Di Atas Landasan Kasih

(Charles F. Stanley)
Apakah Anda merindukan sahabat sejati? Jika ya, singsingkan lengan baju Anda. Persahabatan sejati memerlukan usaha.

Saya diberkati karena memiliki sahabat yang selalu ada pada saat saya membutuhkannya. Ketika saya menghadapi tantangan atau bergumul dengan suatu keputusan, ia pasti akan menelepon atau mengunjungi saya. Orang ini menghibur saya ketika saya sedih, memberikan perspektif lain tentang situasi saya, dan mendorong saya untuk percaya pada Tuhan. Saya sangat bersyukur Tuhan mempertemukan kami. Tetapi, saat memikirkan tentang persahabatan kami, saya sadar bahwa semua itu tidak terjadi begitu saja. Kami sama-sama perlu berusaha untuk saling berinvestasi dalam kehidupan satu sama lain.

Bukankah Anda setuju bahwa sahabat-sahabat itu berharga dan perlu dimiliki? Kita kadang tidak menyadari betapa berharganya mereka sampai kita mengalami suatu masa ketika kita tidak memiliki siapa-siapa. Tuhan menciptakan kita untuk hidup bersama orang lain dalam relasi-relasi yang erat, dan jika hal itu tidak ada, hidup kita akan terasa hampa. Jika Anda memiliki persahabatan yang memuaskan, bersyukurlah atas orang itu, dan jangan pernah menyia-nyiakannya. Sebaliknya, jika Anda merindukan sahabat, saya akan mendorong Anda untuk memintanya kepada Tuhan. Dan kemudian bersedia melakukan segala yang diperlukan untuk mengokohkan ikatan itu.

Balok-balok Bangunan Persahabatan

Persahabatan itu ibarat proyek bangunan, yang harus dibangun dari unsur-unsur yang tepat dan dengan perhatian yang cermat, jika hendak bertahan lama. Nasihat dalam Amsal 24:3-4 berlaku untuk persahabatan maupun arsitektur: “Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik.” Seperti rumah yang kita diami, setiap persahabatan itu unik. Tetapi ada lima komponen yang sama untuk semuanya.
Waktu

Meski mungkin ada orang-orang tertentu yang dengannya kita bisa langsung merasa dekat, satu-satunya cara untuk benar-benar mengenal seseorang adalah dengan menghabiskan waktu bersama. Salah satu masalah dalam masyarakat kita saat ini adalah banyak orang terlalu sibuk untuk melakukan hal yang sangat mendasar ini. Jika kita mendapati diri kita berada dalam situasi ini, kita mungkin perlu mengorbankan hal tertentu dari kalender kita agar dapat memberi ruang dan waktu bagi sahabat kita. Kita juga harus fokus untuk membangun relasi dengan satu atau dua orang saja. Tujuannya agar dapat mengenal sedikit orang dengan sangat baik dan bukan sekadar memiliki banyak kenalan.

Keterbukaan

Untuk membangun kedekatan dengan orang lain, kita harus terbuka dan bersikap apa adanya. Tanpa keterbukaan, relasi tidak akan bertumbuh. Meskipun awal persahabatan biasanya dicirikan dengan percakapan tentang minat yang sama, dalam perkembangannya, interaksi harus menjadi lebih personal. Alih-alih berusaha tampak kuat dan percaya diri setiap waktu, sahabat yang jujur mengungkapkan berbagai pergumulan dan kelemahan mereka. Mereka datang kepada satu sama lain bukan hanya untuk mendapatkan penghiburan, pertolongan atau dukungan, tetapi untuk berbagi suka dan duka.

Ada saatnya ketika saya hanya perlu mencurahkan beban hati saya dengan menceritakannya kepada seorang sahabat. Meskipun situasi saya tidak berubah, pandangan saya mulai berubah. Ia menolong saya memandang ke atas dengan mengingatkan saya pada tujuan-tujuan, janji-janji dan jalan-jalan Tuhan. Jika saya hanya terus memendamnya sendirian, stres saya bertambah. Namun setelah saya mengungkapkannya, iman saya dikuatkan, dan saya merasa memiliki pengharapan lagi.

