Begitu Banyak Waktu
Dapatkan keterlibatan yang berlebihan di komunitas iman kita mencegah orang lain untuk menaati Amanat Agung?
Oleh Daniel Darling
“Memuridkan bukan tugas pendeta semata, ini adalah tugas seluruh jemaat,” saya telah mengatakannya untuk kesekian kalinya dalam suatu khotbah tentang pemuridan. Saat khotbah saya selesai, saya kembali ke auditorium, sebagaimana yang saya selalu lakukan, untuk menyalami jemaat yang keluar.
Saya tidak akan pernah lupa wajah salah satu anggota jemaat yang setia. Itu adalah wajah kelelahan yang disebabkan oleh pelayanan. Kami baru saja menyelesaikan suatu seri proyek pelayanan sepanjang minggu, dan wanita ini mencerminkan kelelahan yang dirasakan jemaat kami. Ia tidak berkata apapun pada saya, namun kombinasi dari wajah lelahnya dan khotbah yang baru saja saya sampaikan dipakai oleh Tuhan untuk berbicara dengan kuat kepada jiwa saya. Mungkin alasan jemaatmu tidak memuridkan karena kamu terus membuat mereka terlalu sibuk dengan aktivitas gereja.
Itu adalah pil yang sulit untuk ditelan oleh kebanyakan pendeta. Khususnya bagi para pemimpin seperti diri saya, yang senang membuat rencana dan bermimpi. Maksud saya baik: saya ingin melakukan semampu saya untuk memperlengkapi umat Tuhan melalui pelatihan, kelompok kecil, dan sekolah Minggu. Kerinduan saya adalah untuk memfasilitasi waktu persekutuan dan kebersamaan melalui beberapa acara makan malam dan saling berbagi pengalaman. Dan saya ingin mengadakan beberapa kegiatan yang atraktif yang akan menarik masyarakat untuk menjadi audiens Injil.
Yang saya tidak sadari, hingga titik ini, adalah betapa berat jadwal super ambisius saya bagi orang-orang yang memang telah sibuk. Tidak hanya hal itu menguras sukacita mereka dan merampok kebutuhan istirahat dan meditasi dari mereka, ia juga mencuri waktu yang berharga – waktu yang dapat dipergunakan untuk mengejar hubungan dengan sesama di dalam komunitas.
Inilah yang seringkali tidak dipahami oleh seorang profesional gereja seperti saya. Kita menghabiskan karir kita di dunia pelayanan, memikirkan dan bermimpi untuk membangun gereja Kristus. Namun mereka yang tidak bekerja penuh waktu di lingkungan ini – hampir di semua gereja – harus bekerja untuk waktu yang lama di tempat kerja mereka sekaligus melakukan banyak pengorbanan untuk menjadi setia kepada kalender gereja. Kita telah terisolasi dari kehidupan nyata yang dijalani sebagian besar orang awam Kristen dan masih bertanya-tanya mengapa mereka tidak melakukan pemuridan secepat yang kita harapkan dari mereka.
Pikirkan seorang supir truk yang bekerja 70 jam seminggu dan masih menghadiri semua ibadah dan menjadi sukarelawan di berbagai acara gereja sepanjang minggu – apakah kita membebaskan dia untuk melakukan tugas Injil di lingkungan rumahnya? Bagaimana dengan ibu rumah tangga yang sibuk mengurusi jadwal pendidikan anak-anaknya, ditambah les musik dan kegiatan olahraga – bukankah kita meminta terlalu banyak darinya di gereja dengan mengabaikan keluarga dan teman-temannya?
Para pendeta memiliki hak untuk memberikan tantangan bagi urusan jemaatnya, mendorong mereka untuk memilih yang terbaik di atas yang baik, untuk menerapkan Injil ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tapi mungkin kita pun harus menerapkan pisau bedah rohani yang sama kepada kalender gereja kita, menghilangkan hal-hal yang baik-tapi-bukan-yang-terbaik, dan membiarkan jemaat kita cukup bernafas untuk menjalani kehidupan yang menarik bagi mereka yang tidak mengenal Yesus.
Terkadang kita menyampaikan dua pesan yang saling bertentangan. Dari mimbar kita berkata: “Jadilah seorang penginjil, bangunlah hubungan dengan sesama, bina pertemanan, lakukan pemuridan,’ namun kalender gereja kita berkata, “Hadirilah setiap acara gereja, karena disinilah satu-satunya tempat dimana pelayanan terjadi. Abaikan memberi waktu Anda kepada orang lain demi kerajaan Allah.”
Setiap gereja memiliki penekanan yang berbeda, sehingga tidak ada standard kaku tentang berapa persisnya kegiatan yang seharusnya dimiliki gereja bagi jemaatnya. Namun ketika para pendeta mengumpulkan timnya untuk merencanakan kegiatan gereja, mereka harus bertanya kepada diri mereka sendiri: apakah jadwal kita menolong atau malah merintangi penggenapan Amanat Agung?