Fondasi Sederhana

(Ann-Margret Hovsepian)

Bertahun-tahun setelah Nenek meninggal, imannyamasih tetap berdampak padasaya.

Ketika nenek saya, Ovsanna, masih hidup, ayah dan ibu bersama sayabiasanya akan singgah di rumahnya dalam perjalanan pulang kami dari mengikuti Pemahaman Alkitab hari Selasa malam. Nenek biasanyaakan duduk di kursi besarnya yang ditutupiselimut kain perca yang unik.Orangtua saya akan duduk di kursi-kursi ruang makan yang berjajar rapi di dekat jendela, sementara saya akan duduk di samping Nenek di sofa tua yang tanpa sandaran. Sebagaimanagayanenek Armenia yang khas, tidak ada yang berpadanan di rumahnya yang penuh pernik-pernik yang selalu berubah itu; tetapi setiap serbet rajutan tangan, patung porselein kecil, dan cuplikan ayat Alkitab dari majalah tertata dengan sangat rapi. Dan Nenek akan berpura-pura tidak melihat ketika saya membuka-buka kotak rotinya (yang sebenarnya tidak pernah berisi roti) untuk mencari kacang atau kue buatan sendiri.

Alih-alih melakukan percakapan ringan, kami akan menceritakan pada Nenek pendalaman Alkitab kami pada malam itu, yang kadang membawa kami kepadadiskusi-diskusi teologi yang mendalam. “Jangan bikin pusing aku dengan hal-hal yang rumit,” Nenek akhirnya akan berkata sambil menggerakkan tangannya seakan ingin menyingkirkan secara fisik segala percakapan tentang doktrin-doktrin yang kontroversial. “Yang perlu kuketahui hanyalah bahwa Yesus sudah mati bagi dosa-dosaku, dan mengikut Dia.”

Kami akan tergelak melihat kegusarannya dan menggodanya sedikit, tetapi kami tahu bahwaNenek benar. Imannya yang teguh kepada Yesus Kristus, yang sesederhana imanseorang anak kecil sudah menjadi lentera selama hampir 70 tahun, yang menunjukkan siapa-yang tahu-berapa banyak orang yang datang kepada Juru Selamat. Nenek tak perlu memahami eskatologi, kepercayaan denominasi yang berbeda-beda, atau apologetika, untuk hidup setiap hari bagi Yesus dan menyembah-Nya.

Nenek adalah salah satu orang yang selamat dari genosida orang Armenia di Turki. Nenek baru berusia 4 tahun ketika ia dan ibunya yang sedang mengandung terus berjalan tanpa alas kaki dan kelaparan selama sebulan menuju ke pelabuhan, untuk kemudian berlayar ke Istambul dan akhirnya ke Yunani. Sebelum berusia 9 tahun, Neneksudah mengalami lebih banyak kekerasan dan perlakuan buruk dari yang mungkin saya alami seumur hidup saya, terlebih yang membuatkaki kanannya lumpuh dari lutut ke bawah. Ia sudah dirampas dari negerinya, dari pendidikannya, masa kanak-kanaknya dan mobilitasnya. Tetapi kecerdasannya tetap utuh, dan ketika ia berjumpa dengan Yesus di usia ke-29, berkat seorang pemuda bernama Vartevar yang memberinya Alkitab Perjanjian Baru, ia menjadi tak bisa dihentikan.

Ovsanna kemudian menikah dengan pemuda itu dan,meski ada yang melihatnya sebagai penghalang, ia berhasil membawa suami dan kedua anaknya (yang sulung adalah ayah saya) melalui kemiskinan pada zaman perang. Kisah-kisah yang ketika sayamasih remaja tidak saya hargai sekarang berbisik pada saya, dan saya berharapsaya dapat mengetahui semua detailnya – bagaimana Nenek dan Kakek mengarungi badai demi badai, baik di Yunani maupun kemudian di Kanada, tempat saya dilahirkan. Saya berharap saya bisa mengetahuisetiap kali Allah lagi-lagi menjawab doa-doa mereka yang berani dan penuh iman. Dangambar di foto-fotoitu – baik yang ada di album-album yangsudah berwarna kekuningan maupun yang ada di benak saya – memberi kesaksian tentang sukacita dan kasih yang mereka bagikan dengan sangat murah hati kepada siapa saja yang mereka jumpai.

Bahkan setelah menjadi janda, Nenek membagikan Injil kepada sebanyak mungkin orang yang bisa ia jangkau – di angkot, Nenek membagikan traktat Kabar Baik kepada si pengemudidalam bahasa yang dipilihnya. Di tempat transit umum, Nenek akan mendatangi orang di dekatnya dan bertanya, “Apakah Anda mengasihi Yesus?” Dan suatu hari orang yang didekatinya itu adalah Thelma, sepupu June, yang mempertemukan kami dengan “Junie.”

Nenekdan Thelma bersahabatselama mereka naik bus yang sama, dan suatu hari Thelma berkata bahwa ia memiliki sepupu di Jamaika yang ingin datang ke Kanada. Ayah saya lalu menawarkan untuk menjadi sponsor June, dan beberapa waktu kemudian Junepun tiba di Montreal. June menjadi anggota gereja kami dan meskipun ia tak pernah menikah dan punya anak, ia dengan murah hati mendanai program-program Sekolah Minggu kami.

