Bagaimana Berkata “Tidak” Dan Membuka Ruang Untuk Berkata “Ya”

(Kimberly Coyle dan Staf In Touch Ministries)

Panduan Sentuhan Hati untuk kehidupan rohani yang lebih baik

Kebanyakan kita sejak kecil sudah diajar untuk berkata tidak pada hal-hal yang jelas-jelas berbahaya atau menimbulkan masalah – entah itu bermain di jalan yang ramai, atau memberikan informasi pribadi kepada orang asing. Tetapi yang seringkali tidak diajarkan pada kita adalah kapan harus berkata tidak pada hal-hal yang netral atau bahkan baik.

Mungkin Anda adalah orangtua yang bekerja penuh-waktu, dan Anda sulit memutuskan apakah membalas surel yang penting dulu atau langsung pulang ke rumah bertemu keluarga. Mungkin Anda pekerja jarak jauh yang merasa tertekan karena harus terus berada dalam jaringan melampaui batas waktu kerja yang umum dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Mungkin Anda hanyalah seorang wanita yang sudah diajarkan bahwa berkata ya berarti bersikap manis, menyenangkan dan suka menolong. Di antara tekanan-tekanan sosial, norma-norma budaya, ekspektasi-ekspektasi masyarakat, dan kemajuan konektivitas yang nonstop 24 jam, tak heran jika kita mendapati diri kita melakukan lebih dari yang seharusnya kita lakukan.

Kami menyusun panduan ini untuk menolong Anda menyadari perkataan “ya” dan “tidak” Anda, dan bisa lebih menemukan keseimbangan dalam hidup. Tujuan kami bukanlah menghapus “ya” dari kosa kata Anda, tetapi supaya Anda dapat berkata “tidak” dengan lebih nyaman dan bermakna.

Kata “Tidak” Itu Sangat Penting

Sebagai manusia, kita tak dapat berkata ya pada apa saja yang kita mau. Kita memiliki waktu, tenaga dan sumber daya yang terbatas, tetapi kebanyakan dari kita tidak memiliki orang yang mencontohkan bagaimana menetapkan batas-batas yang sehat. Inilah mungkin sebabnya buku-buku laris tulisan psikolog Kristen Dr. Henry Cloud dan Dr. John Townsend tentang batas-batas begitu populer. Diterbitkan tahun 1992, buku pertama mereka—Boundaries—telah terjual lebih dari 4 juta eksemplar dan menjadi pelopor buku-buku selanjutnya yang menganjurkan pembaca agar benar-benar ingin menyeimbangkan “ya” dan “tidak” mereka.

Cloud dan Townsend menulis bahwa belajar berkata “tidak” sangat penting untuk membuat pilihan-pilihan hidup yang sehat. Jika kita terus saja berkata ya, kita menjadi terkuras secara mental dan emosional, dan kita juga tidak mengindahkan Roh Tuhan yang tinggal di dalam kita. Berada di hadapan-Nya dan mengikuti pimpinan-Nya adalah cara untuk mendapatkan sukacita berlimpah-limpah (Mazmur 16:11). Ketika kita berkata tidak, kita menghargai kehendak bebas yang diberikan Tuhan pada kita dan pimpinan-Nya, dan bukan membiarkan orang lain dan agenda-agendanya mengendalikan hidup kita. Ini berarti kita memerhatikan Dia dan kerinduan-kerinduan yang Dia berikan pada kita  —dan bukan hanya memenuhi kewajiban atau ekspektasi dari luar.

Satu pertimbangan lain: Bagi orang yang memiliki sejarah dinamika keluarga yang disfungsi, trauma, atau latar belakang yang sangat mengendalikan, menetapkan batas-batas yang sehat sangatlah penting untuk kesehatan kita.

Kata “Tidak” Itu Penalatayanan

Batas-batas yang sehat membuat kita melihat bahwa kata “tidak” kita adalah tindakan penatalayanan atas hidup. Kita bisa berkata “tidak” dengan mantap jika kita mengetahui apa yang memang harus kita lakukan dan apa yang tidak. Tuhan memberi kita batas-batas dengan membatasi hari kita selama 24 jam dan minggu kita selama enam hari kerja dan satu hari istirahat Sabat. Tuhan juga menciptakan tubuh kita dengan batas-batas –  irama tidur yang teratur dan makan yang teratur memengaruhi kemampuan kita secara nyata. Kita perlu menghargai keterbatasan-keterbatasan manusiawi kita dengan memerhatikan isyarat dari batas-batas alami tentang waktu dan tubuh.

