Siapa Perlu Kesabaran?
(Charles F. Stanley)
Kemampuan untuk menanti adalah disiplin rohani yang sangat penting.
Ingatkah Anda pada stiker bemper lawas yang bertuliskan, “Sabarlah! Tuhan belum selesai denganku”? Idenya tentu saja untuk lucu-lucuan, tetapi ternyata stiker itu juga menunjukkan tentang ekspektasi manusia. Perhatikan bahwa stiker itu tidak menuntut apa pun dari si pengemudi sendiri, tetapi dengan halus mengalihkan beban kesabaran itu kepada orang yang di belakangnya. Kesabaran adalah hal yang kita semua inginkan dari orang lain tetapi kemungkinan tidak kita inginkan untuk diri sendiri karena, sejujurnya, kita tak suka menunggu atau merasa terganggu, apalagi di dunia yang mendambakan kepuasan instan.
Kesabaran adalah kemampuan untuk mentoleransi kelambatan, menanggung kesusahan, atau menunjukkan pengendalian diri terhadap orang lain. Sifat ini bukan bawaan lahir atau hal yang langsung kita dapatkan pada saat kita diselamatkan. Karakter ini dikembangkan dari waktu ke waktu oleh kasih karunia Tuhan dengan kerja sama kita. Kesabaran adalah salah satu cara kita menunjukkan kasih Tuhan kepada orang lain, dan tanpa kesabaran, kita tidak akan bisa menjadi pembawa damai seperti yang disampaikan Yesus dalam Ucapan Bahagia (Matius 5:9). Jika kita dengan tidak sabar menuntut semua orang melakukan yang kita inginkan pada waktu yang kita inginkan, akibatnya akan selalu menimbulkan konflik.
Sayangnya, ketidaksabaran sering dianggap sebagai “dosa yang dapat diterima” karena tidak seburuk dosa-dosa lainnya. Tetapi di mata Tuhan, kita perlu mematikan dosa ini dan semua dosa dalam diri kita. Ketidaksabaran biasanya muncul ke permukaan pada saat kita menghadapi masalah, kesulitan, atau pertentangan. Lalu emosi-emosi negatif seperti kekecewaan, kecemasan atau kemarahan mengambil alih. Hasilnya adalah batin yang galau, kata-kata kasar dan keputusan-keputusan bodoh, tetapi satu akibat ketidaksabaran yang paling merusak adalah luka yang ditimbulkannya pada orang lain. Luka itu bisa menghancurkan pernikahan, menjauhkan teman dan keluarga, dan menyebabkan perpecahan dalam gereja.
Untuk menemukan akar ketidaksabaran kita, kita harus mengakui sifat mementingkan diri kita sendiri yang disebut Akitab sebagai “sifat daging” (Efesus 2:3). Kita sering menganggap hak dan keinginan kita lebih penting dari hak dan keinginan orang lain. Sebagai akibatnya, kita menjadi kecewa setiap kali berbagai hal tidak berjalan seperti yang kita inginkan. Kita bahkan kadang merasionalisasi ketidaksabaran kita dengan berkata bahwa Tuhan memang sudah menciptakan kita seperti ini, padahal kenyataannya, itu hanya salah satu cara dosa merusak kita. Sikap-sikap yang berdosa ini harus digantikan dengan keyakinan-keyakinan alkitabiah yang menumbuhkan kesabaran dalam hidup kita. Orang Kristen kadang berpikir secara keliru bahwa satu-satunya hal yang penting adalah pada saat diselamatkan, padahal tujuan Tuhan menyelamatkan juga meliputi pengudusan, atau kekudusan. Inilah yang dimaksud Tuhan ketika Dia berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Tuhan” (Matius 5:8). Tujuan Tuhan adalah menjadikan kita makin serupa dengan gambaran Anak-Nya (Roma 8:29).