Nenek berdoa secara teratur bersama June, yang sudah menjadi seperti putrinya sendiri. Kami bertanya, “Nek, bagaimana Nenek bisa berdoa dengan June? Nenek tidak bisa berbahasa Inggris dan ia tidak bisa berbahasa Armenia!” “Tidak masalah,” katanya tegas. “Aku, Junie, kami mengerti.” Dan kemudian ia tertawa geli, sinarmatanya berseri-seri.

June bekerja sangat giatsebagai perawat, sampai suatu penyakit misterius membuatnya harus mendekam di rumah, di apartemen kecilnyayang berantakan, selama 20 tahun. Kami melanjutkanmenjenguknya setelah nenek meninggal, dan kunjungan-kunjungan itu terasa tidak asing – June juga memiliki iman kepada Yesus yang sederhana dalam segala kesukaran yang ia alami, dan saya mau tak mau berpikir bahwa Nenek sudah membimbingnya dengan baik. Perbedaan warna kulit, bahasa dan usia takmenjadi masalah dalam persahabatan mereka. Akhirnya, June mulai terkena Alzheimer, yang membuatnya harus tinggal di tempat perawatan khusus, tetapi ia tetap memuji Tuhan dan mengingat sahabat terkasihnya, Ovsanna.

Nenek saya sudah 13 tahun meninggal, dan saya sangat kehilangan. Baru-baru ini saya bahkan terusik dengan pertanyaan-pertanyaan yang ingin sekali saya tanyakan pada Nenek ketika kami duduk di bangku depan pintu rumahnya sambil mengamati orang lewat: Apa yang membuat Nenek bangun dari tempat tidur setiap pagi, terutama pada hari-hari yang berat? Apa yang terutama Nenek minta pada Tuhan? Apa harapan terbesar Nenek? Bagaimana Nenek bisa tidak menyerah pada tekanan untuk berbuat dan menjadi lebih lagi?

             Anda tahu, Nenek tidak berusaha untukdikagumi orang lain. Ia tidak pernah mencoba memikirkan panggilannya. Ia bahkan tidak memiliki daftar tugas untuk dibahas. Ia hanya melapor untuk bertugas setiap pagi dan mempersilahkan Roh Kudus memimpinnya.

Saya senang berpikir bahwa saya mewarisi banyak kelebihan Nenek – kreativitasnya, sifat hematnya, kepuasannya dalam hidup sederhana dan tenang. Namun saya juga menyadari betul perbedaan-perbedaan kami. Sementara saya selalu mencari cara untuk meningkatkan hidup saya, mengatasi kekurangan-kekurangan saya dan mencapai tujuan-tujuan saya, Nenek menginvestasikan energinya untuk menyembah Juru Selamat, menaati Tuhan dan menjadi terang bagi orang lain. Motif-motif saya mungkin tampaknya mulia, tetapi saya ragu apakah semua itu tepat sasaran.

Saya memikirkan uang dan waktu yang saya investasikan dalamseminar-seminar lewat internet, buku-buku, blog-blog, program-program, kelompok-kelompok Fesbuk, aplikasi-aplikasi, majalah-majalah, dengan harapan saya dapat mengelola waktu dengan lebih baik, mengembangkan karier, menurunkan berat badan, memperbaiki kesempatan-kesempatan dalampernikahan, menjadi pembicara yang lebih baik, dan menyelenggarakan acara yang sempurna. Saya menghitung langkah, memetakan tujuan, menjajaki kebiasaan, menulis secara sporadis tentang perubahan-perubahan yang saya hasilkan, dan sejujurnya, melepaskan bagian saya yang wajar untuk memikirkan diri sendiri, danterlalu memikirkan kejadian-kejadianyang menyedihkan. Saya bertanya-tanya apakah ini strategi yang terbaik untuk hidup saya. Saya membayangkan bagaimana strategi Nenek seandainya ia lahir dua generasi kemudian dan di Kanada.

Nenek tidak meributkan hal-hal yang saya cari sebagai solusi-solusi, namun iamenyelesaikan banyak hal. Saya membayangkan jika Nenek ada di sini sekarang, ia akan memegang tangan saya, mengelusnya dan berkata bahwa saya sedang berusaha terlalu keras. Ia akan mengingatkan saya bahwa Allah tidak menciptakan saya untuk menghabiskan hari-hari saya di bumi dengan berusaha mencapai standar keindahan, keberhasilan dan kebaikan duniawi, melainkan untuk mengenal Dia dan membuat Dia dikenal. Ia akan memberi saya izin untuk rileks dan menikmati relasi saya dengan Yesus.

Tidak ada yang salah dengan membaca buku-buku atau mencanangkan tujuan-tujuan, dan sumber-sumber inspirasi yang terus tersedia tanpa ada habisnya sekarang ini dapat menolong, tetapi ketika saya berpikir tentang Nenek dan June, saya diingatkan bahwa semua hal itu hanyalah saranauntuk meningkatkan hidup saya. Fondasi saya, batu karang saya yang teguh seharusnya hanyalah Kristus, dan Kristus saja.