Cara berpikir lainnya tentang penatalayanan adalah dengan memikirkan kontribusi terbesar kita dalam setiap aspek hidup kita. Kita tidak dapat melakukan segalanya, jadi apakah yang sangat penting? Di mana kita paling berkontribusi secara efektif dan dengan tujuan yang paling tepat?

  • Jika pertanyaan-pertanyaan ini terasa membuat kewalahan, mulailah dengan hari yang terbentang di depan. Tanyakan pada diri Anda, apa yang sangat penting hari ini? Dengan kata lain, manakah dari nilai-nilai inti Anda (kerohanian, keluarga, persahabatan, pelayanan, dll) yang ingin Anda prioritaskan sebelum hari ini berakhir? Sediakanlah juga waktu untuk menyadari Roh Kudus dan meminta pimpinan-Nya.
  • Setelah Anda memutuskan apa yang sangat penting, lepaskanlah semua hal yang lainnya. Biarkan diri Anda merasa mantap dan sejahtera dengan pilihan Anda, percaya bahwa Tuhan memimpin dan akan mengoreksi Anda jika perlu.

Greg McKeown, penulis buku terlaris New York Times yang berjudul Essentialism, menulis, “Hanya ketika Anda memberi izin pada diri sendiri untuk berhenti berusaha melakukan segalanya, berhenti berkata ya pada semua orang, Anda dapat memberi kontribusi tertinggi pada hal yang benar-benar penting.” Yesus mencontohkan hal ini di sepanjang kitab-kitab Injil, ketika Dia membuat pilihan antara kapan Dia berdoa versus kapan Dia mengajar; kapan Dia perlu menyendiri versus kapan Dia bertemu orang banyak; siapa yang Dia pilih untuk disembuhkan versus siapa yang tidak. Kita dapat mengikuti teladan-Nya.

Kata “Tidak” Itu Musiman

Pada saat belajar berkata tidak, kita juga perlu memperhitungkan musim kehidupan kita, yang bisa berubah dari waktu ke waktu. Cara kita mengatur waktu dan kapasitas kita akan dipengaruhi oleh hal-hal seperti tugas-tugas merawat, kesehatan fisik, sumber daya atau perubahan-perubahan besar hidup kita. Kita perlu memberikan fleksibilitas pada diri kita sendiri untuk memeriksa-kembali secara teratur dan memutuskan apakah perkataan “tidak” kita masih sehat dan tepat. Penulis Kate Bowler, yang hidup dengan penyakit kanker, mengatakan bahwa bagi orang yang hidup dengan keterbatasan, “Belajar berkata tidak itu merupakan berkat.” Di dalam salah satu berkatnya itu, ia menulis, “Diberkatilah Anda ketika Anda meminta bantuan yang juga siap Anda berikan. / Kiranya Anda dipertemukan dengan kasih yang sama yang selalu Anda curahkan. / Kiranya Anda menemukan cara-cara untuk terus memberi / yang sesuai dengan bentuk sendok yang ada pada saat ini. / Tidak lebih, tidak kurang. / Benar-benar yang pas untuk saat ini.” Saat memutuskan apakah kita harus berkata tidak, kita bisa bertanya pada diri sendiri, Apakah yang sesuai dengan bentuk “sendok” saya yang ada pada musim ini?

Kata “Tidak” Itu Indah

Bagi banyak dari kita, ketika kita sudah mengumpulkan keberanian untuk berkata tidak, pihak lain bisa menyikapinya dengan rasa bersalah yang sehat atau merasa tersinggung. Kita bisa belajar berkata tidak secara lebih efektif dengan menganut pandangan bahwa kata “tidak” itu indah dan menghargai diri kita sendiri maupun orang yang menerimanya. Pada tahun 2020, perusahaan teh Pure Leaf mengadakan kampanye bertajuk “Tidak Itu Indah” untuk produk-produk mereka. Perusahaan itu berkata tidak untuk menambahkan apa pun yang membahayakan, palsu atau tidak ideal untuk produk-produknya. “Tidak” menjadi bagian yang penting dalam menjaga segala sesuatu dalam keadaan terbaiknya, tanpa tambahan yang merusak citarasa kehidupan. Kata “tidak” kita melindungi kehidupan yang hendak kita kelola dengan baik.