Perhatian

Membangun persahabatan yang langgeng membutuhkan sikap yang tidak mencari keuntungan sendiri. Ini berarti kita tidak berfokus pada apa yang bisa kita dapatkan dari relasi itu, tetapi pada apa yang dapat kita berikan. Sebagai contoh, ketika bertemu untuk makan siang, Anda bisa mengusulkan untuk makan masakan Menado karena sahabat Anda menyukainya, sekalipun Anda sendiri sebenarnya lebih suka masakan China. Perhatian dapat diungkapkan dengan berbagai cara – melalui pelukan, kartu ucapan terimakasih, panggilan telepon, hadiah kecil, atau bahkan pesan teks. Dan percayalah pada saya, sebuah perhatian kecil benar-benar bisa melakukan banyak hal.
Terkadang situasi yang terjadi benar-benar menantang kita untuk mengesampingkan keinginan dan kepentingan kita sendiri. Sebagai contoh, bagaimana respons Anda jika sahabat Anda dengan bersemangat bercerita bahwa ia dipromosikan di tempat kerja, sementara Anda sudah bekerja keras di pekerjaan lama yang sama selama 12 tahun? Apakah Anda pikir Anda dapat bersukacita atas keberhasilannya dan tidak bereaksi dengan rasa iri atau mengasihani diri? Dengan kekuatan kita sendiri, hal ini tampaknya mustahil, tetapi jika kita hidup dalam Roh, Dia akan memberikan kita hati yang tidak memikirkan diri sendiri, yang dapat mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan kita sendiri (Filipi 2:1-4).

Toleransi

Karena tidak ada orang yang sempurna, persahabatan juga tidak ada yang sempurna. Itu sebabnya kita harus bersedia mengabaikan segala kekurangan, kelemahan dan kebiasaan orang lain yang menjengkelkan. Alih-alih menjadi tidak sabar atau marah dan mengucapkan kata-kata yang akan kita sesali kemudian, lebih baik kita berhenti untuk memikirkan betapa berharganya relasi itu. Sebagai contoh, saya punya teman yang suka mengulang-ulang cerita yang sama. Karena saya mengasihi dan menghargainya, saya akan mendengarkannya dengan penuh perhatian setiap kali ia bercerita tanpa menjadi frustrasi. Ingat, tidak ada yang lebih cepat menghancurkan persahabatan daripada sikap kritis, “tetapi kasih menutupi segala pelanggaran” (Amsal 10:12). Sahabat-sahabat tidak selalu memenuhi segala harapan kita. Mereka mungkin memiliki sikap yang buruk atau mengatakan hal yang tidak kita sukai, tetapi semua itu bukan alasan untuk kita menyerah terhadap mereka.

Kepercayaan

Balok bangunan lainnya yang sangat diperlukan dalam relasi-relasi adalah kepercayaan. Sahabat kita perlu tahu bahwa kita jujur, tulus dan setia – dan mereka dapat percaya bahwa kita “mendukung mereka” dan tidak membicarakan mereka di belakang. Kepercayaan dibangun ketika kita dipercaya tentang suatu hal yang disampaikan dan kita menyimpannya untuk diri kita sendiri saja. Kepercayaan berkembang jika kita berkata akan melakukan sesuatu dan menindaklanjutinya. Dan jika orang lain mengeluarkan komentar yang meremehkan atau pun sindiran halus tentang teman kita, kita harus cepat angkat bicara untuk membelanya.
Namun, jika kita berusaha mengendalikan relasi, atau memanipulasinya untuk mendapatkan yang kita inginkan, kepercayaan akan rusak. Saya mengenal orang-orang yang terlalu posesif dan cemburuan sampai mereka tidak mau ada orang lain yang dekat dengan sahabat mereka. Perilaku seperti itu berakar dari rasa tidak percaya dan akan menghancurkan relasi.

Yang Terbesar dari Semuanya

Kelima unsur ini sangat penting, tetapi ada satu yang lebih penting lagi: kasih adalah landasan yang merekatkan persahabatan. Ketika kita menghabiskan waktu bersama seseorang, kita sedang menunjukkan betapa kita sangat mengasihi dan menghargainya. Hal yang sama berlaku ketika kita memberi perhatian dan keterbukaan, menunjukkan toleransi, dan membangun kepercayaan. Semua tindakan ini menyampaikan dengan sangat kuat kepada seseorang bahwa —“Aku mengasihimu”—dan tidak ada tempat untuk keraguan. Menurut 1 Korintus 13:4-5, kasih itu sabar, murah hati, tidak sombong, sopan, tidak mementingkan diri sendiri dan mau mengampuni. Ketika kita mengizinkan Kristus menyatakan hidup-Nya di dalam kita, kualitas-kualitas ini akan menjadi ciri kehidupan dan interaksi kita. Semua persahabatan akan diperkaya jika kita membiarkan Yesus menjadi Orang Ketiga di dalam relasi itu. Dia memampukan kita untuk setia, dapat dipercaya dan tulus. Jika kita mengundang-Nya ke dalam persahabatan kita, Dia akan menunjukkan perbedaan yang dapat Dia lakukan.