Cuci Tanganmu
(Joshua Ryan Butler)
Mengapa Alkitab sangat seringmembicarakan kebersihan?
Anak-anak saya tidak suka mencuci tangan. Jari-jari mereka bisa lengket dengan lumpur setelah bermain di luar rumah, dan mereka masih terus bersitegangdengan saya soal cuci-mencuci tangan sebelum makan. Ketika mereka duduk di depan meja makan, saya akan bertanya, “Kalian sudah cuci tangan apa belum?” Dan bahkan ketika mereka menjawab sudah, saya akan tetap menghidu telapak tangan mereka untuk memastikan. Saya bukan fobia kuman. Saya memerhatikan kebersihan mereka karena saya peduli dengan kesehatan mereka.
Demikian pula, Tuhan memerhatikan kesucian hidup kita karena Dia peduli pada kita. Dia ingin kita sehat secara jasmani dan rohani. Sayangnya, kata kesucian saat ini sering dimuati konotasi negatif seperti “sombong,” “kaku,” atau “puritan.” Padahal, penelitian yang lebih dalam tentang kata Ibrani untuk “suci” dan “bersih” (niqqayon dan naqiy) menunjukkan tentang Tuhan yang peduli pada yang lebih dari sekadar kesehatan yang baik.
Alkitab sering memakai gambaran tangan yang bersih untuk melambangkan kehidupan yang penuh integritas moral. “Aku membasuh tanganku tanda tak bersalah, “ pemazmur berkata, “Lalu berjalan mengelilingi mezbah-Mu, ya TUHAN” (Mazmur 26:6). Daud juga bertanya, “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?” yang kemudian dilanjutkan dengan jawaban pertanyaannya sendiri, “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu” (Mazmur 24:3-4). Perhatikan bagaimana tangan yang bersih dihubungkan dengan hati yang murni dan dapat masuk ke hadirat Tuhan. Itulah sebabnya, ketika Asaf menderita sebagai orang benar dan melihat kemakmuran orang fasik di sekitarnya, ia menaikkan nyanyian yang bernada protes, “Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah” (Mazmur 73:13).
Gambaran tentang tangan yang bersih dan hati yang murni berbicara tentang hidup yang berintegritas ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bukan hanya mengenai tindakan atau perbuatan kita tetapi juga motivasi-motivasi kita. Renungkan misalnya kisah raja Abimelekh. Raja itu didatangi dan ditegur Tuhan ketika ia hendak tidur dengan Sarah, istri Abraham. Tetapi ia langsung protesbahwa Abraham yang berbohong padanya dengan mengatakan Sarah itu saudaranya. Jadi di sini Abimelekh dapat berkata dengan benar bahwa ia bertindak dengan “hati yang tulus dan tangan yang suci” (Kejadian 20:5). Tidak seperti anak-anak saya yang sering berbohong tentang tangan mereka yang bersih, raja itu mengatakan kebenaran.
Mencegah penularan
Kepedulian Tuhan dalam hal kesucian bukan hanya untuk kebaikan kita, tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita. Penyakit akan menyebar dengan cepat di dunia kuno. Pada zaman sebelum obat-obatan dan vaksin modern ditemukan, kesehatan yang baik sangat penting untuk mencegah penularan penyakit. Itu sebabnya kesucian menjadi gambar yang tepat pada saat mencuci tangan bukan saja merupakan hal yang cerdas untuk dilakukan tetapi juga masalah hidup dan mati.
Hal ini membantu kita memahami beberapa peraturan penyucian di Perjanjian Lama, yang tidak hanya berurusan dengan ketidaksucian moral tetapi juga ketidaksucian fisik yang sesungguhnya. Orang dengan kondisi-kondisi seperti menderita penyakit kusta atau penyakit menular lainnya harus berseru “Najis!” ketika ada orang lain mendekat (Imamat 13:14). Ini seperti karantina versi kuno, untuk melindungi kesehatan masyarakat yang lebih luas dari wabah penyakit atau epidemi.
Demikian pula, dosa moral bisa menyebar dan memengaruhi orang-orang di sekitar kita dengan cara yang berbahaya. Sambil menyebut Israel “tidak dapat disucikan,” nabi Hosea mengeluh bahwa mereka telah “menolak yang baik” (Hosea 8:3,5) dengan menyembah berhala dan melanggar hukum Tuhan. Dosa itu seperti kobaran api berbahaya yang dapatmembinasakan komunitas Tuhan; dan kesucian berusaha menjaga kobaran api itu tetap terkendali. Ketika kita berdosa, daya rusak tindakan kita dapat memengaruhi orang-orang di sekitar kita. Ingat Akhan, yang mencuri barang jarahan yang tak boleh diambil di Yerikho. Setelah ia dan keluarganya dihukum mati atas kesalahannya, seluruh Israel harus membasuh dan menguduskan diri mereka untuk menyingkirkan noda kesalahan dari tengah-tengan mereka (Yosua 7:13).