  • Lain kali saat Anda menghadapi suatu keputusan, cobalah membayangkan hasil-hasil dari kata “ya” dan kata “tidak” Anda. Bagaimana cerita itu berlangsung?
  • Jawaban mana yang membingkai cerita untuk mendapatkan hasil yang menghormati Roh Kudus dan juga nilai-nilai Anda?
  • Mungkin ada baiknya untuk melihat ke belakang dan mengingat saat ketika kata tidak menjadi pilihan yang lebih sehat dan penuh kasih bagi semua orang yang terlibat.

Kata “Tidak” Itu Integritas

Setelah kita memutuskan menetapkan batas-batas agar dapat mengelola hidup kita dengan baik, memahami keindahan dari berkata tidak, dan membingkai ulang cerita-cerita kita, kita sudah dalam posisi kuat untuk mempraktikkan yang kita pelajari. Seperti apa penerapannya dalam kehidupan sehari-hari? Yakobus 5:12 menunjukkan bahwa ketika kita berkata ya atau tidak, itu saja sudah cukup. Kita tidak perlu membuat janji-janji yang rumit atau alasan macam-macam. Jawaban kita berasal dari integritas kita dan, dengan demikian, berdiri sendiri. Ketika kita berpegang pada satu jawaban dan menindaklanjutinya, ini menjadi tanda kedewasaan rohani. Menyampaikan jawaban “tidak” dengan jelas juga merupakan kebaikan bagi diri kita sendiri maupun pihak lain yang terlibat. Dan patut diingat bahwa kita bertanggung jawab atas apa yang kita katakan, bukan bagaimana informasi itu diterima.

Berkata “Tidak” Itu Perlu Latihan

Kapan pun Anda siap, Anda mungkin mendapati bahwa sebenarnya berkata “tidak” itu tidak nyaman. Tidak apa-apa—banyak hal terasa tidak enak atau canggung pada awalnya. Berikut ini ada beberapa saran untuk membantu Anda memulai:

  • Mulailah dari hal kecil. Mulailah dengan berkata tidak pada permintaan-permintaan kecil sebisa Anda, maka pada waktunya akan lebih mudah bagi Anda untuk memutuskan kapan dan bagaimana berkata tidak pada hal-hal yang lebih besar.
  • Milikilah kumpulan pernyataan “tidak” yang sederhana dan siap digunakan, dan praktikkanlah. Pikirkan untuk memakai contoh-contoh berikut ini: Tidak, terima kasih. Tidak untuk saat ini. Terima kasih, tetapi saya tidak bisa.
  • Hindarilah menjelaskan diri secara berlebihan atau memulai dengan permintaan maaf. Hal yang tidak perlu ini melemahkan perkataan tidak Anda, terutama ketika berbicara pada anak-anak.
  • Jika menyampaikannya secara langsung, pertahankan kontak mata dan bicaralah dengan jelas dan tenang. Ini membantu orang lain untuk mengerti bahwa Anda serius dengan kata “tidak” Anda, dan menghilangkan kebingungan.
  • Rayakanlah kata tidak Anda. Ketika Anda berhasil menolak permintaan kecil, berilah hadiah kepada diri sendiri – seperti minum teh sore yang biasanya tidak Anda lakukan, atau ceritakanlah dengan bangga prestasi Anda kepada seorang teman. Ini akan mencegah kata “tidak” Anda terasa seperti pengalaman yang negatif.
  • Pakailah “analog” (persamaan). Jika Anda merasa ditekan untuk mengecek kalender digital Anda dan memberi jawaban segera, Anda bisa terbawa untuk berkata ya dengan gegabah. Sebaliknya, cobalah gunakan kalender kertas yang ada di rumah, yang akan memberi Anda waktu untuk membuat keputusan yang lebih tepat.

