Iman Untuk Perjalanan Yang Lebih Kelam
Kelam (Tim Rhodes)
Meskipun mengalami banyak tragedi, Michaela Pittman memetakan jalan pengharapan.
Michaela Pittman duduk tinggi di dalam kabin kendaraannya yang beroda 18; medan datar yang tampak dari kaca jendelanya terbentang luas di kejauhan. Dengan pemandangan yang monoton dalam waktu yang lama, pikirannya dengan mudah melayang kepada kesusahan-kesusahan yang dialaminya. Dilecehkan dan diabaikan pada saat di usia muda, Pittman menemukan relasi dengan Kristus melalui ibu angkatnya. Tuhan lalu menjadi Sahabat dan kekuatannya, yang menyiapkannya untuk kesedihan-kesedihan yang akan menderanya, seperti pernikahan yang hancur, perceraian, dan akhirnya kehilangan orang-orang terkasih.
Ketika cucunya, Jeremih, lahir, anak itu didiagnosa mengalami gastroschisis, suatu kondisi yang menyebabkan ususnya harus diletakkan di luar tubuh. Anak dengan cacat bawaan seperti ini kadang menghadapi berbagai komplikasi dan harapan hidup yang rendah. Menjalani banyak operasi bayi dengan sedikit kata harapan dari dokter merupakan hal yang menakutkan bagi Pittman dan putrinya, Desi. Ketika Jeremih baru berusia 10 bulan, Desi meninggal dunia karena bunuh diri. Pittman melakukan satu-satunya hal yang ia tahu harus ia lakukan: Ia mengadopsi cucunya dan mengabdikan hidupnya untuk merawatnya. Namun setelah menjalani lebih dari 150 operasi dan prosedur, Jeremih meninggal di pelukan Pittman tiga tahun kemudian.
“Saya sangat marah sekali,” Pittman berkata. “Saya dilucuti dari segalanya. Saya berkata pada Tuhan, saya tahu mereka semua memang milik-Mu, tetapi apakah saya belum cukup menderita?”
Tetapi hari lepas hari Pittman menaruh imannya pada kekuatan Tuhan ketika ia melalui jam demi jam ke depan. Dan pada beberapa pagi, ketika ia berdiri di luar menyaksikan matahari menyembul di cakrawala, ia merasa Tuhan berbisik, Anakku, ini hari yang baru. Kamu pasti bisa melaluinya.
Ia lalu masuk ke dalam dan mendengarkan siaran Sentuhan Hati lewat aplikasi, membuat catatan-catatan tentang pelajaran yang disampaikan Dr. Stanley. “Sebelum Anda mengalami masa-masa terberat dalam hidup Anda, Anda tidak akan benar-benar tahu di mana iman Anda,” katanya. “Anda perlu menyimpan Firman Tuhan di hati Anda.”
Dalam upaya membangun kembali hidupnya setelah kehilangan, Pittman mulai bekerja di perusahaan truk. Ia memanfaatkan perjalanan-perjalanan yang panjang untuk memproses dan menangisi masa lalu sembari memuji Tuhan atas perjalanan yang diberikan Tuhan padanya. Dan sekarang ini ia bekerja untuk menyediakan rumah bagi para pasien transplantasi anak yang tidak mampu membayar penginapan di dekat rumah sakit – semacam rumah yang pernah menjadi tempat sandarannya sendiri ketika ia merawat Jeremih.
Sementara itu, Pittman juga mengumpulkan keranjang-keranjang hadiah untuk para orang tua dari anak-anak yang dirawat di rumah sakit anak tempat Jeremih dulu dirawat. Saat ia mengemas barang-barang kecil yang ia tahu paling dibutuhkan itu, ia mengenang perasaan-perasaan terasingnya sendiri pada hari-hari itu—dan bagaimana Tuhan menolongnya untuk melaluinya.
Sekarang, setiap bulan Agustus, Pittman memperingati hari wafatnya Jeremih. Ia menghabiskan waktu bersama keluarga, merayakan kehidupan cucunya dengan cerita-cerita tentang anak itu dan mengakhirinya dengan makan bersama dan pelepasan balon. Saat Pittman melihat balon warna-warni itu terbang melayang ke cakrawala, ingatan-ingatannya yang tak pernah pupus tentang Jeremih dan Desi memperkuat motivasinya untuk melakukan pekerjaan baik yang terbentang di depan.