basket, dan setelahnya kami lalu melihat sekelompok orang, tua maupun muda, meminta berfoto dengan beberapa pemain yang akan meninggalkan lapangan. Manusia-manusia super di zaman modern ini adalah para profesional kalangan atas dengan kekuatan fisik, kemampuan atletik, dan pendapatan yang besar; tetapi mereka semua jauh di bawah standar kepahlawanan saya.
Selama beberapa hari berikutnya, saya merenungkan pertanyaan, Siapakah para pahlawanku, dan apa kriteriaku untuk menjadikan mereka pahlawan? Saya tahu bahwa pahlawan saya adalah orang-orang yang imannya tidak menjauhi mereka dari krisis dan kedukaan yang meremukkan. Mereka adalah orang-orang yang tahu bahwa yang menjamin mereka terhindar dari beban dan masalah, dan menjamin pemenuhanatas semua yang mereka inginkan, adalah dukun yang pengobatannya hanya memperparah penyakit. Mereka tahu bahwa mereka justru memiliki Tuhan yang begitu mengasihi mereka sampai dalam pengalaman kedukaan mereka Dia tidak pernah tidak bersedia menjumpai mereka dan memeluk mereka dengan kasih dan perhatian yang lembut.
Sebagai contohnya ada Dale, yang beberapa minggu sebelum meninggal berkata pada saya, “Tuhan sudah mengaruniakan hidup yang luar biasa pada saya, yang saya lebih suka mengukurnya dengan kedalaman dan kualitasnya daripada lama waktunya. Saya sudah mengalami berbagai kesukaran dan tantangan, dan yang terakhir mungkin kematian, dengan cara yang tidak akan membuat anak-anak sayabertanya-tanya tentang kebaikan dan kemurahan Tuhan.” Heroik sekali.
Kemudian ada Geran, yang menceritakan apa yang terjadi tak lama setelah ia didiagnosa mengidap ALS: “Saya dikuasai perasaan sedih paling mendalam dari yang pernah saya alami.” Sambil menangis ia bertanya pada Tuhan, “Mengapa?” Dan tak lama kemudian Tuhan menjawab, “Jika kondisi lain lebih baik bagimu daripada yang membuatmu menemukan dirimu ini, kasih Tuhan akan menaruhmu di sana.” Geran lalu berkata, “Jawaban atas pertanyaan ‘Mengapa” tampak jelas, dan saya tidak terdorong untuk bertanya lagi. Yang langsung tampak jelas adalah bahwa Tuhan akan memberi saya kekuatan untuk bertekun ketika penyakit sayasemakin parah.” Sampai akhir ia tetap teguh dengan keyakinannya bahwa, karena Tuhan memegang kendali, penyakitnya tidak mungkin merupakan suatu kecelakaan, kesalahan atau kekhilafan. Sebagai orang yang gemar berkelana, ia sering membandingkan penyakitnya dengan pendakian yang menantang. Meski ia mengakui ini “yang paling berat,” imannya tak pernah goyah bahwa “pemandangan dari puncak gunung akan terlihat sangat indah dan membuat semua perjuangannya tidak sia-sia.”
Tripp baru saja lulus SMA ketika kami menjadi sahabat karib. Ketika di perguruan tinggi, ia dihadapkan pada realitas masa depan suram ketika menyadari ia mengidap tumor otak. Sejak itu ia harus menjalani dua kali operasi, dan juga kemoterapi dan penyinaran. Lebih dari siapa pun yang saya kenal, Tripp telah menunjukkan keyakinan bahwa penderitaan adalah tanda kehadiran Tuhan dan bukan bukti ketidakhadiran-Nya. Tripp kemudian menikah dan memiliki dua putri yang cantik, dan ia melayani sebagai pendeta di rumah perawatan pasien terminal. Ia juga salah satu orang yang paling penuh sukacita yang saya kenal, mengingat beratnya masalah yang ia alami.
Pelayaran yang dilanda badai
Cerita Alkitab favorit saya dimulai ketika Yesus berkata kepada sahabat-sahabat-Nya bahwa sudah tiba waktunya untuk menyeberang ke sisi lain Danau Galilea. Dan ketika mereka berlayar pada malam itu, badai topan melanda dan perahu mereka mulai kemasukan air. Bagi para pelaut kawakan di perahu itu, besarnya masalah itu tak main-main. Dengan sangat ketakutan mereka lalu membangunkan Yesus yang tertidur pulas dan mengajukan pertanyaan yang menunjukkan kepanikan mereka: “Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Markus 4:38). Saya langsung dapat membayangkan Yesus menjawab, “Apakah kalian belum paham juga? Tidakkah kalian mengerti Aku berkuasa meredakan badai dan juga menenteramkan kalian ketika badai mengamuk?”