Pemahaman yang benar tentang proses pengudusan Tuhan adalah dasar untuk kesabaran. Meskipun transformasi ini adalah pekerjaan Tuhan, orang percaya tidak pasif dalam proses ini. Paulus mengatakannya seperti ini: “Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar… karena Tuhanlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Filipi 2:12-13). Dia tidak menganjurkan kita bekerja untuk memperoleh keselamatan, tetapi bekerja untuk bertumbuh dalam kekudusan, karena kita tahu itulah yang berkenan dan dikehendaki Tuhan pada kita – dan kuasa-Nya bekerja di dalam kita untuk menghasilkan hal itu.
Kebutuhan kita akan kesabaran
Kita perlu menunjukkan kesabaran dalam tiga hal:
- terhadap diri sendiri—ketika tampaknya kita tidak membuat banyak kemajuan dalam pertumbuhan rohani, kita harus ingat bahwa karya pengudusan Tuhan itu proses yang panjang dan lama. Kita harus sabar dan percaya bahwa: “Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Filipi 1:6).
- terhadap orang lain—sikap dan perilaku kita terhadap orang lain harus mencerminkan Tuhan yang sudah sedemikian sabar terhadap kita (2 Petrus 3:9). Di dalam Alkitab, sabar berarti tahan menderita, namun kita sering cepat gusar terhadap orang yang tidak percaya atau bertindak seperti yang kita inginkan. Ketika kita berfokus pada bagaimana seharusnya orang lain berubah, kita menjadi buta terhadap kebutuhan kita sendiri akan hati yang diubahkan yang mengasihi orang lain dengan kesabaran, kebaikan, kerendahan hati, tidak mementingkan diri sendiri dan tahan menderita (1 Korintus 13:4-7).
- terhadap Tuhan—semua ketidaksabaran terhadap orang lain dan situasi pada akhirnya tertuju pada Tuhan, yang berdaulat atas segala sesuatu (Mazmur 103:19). Alih-alih memercayai tujuan-Nya yang baik dan waktu-Nya yang tepat, kita menjadi kecewa jika Dia tidak menjawab doa kita atau mengubah situasi kita. Padahal kita sedang mencari-cari kesalahan Tuhan dan menilai Dia menurut standar kita sendiri.
Mengembangkan Kesabaran
Selanjutnya, mari kita pikirkan bagaimana kita bisa mengembangkan kesabaran. Kita harus …
- Mendoakannya. Karena kesabaran adalah salah satu aspek buah Roh (Galatia 5:22-23), kita dapat dengan yakin memintanya kepada Tuhan, karena tahu Dia akan menjawab doa-doa yang sesuai dengan kehendak-Nya (1 Yohanes 5:14-15). Namun, jika kita mengabaikan atau menolak pekerjaan Roh dalam hidup kita, doa-doa kita tak ada gunanya. Kesabaran adalah buah yang Dia hasilkan ketika kita tunduk pada-Nya dan mempersilakan firman Tuhan mengubah pikiran, perasaan dan kehendak kita
- Berpikir secara alkitabiah. Tuhan memakai kesulitan untuk mengembangkan kesabaran di dalam kita. Itu sebabnya Yakobus berkata, “Anggaplah sebagai kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun” (Yakobus 1:2-4). Meskipun kesusahan itu sendiri tidak menyenangkan, kita bisa tetap bersukacita karena Tuhan akan memakainya untuk mendatangkan kebaikan dalam hidup kita. Alih-alih bersungut-sungut atau mengasihani diri, kita harus belajar memandang penderitaan dari sudut pandang Tuhan, dan memahami bahwa inilah cara Dia membentuk kita makin seperti Anak-Nya.
