Cara Mengatasi Relasi-Relasi Rumit Dalam Hidup Anda

Panduan Sentuhan Hati untuk lebih sehat rohani – Liuan Huska dan Staf In Touch Ministries

Pernahkah Anda merasakan ketakutan yang menusuk-nusuk saat memikirkan berada di dekat orang tertentu? Atau Anda mungkin memiliki harapan yang tinggi untuk berinteraksi dengan seseorang, tetapi berakhir dengan perasaan tidak nyaman, cemas, dan lebih buruk tentang segala sesuatu. Jika perasaan seperti ini terus terjadi, interaksi Anda dengan orang itu kemungkinan tidak sehat. Meski menyedihkan, hal seperti ini lazim kita alami dalam hidup kita. Tetapi situasi seperti itu harus diatasi—dan langkah pertama untuk memiliki relasi yang sehat yang menghormati martabat Anda sendiri adalah menyadari jika interaksi dengan orang tertentu itu negatif.

Ini tidak mudah. ​​Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi seperti Kristus mengasihi kita. Namun terkadang kita menyalahartikan panggilan ini sebagai keharusan untuk selalu tersedia dan terbuka pada orang lain, sekalipun orang itu telah berulang kali menyakiti kita. Kita harus ingat bahwa Yesus memanggil kita untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Markus 12:31). Mengasihi diri sendiri dan melindungi diri dari pola-pola yang melukai akan membuat kita dapat mengasihi sesama dengan lebih utuh.

Beberapa relasi benar-benar toksik dan membahayakan, dan itu harus ditangani dengan bantuan profesional. Tetapi untuk yang lain-lainnya, seperti: anggota keluarga yang Anda kasihi namun selalu merendahkan Anda dengan kata-katanya, sahabat yang menghakimi pilihan Anda dengan kasar, rekan kerja yang merebut semua pujian—untuk situasi-situasi rumit semacam ini, kita perlu panduan untuk bisa melangkah maju. Itu sebabnya kami membuat panduan ini—untuk memberi Anda sarana menavigasi relasi-relasi yang rumit dengan cara yang sehat dan menghormati kedua belah pihak. Mungkin relasi itu tak pernah sepenuhnya pulih atau benar-benar sehat, tetapi kami ingin membantu Anda memikirkan cara mengatasi situasi pelik itu. Harapan kami Anda akan merasa dibekali untuk menghadapi pola-pola yang tidak sehat dan pemulihan terjadi dalam bentuk apa pun.

Amati dan Kenali Polanya

Ketika Anda mulai menyadari bahwa berada di dekat teman atau anggota keluarga tertentu selalu membuat Anda merasa sengsara, langkah pertama adalah mengamati lebih cermat apa yang terjadi. Tarik napas dalam-dalam dan bersandarlah pada Roh Kudus, yang ada bersama Anda. Kemudian, periksalah pola interaksi Anda yang tidak beres. Anda mungkin perlu melakukan hal ini di depan sahabat yang dapat dipercaya, pendeta, atau konselor. Terkadang mendengar pendapat dari orang lain bisa membantu Anda melihat perilaku yang tidak sehat itu apa adanya. Pikirkanlah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  • Hal-hal apa yang dilakukan atau dikatakan (atau tidak dilakukan/dikatakan) orang itu yang terasa menyakitkan bagi Anda?
  • Dalam situasi apa perilaku negatif ini muncul?
  • Bagaimana perilaku itu memengaruhi Anda? Bagaimana dampaknya pada relasi Anda?
  • Adakah hal yang mungkin Anda lakukan atau tidak lakukan yang mendorong munculnya perilaku itu?

Saat Anda mulai mengamati pola-pola yang tidak sehat, ini membuat jarak antara Anda dan orang atau situasi itu yang sebelumnya tidak berjarak. Ini memberi sedikit ruang untuk Anda bernapas dan menyadari bahwa Anda bukan tidak berdaya. Dengan kuasa Kristus di dalam Anda, Anda punya kemampuan untuk merespons dengan cara yang penuh kasih, menyembuhkan, dan memberi-hidup.