Cerita ini menunjukkan kebenaran mendasar bahwa tidak ada yang kebal dari masalah hidup, sekalipun Yesus Sahabat kita ada di dekat kita. Sesungguhnya, relasi kita dengan Dia justru dapat meningkatkan kemungkinan kita menghadapi lebih banyak masalah.
Selama masa pelayanannya, rasul Paulus juga belajar satu dua hal tentang liku-liku kehidupan. Ia tahu bahwa suka dan duka terjalin erat dalam kehidupan kita untuk suatu alasan. Paulus tahu bahwa kesusahan memiliki cara untuk mengajar kita hidup dengan iman dan mengakui bahwa ada kebenaran-kebenaran yang hanya dapat ditemukan dari sudut yang sangat menguntungkan dari situasi-situasi ekstrem. Dia bahkan melanjutkan lebih jauh dengan mengatakan bahwa tanpa pergumulan, kita tidak akan memiliki iman. Kisah hidupnya adalah sebuah bukti nyata bahwa sebelum kita betul-betul mengalami kedukaan terdalam dan terkelam – tanpa membuat kita berubah pandangan tentang karakter Tuhan yang tak tercela – kita belum benar-benar mengenal Dia.
Paulus adalah orang yang dapat melihat realitas suram dari situasinya, dan tetap melihat wajah Tuhan yang penuh kasih dan kemurahan. Hidup dalam persekutuan yang erat dengan Bapa tidak membuatnya berada di tempat yang nyaman di Jalan Mudah. Bahkan, hidupnya sering terancam. Namun meskipun situasi-situasinya menakutkan, ia tetap penuh sukacita.
Pelajaran Hidup
Beberapa tahun lalu, anak saya Will pulang dengan sepeda yang hancur. Begitu melihat dagunya yang terluka parah, saya langsung menaikkannya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dokter keluarga kami tiba dan dengan sangat cermat ia mulai memberikan tugas-tugas kepada para perawat, dan saya. Tugas saya adalah berdiri di kaki Will dan memandanginya. Tidak ada yang lain. Dokter kami berkata, “Will, apa pun yang kau lakukan, jangan alihkan pandanganmu dari ayahmu.”
Ia tak pernah tidak memandang saya, dan saya merasa ia mencari sesuatu di mata saya yang sangat ia butuhkan. Apakah itu jaminan bahwa ia akan baik-baik saja, bahwa ia akan dapat menahan rasa sakit itu, atau bahwa ia tidak akan dibiarkan sendirian?
Dansementara ia sibuk memandang saya, seorang perawat dengan cekatan menyiapkan dan memasukkan obat ke alat suntik, dan sebelum Will sempat bereaksi, perawat itu sudah menyuntikkan obat pereda nyeri itu ke rahang Will tepat di bawah dagunya. Perawat lain mulai membersihkan serpihan-serpihan pasir dan kotoran dari lukanya. Kemudian jahitan pun dimulai. Saya percaya,fokus memandang satu sama lain adalah satu-satunya hal yang membuat kami sama-sama dapat melalui cobaan yang berat itu.
Seorang teman pernah berkata, “Lihat, saya tahu saya tidak banyak, tetapi saya adalah semua yang pernah saya pikirkan.” Saya tahu persis apa yang ia maksudkan. Saya juga dapat dengan mudah dipenuhi, dikuasai dan kemudian menjadi kewalahan dengan masalah-masalah saya. Tetapi saya dapat memilih untuk mengalihkan fokus saya, dan memenuhi jiwa saya bukan dengan kesusahan-kesusahan saat ini, tetapi dengan wajah Yesus. Ketika saya menjadikan hal ini sebagai kesibukan yang tetap dan menggairahkan, jiwa saya menjadi lebih tenang dan damai, dan dengan demikian dapat lebih mencerminkan Tuhan yang hidup di dalam saya.
Ketika kita mendapatibahwa Yesus begitu sangat mengasihi kita – bahwa tidak ada yang dapat kita lakukan yang akan membuat Dia lebih atau kurang mengasihi kita—pada saat itulah kita akan mengerti bahwa kasih Yesus adalah kekuatan terbesar dan paling sempurna di dunia. Hal ini lebih kuat dari segala penolakan, kegagalan, kesedihan, kekhawatiran dan luka hati. Dan itulah sumber sukacita kita yang terdalam, sekalipun dalam kedukaan.
Sukacita adalah bukti kehadiran Tuhan yang paling dapat diandalkan. Itu sebabnya penting sekali kita memeliharanya. Si jahat tentu akanberusaha mencurinya, karena sukacita kita adalah tanda paling vital tentang relasi kita dengan Tuhan. Namun kita juga tak boleh lupa bahwa sumur tempat kita menimba sukacita seringkali dipenuhi dengan airmata. Hal-hal mengerikan terjadi: kekacauan, kehancuran hati, kegagalan, kecemasan, dan berita-berita buruk mengganggu tidur kita di tengah malam. Kedukaan tak dapat dihindari dalam hidup ini, tetapi berdukacita adalah pilihan.