Apakah Engkau Mendengar?
(Charles F. Stanley)
Apa yang harus dilakukan ketika doa-doa kita tidak dijawab
Pernahkah Anda merasa Tuhan seakan mendiamkan Anda? Mungkin Anda sedang menderita penyakit tertentu, dan meskipun Anda sudah berdoa meminta kesembuhan, Tuhan tidak bertindak. Atau Anda mungkin sedang bertekun mencari pimpinan-Nya untuk suatu keputusan besar, dan Dia sepertinya tidak menjawab. Pada saat-saat seperti itu, berbagai pertanyaan akan berputar-putar di benak Anda: Apakah Dia mendengarkan? Apakah Dia peduli? Mengapa Dia tidak menolong? Jika Anda pernah mengalami situasi seperti ini, Anda tidak sendirian. Maria dan Marta juga mengalami kesedihan, kebingungan dan kekecewaan ketika harapan-harapan mereka hancur. Ketika saudara mereka, Lazarus, sakit, mereka mengirim pesan kepada Yesus. Tetapi ketika Yesus menerima berita itu, Dia menunda dua hari lagi sebelum memulai perjalanan-Nya ke sana (Yohanes 11:1-7).
Maria dan Marta berharap Tuhan segera datang dan menyembuhkan saudara mereka. Dapatkah Anda bayangkan kecemasan dan kebingungan mereka ketika mereka terus menunggu dan melihat kondisi Lazarus bertambuh buruk – sampai akhirnya mati? Di mana Yesus? Mengapa Dia tidak datang juga?
Saya bisa bersimpati dengan Maria dan Marta karena saya juga pernah mengalami “didiamkan” Tuhan. Peristiwa yang sangat signifikan itu saya alami ketika saya sudah menjadi mahasiswa senior. Saya meminta Tuhan menyatakan kehendak-Nya pada saya dalam situasi yang sangat memengaruhi masa depan saya itu. Malam demi malam, saya tekun berdoa dan membaca Kitab Suci. Tetapi jawaban tidak juga datang. Suatu malam, dalam keputusasaan, saya mengumpulkan sekeIompok teman untuk berdoa bersama saya sampai pagi. Dan akhirnya, pada waktu-Nya yang tepat, Tuhan memberi saya pimpinan yang sangat jelas.
Mengapa Tuhan tetap diam?
Saat-saat Tuhan diam seringkali menjadi sarana untuk Tuhan mempersiapkan sesuatu yang lebih besar/baik. Renungkan kisah Lazarus. Tuhan menunda untuk alasan yang baik: alih-alih menyembuhkan penyakit, Dia berencana membangkitkan sahabat-Nya itu dari kematian. Dengan demikian, Dia melakukan kehendak Bapa-Nya dan membawa kemuliaan bagi Bapa (ayat 11-15). Peristiwa ini juga akan meyakinkan banyak orang Yahudi bahwa Yesus adalah Mesias (ayat 41-45). Diamnya Tuhan tidak pernah sembarangan atau asal saja. Setiap kali Tuhan diam, Dia punya alasan yang baik. Kemungkinan karena …
Kita tidak siap untuk mendengar.
Terkadang masalahnya bukan karena Tuhan diam, tetapi karena kita tidak dapat mendengar. Jika kita begitu disibukkan dengan dunia ini dan segala insentifnya, telinga kita tidak bisa menangkap suara-Nya. Dia mungkin sudah berteriak, tetapi kita tetap saja tidak bisa mendengar-Nya.
Dosa yang tidak diakui menghalangi komunikasi kita dengan Tuhan.
Yesaya 59:2 berkata, “Akan tetapi, kejahatanmulah yang memisahkan kamu dari Allahmu, dan dosamulah yang membuat wajah-Nya tersembunyi dari kamu, sehingga Ia tidak mendengar.” Kita tidak bisa mendengar suara Tuhan jika kita memadamkan Roh dengan memiliki sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang Dia larang. Sebelum kita mengakui dan mengatasi dosa kita, kita tidak dapat mendengar apa pun dari Tuhan, selain penghukuman-Nya.
Dia ingin mendapat perhatian kita.
Banyak orang Kristen membatasi relasinya dengan Tuhan. Bagi mereka, Tuhan itu Tuhan yang jauh di surga yang tugas-Nya hanya mendengarkan doa-doa dan mengirim jawabannya. Mereka baru menjadi bersemangat dalam kehidupan doa jika ada kebutuhan mendesak, tetapi ketika segala sesuatu berjalan lancar, mereka tak punya waktu untuk Tuhan. Relasi seperti ini bukan yang Tuhan inginkan dari kita. Alih-alih datang pada-Nya dengan serangkaian permohonan, Dia ingin kita benar-benar menikmati keintiman dengan-Nya. Itu sebabnya Dia kadang menahan jawaban doa kita. Dia berusaha mendapatkan perhatian kita dan menarik kita ke dalam relasi yang lebih intim dengan Dia.
Tuhan sedang mengajar kita untuk percaya pada-Nya.