Perlu juga diingat bahwa pola-pola relasional tidak hanya terjadi secara interpersonal, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Kita semua terluka oleh peristiwa-peristiwa yang berada di luar kendali kita—politik yang memecah belah, diskriminasi, perang, kekerasan, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan standar kesuksesan duniawi atau kesalehan agamawi yang kaku. Dengan kata lain, dosa telah memengaruhi semua level relasi, dari yang interpersonal hingga sosial/masyarakat. Orang yang ada di hadapan Anda juga telah terluka dan terdampak oleh dosa. Jika kita menyadari hal ini, kita akan memahami bahwa perilaku negatif orang lain bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dan perlu dipertimbangkan. Ia masih bisa diperbaiki. Karya penebusan Kristus masih bisa terjadi dalam hidup orang ini, dalam relasi Anda dan komunitas yang lebih luas.

Tetapkan Batasan yang Sehat

Setelah mengenali pola-pola yang tidak sehat, kita dapat bertindak untuk meminimalkan dampaknya pada kita. Kita dapat menetapkan batasan dalam berelasi dengan orang itu dan memilih keterlibatan yang dapat ditangani. Hal ini bisa sangat tidak nyaman jika Anda terbiasa mengiyakan segala permintaan teman atau anggota keluarga Anda itu. Anda mungkin merasa seperti tidak mengasihi. Tetapi, ingatlah perintah Kitab Suci ini: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Markus 12:31). Menetapkan batasan yang sehat itu bijak dan kasih.

Orang cenderung menganggap batasan relasi itu seperti tembok batu yang sepenuhnya menutup diri dari seseorang. Tetapi, cobalah bayangkan batasan pribadi Anda itu seperti pagar dengan pintu gerbang. Ada saat untuk membuka pintu dan mempersilakan orang masuk, dan ada pula saat menutup pintu demi kesejahteraan mental, emosional, dan fisik Anda. Anda berhak mengatur pintu itu menurut yang Anda pandang baik.

Sebagai contoh, Anda bisa menolak undangan dan permintaan tertentu atau menerimanya secara “terbatas”:

  • “Ya, saya akan mengunjungi Anda, tetapi saya harus pergi setelah satu jam.”
  • “Baiklah, kita akan datang ke acara Pengucapan Syukur, tetapi kita harus menyepakati sebelumnya bahwa kita tidak akan membahas politik.”
  • “Tentu, kita bisa ngobrol, tetapi tolong jangan bicara tentang [penampilan saya, pasangan saya, gereja kita, kelompok orang tertentu, dll.]. Jika Anda mulai melakukan itu, saya harus pergi.”

Orang itu mungkin akan kecewa dan meminta Anda menjelaskan. Berdoalah minta Tuhan memberi kepekaan tentang seberapa jauh yang harus dijelaskan. Terkadang percakapan yang jujur bisa mengubah pola, jika orang itu mau terbuka. Di lain waktu, Anda mungkin akan menghadapi sikap defensif dan kemarahan. Jika Anda merasa percakapan itu tak ada gunanya, Anda bisa mengutarakannya. Anda tidak selalu perlu menjelaskan mengapa Anda menetapkan batasan. Anda cukup menetapkannya, dengan tegas dan penuh kasih.

Temukan Cara untuk Melepas Luka/Kesakitan

Dalam relasi yang tidak sehat, kita pasti terdampak oleh luka dan kesakitan orang lain. Ini bagian dari pengalaman yang manusiawi. Namun, kita tak perlu terpancang pada luka akibat pola-pola relasi negatif yang lama. Kristus telah menanggung beban dosa kita (1 Petrus 2:24). Kita tak perlu lagi menanggungnya sendiri, tetapi dapat melepasnya kepada Juru Selamat kita yang pengasih.

Bagaimana kita dapat mempersilakan Yesus menanggung beban-beban relasi kita? Berikut ini ada beberapa saran praktis. Karena tubuh dan jiwa kita saling terkait, latihan fisik maupun mental dapat menjadi bagian yang penting dalam penyembuhan seluruh diri kita.