Seimbangkan Kata “Ya” Anda

Berkata “tidak” memungkinkan kita memberikan kata “ya” yang berarti kepada orang lain, proyek-proyek atau rencana-rencana yang paling penting. Penulis dan pembicara Kristen, Lysa TerKeurst, mengutip perkataan Louie Giglio dalam bukunya yang berjudul The Best Yes: “Setiap kali Anda berkata ya pada sesuatu, ada yang berkurang dari diri Anda untuk sesuatu yang lain. Pastikan kata ya Anda sepadan dengan yang kurang itu.” Jadi, ketika Anda memikirkan sesuatu yang mungkin sepadan dengan kata ya Anda, berhentilah sejenak dan lakukan inventarisasi:

  • Bagaimana rasanya berkata “ya” di tubuh Anda? Dengan kata lain, apakah perkataan itu memberi Anda energi? Membuat Anda bergairah? Menimbulkan perasaan gugup atau takut? Meskipun reaksi-reaksi fisik itu sendiri tidak menentukan tindakan kita, reaksi-reaksi itu perlu kita perhatikan juga dalam membuat keputusan.
  • Pikirkan motivasi-motivasi Anda. Apakah Anda berkata ya karena tuntutan persyaratan, tekanan, kebiasaan atau rasa takut? Atau karena keinginan? Periksalah apakah Anda bisa menunjukkan dengan tepat mengapa Anda ingin berkata ya.
  • Kembalilah kepada nilai-nilai Anda. Manakah dari nilai-nilai Anda, yang saat ini atau pun yang Anda cita-citakan, yang mendukung kata ya ini?
  • Berpikir ke depan. Apa arti kata ya itu untuk saat ini, dan apa artinya untuk di kemudian hari? Sebagai contoh, awalnya mungkin menantang, dan hasilnya mungkin baru tampak di kemudian hari. Dapatkah Anda melalui bagian tengah yang berantakan itu untuk melihat sesuatu terselesaikan?

Perkataan “Ya” Yang Sulit

Tidak semua kata ya kita akan menjadi kesempatan yang menggairahkan. Beberapa bisa mengharuskan kita menerima diri sendiri, situasi-situasi atau orang lain sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita harapkan. Dan berkata ya bisa menyakitkan meskipun merupakan keputusan yang tepat, seperti saat mengakhiri hubungan yang berbahaya, mengampuni orang yang menyakiti kita, atau memberikan waktu atau sumber daya kita yang terbatas.

Dalam situasi-situasi seperti ini, cobalah memberi izin secara aktif pada kehadiran dan tindakan Tuhan dalam hidup Anda. Tradisi iman tertentu memakai Welcoming Prayer sebagai cara menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Jika Anda ingin mencobanya, Welcoming Prayer terdiri dari tiga langkah:

  • Amati perasaan-perasaan Anda. Bagaimana yang Anda rasakan saat ini? Adakah sesuatu yang Anda pikirkan?
  • Terimalah perasaan-perasaan Anda. Ini tidak berarti memaklumi atau mendukung emosi-emosi negatif. Menerima di sini berarti menyetujui bahwa perasaan Anda itu nyata dan ada dalam kehidupan Anda. Anda bisa berkata, misalnya, “Tuhan, Engkau melihat kegelisahanku.”
  • Anda bisa berkata, “Tuhan, aku menyerahkan kegelisahanku kepada-Mu.”

Tetaplah Mendengarkan

Apapun kecenderungan Anda—entah Anda cepat berkata “tidak” atau cepat menyergap setiap kesempatan – hidup yang seimbang adalah pengejaran yang berharga. Dan pada dasarnya, membuat keputusan yang bijak adalah tentang satu hal: mendengarkan Tuhan. Semakin Anda berlatih mendengarkan suara Roh Kudus, semakin baik kemampuan Anda untuk mendengarkan Dia. Pada musim tertentu, pertumbuhan itu akan lambat, tetapi pada musim yang lain, akan melaju cepat.  Tetapi dalam semua usaha kita, kabar baiknya adalah, sekalipun kita membuat kesalahan, Tuhan ada di sana bersama kita. Dan Dia tidak menyesalkan kita karena telah melakukan yang terbaik untuk mengikut Dia, sekalipun kita bimbang. Jangan takut. Kasih-Nya selalu menyertai hidup Anda.