Dapatkah Anda memercayai Tuhan ketika Dia tidak merespons? Atau apakah iman Anda goyah ketika tidak segera menerima jawaban doa? Diamnya Tuhan tidak berarti Dia tidak bekerja atau mengabaikan Anda. Dia terus bekerja dalam situasi itu. Apa pun yang sedang Dia kerjakan itu baik, sekalipun Anda tak dapat melihat hasilnya atau merasakan kehadiran-Nya. Kita dipanggil untuk hidup dengan iman, bukan dengan perasaan atau penglihatan (2 Korintus 5:7). Yang penting bukanlah yang kita lihat atau rasakan, tetapi yang Tuhan janjikan: “Tuhan akan menyelesaikan segala-galanya bagiku; Ya TUHAN, kasih setia-Mu tetap untuk selama-lamanya” (Mazmur 138:8).
Tuhan sedang memakai keheningan itu untuk mendewasakan kita.
Ketidakdewasaan dicirikan dengan ketidaksabaran untuk menunggu. Semua ibu yang punya bayi bisa memberi kesaksian tentang hal ini: ketika si bayi lapar, ia tidak akan diam tenang sebelum diberi makan. Celakanya, seperti itulah sebagian orang Kristen berperilaku – dan semakin mendesak kebutuhan mereka, semakin menuntut perilaku mereka. Padahal ketika kita membawa tuntutan kita kepada Tuhan, kita lupa bahwa Dia Tuhan dan kita bukan. Kemampuan menanti dengan sabar adalah hal yang sangat penting yang Bapa ingin kembangkan di dalam diri kita.
Tuhan ingin kita bertekun dalam doa.
Yesus menegaskan pentingnya bertekun dalam doa (Lukas 11:5-13). Adakalanya saat kita berdoa terasa seperti ada tembok yang menghalangi kita dengan Tuhan, meskipun kita sedang hidup setia pada-Nya. Saya sudah menemukan bahwa cara mengatasi penghalang ini adalah dengan tetap berdoa. Pada saat-saat seperti itu, ketika saya tidak menyerah, saya akan mendengar suara Tuhan atau Dia bekerja dalam situasi itu dengan cara yang membuat saya meyakini jawaban-Nya.
Tuhan ingin kita belajar mengenali suara-Nya.
Ketika Tuhan diam, kita sering tergoda untuk bersandar pada solusi kita sendiri atau meminta nasihat orang lain. Tetapi, bagaimana kita tahu bahwa pandangan-pandangan ini dari Tuhan? Saat untuk belajar mengenali suara Tuhan bukan pada saat putus asa, tetapi sepanjang relasi seumur hidup dalam komunikasi kita yang intim. Intinya adalah menjadi sangat familiar dengan suara-Nya sampai kita dapat membedakan apakah Dia yang sedang berbicara atau bukan.
Bagaimana respons kita ketika Tuhan diam?
Pikirkan apa yang terjadi ketika doa Anda tidak dijawab-jawab. Mula-mula kemungkinan banyak dari kita yang akan merasa kecewa dan bingung, apalagi jika kita memiliki janji dari Alkitab dan Tuhan sepertinya tidak melakukan yang Dia katakan. Jika keheningan ini terus berlanjut, keraguan akan muncul dan kita bisa dengan mudah menjadi tawar hati. Sebagian orang bisa merasa bersalah atau takut, karena mengira mereka telah melakukan kesalahan dan Tuhan telah meninggalkan mereka. Yang lain merasa marah pada Tuhan.
Semua reaksi ini wajar; tetapi ada cara yang lebih baik untuk merespons. Lain kali jika Anda merasa Tuhan tidak menjawab doa Anda, cobalah langkah-langkah berikut ini:
Bertanya mengapa. Tidaklah salah kita bertanya pada Tuhan agar kita bisa mendapat pengertian tentang jalan-jalan-Nya.
Nantikan waktu-Nya. Pengetahuan dan hikmat Tuhan tidak terbatas. Dia tahu persis apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya.
Percaya pada-Nya. Tuhan mungkin sepertinya diam, tetapi itu tidak berarti Dia tidak bekerja. Dia sangat tertarik pada detail-detail dan sedang terus bekerja dalam segala situasi menurut tujuan-Nya yang baik.
Rindukan relasi yang lebih intim dengan Dia. Ketika kita menyikapi saat diamnya Tuhan dengan tunduk, percaya, dan sabar, relasi kita dengan Kristus akan diperkaya dan diperdalam.
Bacalah Alkitab. Jika suara Tuhan tidak terdengar jelas, membaca firman-Nya merupakan cara yang baik untuk melatih pendengaran. Di sinilah tempat pikiran, kerinduan dan jalan-jalan Tuhan dinyatakan. Alkitab benar-benar adalah suara-Nya dalam bentuk tertulis.
Tetaplah berdoa. Jangan berhenti berkomunikasi dengan Tuhan. Teruslah meminta, mencari dan mengetuk (Matius 7:7-11), tetapi jangan berhenti sampai di situ saja. Duduklah dengan tenang bersama-Nya dan dengarkanlah Dia (Mazmur 46:11).
Diamnya Tuhan tidak untuk selamanya. Pada waktu-Nya yang tepat, jawaban akan datang. Dan jika Anda setia dan sabar menantikan Dia, Anda akan menemukan bahwa relasi Anda dengan Dia semakin mendalam melalui pengalaman itu. Anda akan belajar duduk bersama-Nya dalam keheningan, tidak bergantung pada “aktivitas” Dia menghibur Anda, tetapi hanya menikmati kehadiran-Nya. Jika Anda menjadikan hal ini sebagai kebiasaan hidup, keluhan dan sungut-sungut akan lenyap, dan sebagai gantinya Anda akan menemukan relasi yang paling memuaskan.