  • Bagikan pikiran-pikiran Anda kepada orang Kristen yang dapat dipercaya. Izinkan tubuh Kristus ikut menanggung beban ini bersama Anda (Galatia 6:2).
  • Lakukan gerakan penyembuhan. Gerakan ini bisa berupa berlari, berjalan menyusuri pepohonan, menari, atau bentuk-bentuk latihan lain yang terasa nyaman bagi Anda. Seperti yang sering dikatakan seorang teman konselor, “Kita menyimpan issues (masalah) di jaringan tubuh (tissues) kita.” Pakar trauma Bessel van der Kolk memiliki cara pandang lain yang berguna tentang hal ini. Dalam buku yang diberinya judul yang sama, ia menjelaskan “The Body Keeps The Score” (Tubuh Menyimpan Catatan – pengalaman, trauma, dll). Ketika kita menghadapi sesuatu yang menyakitkan atau mengancam, tubuh kita merespons dengan hentakan kimiawi yang umumnya dikenal sebagai “respons melawan atau lari.” Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita tak perlu lagi lari dari predator ganas seperti harimau, tetapi latihan bergerak dapat membantu tubuh kita memproses zat-zat kimia ini kembali kepada keadaannya yang tenang/seimbang dan bukan selalu dalam keadaan waspada.
  • Cobalah ekspresi-ekspresi kreatif. Ini bisa berupa menulis jurnal, membuat kerajinan tangan, atau memainkan alat musik. Berilah diri Anda ruang, melalui media seni yang Anda sukai, untuk memproses beban relasional di hadapan Tuhan—tidak hanya secara logis dengan otak Anda tetapi juga secara intuitif dengan seluruh diri Anda.
  • Refleksikan—dengan imajinasi Anda. Dalam buku anak-anak yang berjudul Isaiah and the Worry Pack (Yesaya dan Beban Kecemasan), penulis Ruth Goring menggambarkan kekuatan “bertemu Tuhan melalui cerita imajinatif yang terbuka.” Dalam buku itu, seorang anak laki-laki yang cemas menunjukkan pada Yesus ranselnya yang berisi balok-balok, simbol dari semua kecemasannya. Dan ia akhirnya bisa tertidur.

Berikut ini ada beberapa ide untuk membantu Anda mencoba refleksi semacam ini:

  • Bagaimana jika Anda membayangkan diri Anda sedang bersama orang yang relasinya rumit dengan Anda, lalu tiba-tiba Yesus bergabung dengan Anda berdua? Dalam bentuk apa hal yang negatif itu akan muncul? Apa yang akan dilakukan Yesus sehubungan dengan hal itu?
  • Bagaimana Yesus akan berinteraksi dengan teman atau anggota keluarga Anda?
  • Bagaimana Yesus akan berinteraksi dengan Anda? Bagaimana Anda akan menanggapinya?

Betapapun rumitnya situasi itu, Kristus berkata kepada setiap kita, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah gandar yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab gandar yang Kupasang itu menyenangkan dan beban-Ku pun ringan” (Matius 11:28-30). Undangan Yesus tidak selalu berarti Dia akan mengubah orang yang menyakiti Anda, tetapi Dia berjanji menolong Anda menjalani situasi itu.

Ingat, relasi itu rumit, dan tidak ada solusi mudah dan instan untuk pola-pola tidak sehat apa pun yang mungkin kita hadapi. Namun, kita tak perlu tergesa-gesa. Sesungguhnya Tuhan akan mendorong kita untuk bertindak “secara perlahan namun pasti” – untuk memulai suatu tindakan dengan hati-hati, menanti dengan tenang dan sabar, dan percaya kepada-Nya. Jadi, Anda bisa memulai dengan meninjau perasaan Anda yang cemas di hadapan orang itu. Keesokan harinya, Anda bisa mengambil langkah selanjutnya dan berdoa memohon hikmat untuk mengenali batasan, dan seterusnya. Hanya itu yang bisa kita lakukan—selebihnya terserah Tuhan.

Saat kita menyerahkan relasi kita yang tegang, kesakitan, dan beban-beban kita kepada-Nya, kita akan menemukan kelegaan dan ketenangan yang sebelumnya tidak ada. Kita akan menemukan opsi-opsi dalam relasi yang dulunya terasa buntu, dan kita akan dapat mendekati teman dan anggota keluarga dengan cara yang lebih sehat dan memberi-hidup—cara-cara yang pada akhirnya mengarah kepada Kristus.