Bersaksi Dari Rumah

(Kayla Yiu)

Injil bukan hanya hal yang perlu diberitakan “di luar sana” tetapi juga disampaikan tepat di mana Anda berada.

Virus corona menjauhkan saya dan suami dari banyak hal, tetapi tidak dari tetangga-tetangga kami. Ketika kami berjalan menyusuri kompleks pada malam-malam tertentu, teman-teman kami juga tampaknya sama bersemangatnya dengan kami untuk mencari udara segar dan kesempatan bertatap muka. Mereka ada yang menyirami tanaman, mengajak anjing jalan-jalan, atau duduk di teras dengan posisi menghadap ke jalan, siap dan terbuka menghadapi orang-orang yang lewat.

Suatu malam, Megan tentu sudah melihat kami datang, karena ia muncul tepat pada saat kami melewati rumahnya. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya untuk menyambut kami. Kami lalu bercakap-cakap tentang tantangan-tantangan dalam menyesuaikan diri dengan suasana tinggal di rumah saja dan ketidakpastian ekonomi —hal-hal yang sebelumnya tak pernah dibuka namun kini telah menjadi keluhan umum. Kami bergurau tentang betapa kotornya rumah kami sekarang karena kami tahu tidak akan ada tamu yang datang.

Dalam beberapa hal, Megan lebih siap dibanding kebanyakan dari kami untuk hidup terisolasi di dalam rumah – ia baru saja menjalani satu tahun pengobatan untuk penyakit kanker langka, yang ia dapatkan ketika ia dan suaminya berusaha untuk memiliki anak. Tetapi dalam beberapa hal lain, ia lebih kecewa – karena empat minggu sebelumnya ia sebetulnya baru saja kembali bekerja, tetapi karena masalah imunitas tubuhnya ia harus kembali tinggal di rumah. Itulah salah satu momen yang membuat tubuh dan perasaan saya ikut sakit dan rindu menggapai harapan dan kesembuhannya dengan cara yang paling tak berdaya —andai saja hati saya dapat melompat dan merangkul hatinya. Tetapi hal terbaik yang dapat saya lakukan adalah mendengarkan dan menanggapi, berduka bersamanya dan menunjukkan belas kasih.

Saya banyak berpikir tentang Megan, bertanya-tanya apakah saya perlu melakukan sesuatu yang lebih atau lebih baik. Tidak sukar bagi saya untuk melakukan percakapan semacam itu dan melihatnya sebagai suatu kesempatan. Memasukkan namanya dalam daftar bersama orang-orang lain yang akan diberkati dengan mengenal Yesus—menempatkan seluruh interaksi kami sebagai batu loncatan kepada tujuan akhir keselamatannya. Saya sudah terlalu biasa mendengar kisah-kisah pertobatan yang cepat dan taktis, gerak-gerik dramatis tentang kasih dan pelayanan yang bisa jadi sulit untuk menggambarkan “kesaksian” sebagai sesuatu yang lain.

Tetapi dengan keadaan kesehatan, rancangan-rancangan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan latar belakang akademik kami, kesempatan-kesempatan biasa orang percaya untuk mengasihi orang lain sudah terlempar ke luar jendela akibat virus ini. Sebelumnya, saya akan datang ke gereja, mendaftar untuk melayani dalam salah satu pelayanan, atau menjadi sukarelawan bersama lembaga nirlaba setempat, tetapi isolasi telah mengubah segalanya. Bagaimana kami membawa pengharapan dan kasih kepada dunia tanpa struktur itu?

Saya pikir saya sedang mengalami langsung hal yang pernah diajarkan Dr. Stanley: “Kita dipanggil untuk membawa berita Injil yang tidak berubah kepada orang-orang di sekitar kehidupan kita. Anda mungkin tidak menganggap diri Anda sebagai misionaris, tetapi setiap orang percaya memiliki peran dalam menunaikan Amanat Agung. Di mana Anda berada, di situlah tempat Anda dipanggil untuk menjadi saksi Kristus.” Jika hal itu benar, maka kondisi-kondisi saat ini—yang masih dikuasai virus—sedang memperluas pemahaman saya tentang memberitakan Injil.

Sebagai contoh, saya sekarang menghabiskan waktu 24 jam hampir setiap hari bersama suami saya. Meskipun kami di rumah bekerja di ruangan yang berbeda, tetapi kami mencapai level kedekatan terus-menerus yang tak pernah dialami orangtua saya selama hampir 40 tahun pernikahan mereka. Ini membuat kami lebih sulit untuk mengabaikan hal-hal mendasar dan lebih mudah terlibat konflik, meskipun itu juga berarti pengampunan selalu ada di depan mata. Di atas segala hal itu, suami saya memiliki kursi di barisan depan untuk mengerjakan kasih karunia Tuhan dalam diri saya, dalam hal yang baik atau pun buruk. Bukankah ini merupakan kesaksian paling kuat yang saya miliki?

Bagaimana pun, kuasa Yesus di dalam hidup saya tidak hanya berisi momen keselamatan. Dr. Stanley mengajarkan bahwa ada dua macam kasih karunia —kasih karunia yang menyelamatkan (saving grace) yang menuntun kita untuk menerima pengorbanan Yesus, dan kasih karunia yang menopang (sustaining grace) yang mengubah kita menjadi makin serupa dengan Kristus. Kasih karunia yang menopang adalah cara Tuhan bekerja di dalam kita setiap hari, bagaimana kita bertekun. Tuhan yang ada di dalam kitalah yang perlu dilihat oleh orang-orang di dekat kita. Ini penting sekali diingat pada waktu gereja saya tutup dan lingkungan sosial saya berkurang hingga menjadi beberapa orang saja yang tinggal di sekitar saya. Ini berarti Injil tidak terbatas pada program-program dan biadang-bidang pelayanan kita, orang asing atau yang sudah selamat —kasih karunia-Nya yang menopang bekerja tepat di tempat kita berada.

Dan tempat saya berada—sejak awal pandemi ini—adalah di rumah. Membuat masakan bersama keluarga, menyusuri jalan di sekitar, dan berbicara dengan tetangga di teras mereka. Gaya bersaksi saya sebelumnya selalu memakai suatu tempat di dalam kerajaan Tuhan, tetapi sekarang saya belajar mengasihi dan melayani dengan cara lain. Dan ketika saya menengok ke belakang dan merenungkan kuasa Tuhan, saya tahu kasih karunia-Nya dapat diperkenalkan dalam segala situasi- di tempat cuci piring atau pun pada saat teman-teman kami bercerita tentang alat pemotong rumput. Dan saya juga tahu bahwa pada akhirnya, Tuhan sendirilah yang menyelamatkan.

Semakin saya mengingat hal ini tentang Dia, semakin kurang saya mencemaskan tentang mengupayakan cara untuk menunjukkan kebaikan Tuhan pada Megan, atau pada tetangga kami yang lainnya. Banyak karya penyelamatan Tuhan yang kita baca di Alkitab terjadi secara perlahan melalui periode waktu yang lama, dan saya tidak terkejut jika hal yang sama terjadi saat ini ketika kita dikarantina di rumah. Dan ini mungkin berarti diperlukan waktu lima tahun untuk berjalan di waktu malam dan bercengkerama dengan tetangga sebelum Megan dapat memercayai saya sebagai sahabat sejati, jika ia pernah melakukannya. Tetapi pada akhirnya saya tahu saya dapat mengandalkan kehadiran Tuhan dalam interaksi-interaksi kami – dan dalam pengungkapan kasih-Nya di mana saja.