- Menerima tanggung jawab. Tidak ada orang yang menjadi sabar dengan sendirinya. Jika kita tidak memberi perhatian pada kehidupan rohani kita dan tidak berusaha untuk bertumbuh, kita akan dikuasai oleh situasi kita daripada Kristus. Di sisi lain, meskipun kita bertanggung jawab untuk mengembangkan kesabaran, kita tidak dibiarkan sendirian dalam usaha-usaha kita, karena Roh Kudus tinggal di dalam kita dan memampukan kita. Kasih karunia Tuhan yang menyelamatkan juga mengajar kita untuk menolak kebiasaan-kebiasaan buruk dan hidup benar (Titus 2:11-12).
Bersabar adalah tindakan iman. Apakah Anda percaya bahwa Tuhan mahakuasa? Apakah Anda percaya bahwa Tuhan dapat dipercaya dalam memakai situasi-situasi sulit dan orang lain untuk membentuk Anda makin seperti Kristus? Jika ya, sifat-sifat dan cara-cara Tuhan tidak sekadar menjadi kebenaran teologis bagi Anda, tetapi dasar untuk kesabaran Anda. Dan karena itu, setiap pencobaan yang Anda hadapi menjadi kesempatan untuk Anda memercayai Tuhan dan menantikan Dia dengan sabar.
Refleksi
Salah satu tugas tersulit orang percaya adalah menyangkal-diri, tetapi sikap inilah tepatnya yang dibutuhkan kesabaran. Anda harus menganggap kepentingan orang lain lebih utama dari kepentingan Anda sendiri dan melepaskan hak-hak Anda. Ini dilakukan bukan hanya terhadap orang lain tetapi juga dalam relasi Anda dengan Tuhan. Apakah Anda menganggap tujuan dan kehendak Tuhan atas hidup Anda lebih penting dari rencana-rencana, mimpi-mimpi dan ekspektasi-ekspektasi Anda? Apakah Anda bersedia menyingkirkannya agar dapat menerima yang Tuhan sediakan bagi Anda, sekalipun itu dalam bentuk penderitaan?
Bagaimana dengan relasi Anda dengan orang lain? Apakah Anda cepat melampiaskan kegusaran Anda? Yakobus mengingatkan: hendaklah kita “cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19-20). Semua orang bisa berperilaku buruk, tetapi orang percaya memiliki hak istimewa dan kuasa untuk berperilaku seperti Kristus.
Kesabaran dimulai dari cara berpikir. Jika pikiran Anda didasarkan pada Alkitab, Anda bisa lebih sabar terhadap orang lain dan bersedia menanggung kesulitan yang bisa memicu frustrasi dan amarah. Alih-alih mengeluh pada Tuhan tentang situasi-situasi, Anda bisa bersyukur dan memuji Dia karena pilihan-pilihan-Nya yang bijaksana dan penuh kasih.
Doakan
Bapa surgawi, aku mohon Engkau memenuhiku dengan pengetahuan tentang kehendak-Mu dengan segala hikmat dan pengertian rohani agar aku dapat hidup layak di hadapan-Mu. Kerinduanku adalah menyenangkan-Mu, menghasilkan buah dalam segala hal yang kulakukan, dan bertumbuh dalam pengenalan akan Engkau. Kuatkanlah aku dengan kuasa-Mu agar aku dapat tetap setia dan sabar. Terima kasih sudah menyelamatkanku dan membawaku ke dalam kerajaan Anak-Mu terkasih. Amin.
Renungkan
Lakukan
Kesabaran memerlukan waktu dan tenaga untuk berkembang, tetapi Anda dapat mulai menanam benih yang menghasilkan tuaian besar hari ini. Ambillah yang Anda ketahui benar tentang Tuhan dan firman-Nya dan terapkanlah dalam setiap situasi hidup Anda. Mulailah memandang setiap kesulitan sebagai kesempatan untuk mempraktikkan kesabaran. Mintalah Tuhan memakainya untuk membentuk Anda menjadi makin serupa Anak-Nya. Ketika ada orang menjengkelkan Anda atau merintangi rencana-rencana Anda, bersyukurlah pada Tuhan karena membawa orang itu ke dalam hidup Anda dan memakainya untuk mengubah hidup Anda.