Membasuh juga merupakan gambaran tentang menyiapkan diri untuk bersekutu dengan Tuhan. Bangsa Israel secara teratur diperintahkan untuk membasuh dan menyucikan diri mereka sebagai persiapan mengikuti upacara-upacara suci (Keluaran 19:10,14; 1 Samuel 16:5). Demikian pula ketika para imam Israel diperintahkan untuk “menyucikan diri” dan “tidak menyentuh hal yang najis” karena mereka adalah orang-orang yang sedang bersiap untuk “mengangkat perkakas rumah Tuhan” (Yesaya 52:11). Barar, kata Ibrani lain untuk “suci,” dipakai di sini, tetapi konsepnya tetap sama. Mereka dibasuh untuk dikhususkan bagi pengabdian kudus di hadapan Tuhan.
Ternyata ada kebenaran tertentu dalam pepatah lama “Kebersihan bersebelahan dengan kesalehan.” (Perkataan ini sebenarnya diambil dari khotbah John Wesley tahun 1778). Kita bukan harus membersihkan diri sampai cukup baik untuk dapat disertai Tuhan. Tetapi, tujuan Tuhan menyucikan kita adalah supaya kita dapat bersama Dia dalam kepenuhan hidup yang diciptakan-Nya untuk kita – kehidupan dalam hadirat-Nya yang kudus.
Bersih di dalam
Mana yang lebih penting—tangan yang bersih atau hati yang murni? Yesus membuat jelas bahwa yang di dalam lebih tinggi prioritasnya. Di dalam Markus 7, orang-orang Farisi menegur murid-murid Yesus yang tidak mencuci tangan sebelum makan. Yesus menjawab mereka dengan berkata, “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya” (Markus 7:14-15). Beberapa ayat selanjutnya Yesus menjelaskan bahwa apa pun yang Anda makan akan masuk ke perut, bukan ke hati. Tetapi hal-hal jahat yang keluar dari Anda berasal dari hati Anda – dan ini sangat memprihatinkan.
Yesus tidak mengatakan kebersihandiri itu tidak penting. Dia hanya menegaskan bahwa kondisi hati jauh lebih penting. Hati adalah tempat duduk kasih Anda, yang menghadap kepada yang paling Anda sukai. Hati juga tempat munculnya kejahatan ketika kita memberontak kepada Tuhan dan menyerahkan diri kita kepada hal-hal yang dilarang-Nya. Membiarkan kasih kita menjadi kacau dapat mencemari kita dengan cara yang berakibat kekal.
Hati kita menjadi cemar dan kotor akibat daya rusak dosa,oleh karena itu kita harus merawat dengan menyucikannya seperti kita mencuci tangan kita. Bagaimana hal ini dilakukan? Sebuah lagu klasik menunjukkan caranya: “There is a fountain filled with blood drawn from Immanuel’s veins, and sinners plunged beneath that flood lose all their guilty stains.” (Ada air mancur darah yang mengalir dari pembuluh darah Immanuel, dan orang-orang berdosa yang mencelupkan diri dalam genangan darah itu akan kehilangan semua noda dosa mereka). Sebuah gambaran yang aneh: bukankah darah cenderung mengotori pakaian kita daripada membersihkannya? Tetapi darah Yesus bekerja sebaliknya: kasih pengorbanan-Nya bagi kita, melalui salib, memiliki kuasa untuk membasuh dan membersihkan kita seluruhnya. Kuasa yang lebih dahsyat dari deterjen mana pun. Itulah sebabnya rasul Yohanes meneguhkan kita bahwa darah Yesus “menyucikan kita dari segala dosa” (1 Yohanes 1:7). Yesus datang bukan hanya untuk membuat kita cantik dari luar; Dia juga ingin menyucikan kita di bagian-bagian terdalam diri kita.
Jadi, mengapa tidak datang kepada-Nya meminta belas kasihan? Dia menawarkan solusi ini secara cuma-cuma. Persoalan nyatanya hanya satu: berpura-pura sudah bersih. Atau seperti kata Yohanes, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:8-9). Karena itu, jangan berlaku seperti anak-anak saya dan berpura-pura Anda tak perlu dibasuh. Datanglah pada Dia yang dapat menyucikan dan membuat Anda bersih seluruhnya.