Kata Demi Kata

(Charity Singleton Craig)

Membaca Buku yang Baik dengan lebih baik

 

Baru-baru ini saya bersama suami dan anak-anak saya membahas tentang puisi ketika makan malam. Lebih tepatnya, saya berbicara tentang puisi, dan mereka mengeluh tentang puisi. Salah satu anak mengalami kesulitan dengan puisi dalam pelajaran bahasa Inggris, dan menyimpulkan bahwa puisi itu bodoh. Saudara-saudara dan ayahnya setuju.

“Mengapa mereka tidak langsung saja mengatakan yang mereka maksudkan daripada memakai bahasa yang berbunga-bunga itu?” anak yang sedang belajar puisi itu bertanya.

“Bagaimana para pengajar bisa benar-benar tahu apa yang dimaksud penulis dengan setiap kata itu” tanya suami saya.

“Yeah, saya kira mereka cuma mengada-ada saja,” anak yang lain menimpali.

Sebagai pecinta puisi, saya menjadi defensif. “Bukan tentang apa yang dimaksud,” kata saya, “tetapi tentang bagaimana kata-kata itu membuat kita merasa.”

“Saya merasa puisi itu bodoh,” satu anak menjawab, dan kami semua tertawa.

 

Kemudian, setelah saya merenungkan pengalaman keluarga saya dengan puisi, saya menyadari bahwa banyak orang merasakan hal yang sama dengan Alkitab. Bahasa Alkitab terdengar berbunga-bunga atau kuno, tergantung terjemahannya. Terkadang artinya tidak jelas dalam nubuat atau ayat tertentu, dan para pembaca sering sulit menemukan apa sebenarnya yang dimaksud Penulis. Meskipun sudah membaca Alkitab bertahun-tahun, banyak orang percaya masihsedikit saja mengerti tentang yang dimaksudkan. Apakah itu yang membuat mereka tidak membaca Firman Allah sebagaimana yang seharusnya?

Karena Firman Allah diberikan pada kita dalam bentuk tulisan, dengan segala kalimat, tanda baca, dan paragrafnya, satu cara yang pasti untuk membaca Alkitab sebagaimana yang seharusnya adalah dengan memulainya dari kata-kata itu sendiri. Mari kita telaah Mazmur 73:1-28.

Memulai darikata-kata

Pertama-tama, bacalah perikop ini beberapa kali secara perlahan-lahan atau dengan suara keras, atau dengarkan orang lain membacakannya. Pakailah beberapaversi/terjemahan, jika Anda suka, tetapi setiap kali membaca, perhatikanlah pengulangan, pola-pola, peralihan dan gambaran-gambaran. Terkadang saya terbantu dengan memakai stabilo atau alat tulis untuk mencatat bagaimana kata-kata itu saling terhubung. Dalam bacaan di Mazmur 73, misalnya, saya bisa menandai dengan stabilo yang berbeda setiap kali penulis menyebut “mereka,” atau “aku,” atau “engkau.” Dengan memberi warna-warna itu, akan mudah terlihat bahwa mazmur itu terbagi dalam beberapa bagian yang merujuk pada kata ganti orang yang berbeda, dan saya mencatat bahwa “mereka” adalah “orang fasik,” “aku” adalah  si pemazmur sendiri, dan “engkau” merujuk pada Allah.

Ketika membaca lagi, saya menemukan kata baik (good), yang merujuk pada Allah yang dipakai di ayat pertama dan ayat terakhir (ayat 28 dalam terjemahan bahasa Inggris: “But for me it is good to be near God…”). Saya juga menemukan pemazmur memakai frasa “hati yang bersih” di dua tempat yang berbeda (ayat 1 dan ayat 13), demikian pula dengan dua versi kata “tergelincir” (ayat  2 dan ayat 18). Bahkan kata-kata yang tampaknya biasa seperti sampai dan tetapimenunjukkan perubahan perspektif pemazmur. Begitu juga, menganalisis berbagai frasa yang digunakan untuk menjelaskan mereka dan aku menunjukkan bahwa pemazmur sedang membuat perbandingan di antara kedua kelompok itu.

 

Menghubungkan dengan gambar-gambarkata

Setelah membaca secara menyeluruh, beralihlah dari kata-kata itu kepada gambar-gambar yang dimunculkannya, gambaran-gambaran yang membangkitkan respons-respons emosional dan masuk ke memori pribadi. Di ayat 2, misalnya, ketika penulis berbicara tentang terpeleset atau tergelincir, saya teringat pada pengalaman jatuh saya sendiri belum lama ini yang membuat kaki dan pergelangan tangan saya patah. Saya merasakankepanikan orang yang kehilangan kendali. Ketika pemazmur berbicara tentang orang fasik, ia berkata mereka memakai kesombongan sebagai kalung (ayat 6). Saya teringat pada berbagai perhiasan yang saya lihat dipakai orang – setiap kalung, gelang, anting-anting yang meminta perhatian. Penulis seakan berkata bahwa kesombongan adalah sesuatu yang dipamerkan orang fasik. Mereka juga digambarkan sebagaiorang gemuk dengan mata sombong dan lidah membual (ayat 4-9), dan di dalam frasa demi frasa digambarkan sebagai kelompok orang yang suka menipu, kejam, jahat, mencemooh Allah dan hanya mementingkan diri sendiri. Saya merasa pemazmur mungkin terlalu membesar-besarkan gambaran ini, mungkin untuk membuat perbandingannyasemakin jelas, atau mungkin karena rasa cemburu yang diakuinya di ayat 3 – yang mengingatkan betapa mudahnya saya menjelek-jelekkan orang lain ketika saya mengalami pelecehan kecil saja.

Lanjut sedikit ke dalam bacaan itu, ketika pemazmur menulis tentang masuk ke tempat kudus Allah (ayat 17), kita tidak tahu apakah ia benar-benar pergi ke bait Allah atau hanya datang ke hadirat Allah dalam doa. Tetapi kita melihat dampak kehadiran Allah. Sebelumnya hati penulis gelisah, tetapi sekarang ia mengerti rencana Tuhan (ayat 16-17). Ketika ia terpancang pada rasa cemburu dan menjauh dari Tuhan, iaadalah orang yang kejam dan kasar, tak berperasaan dan angkuh (sama saja seperti orang fasik juga). Tetapi setelah ia menemukan jalan kembali kepada Allah, pemazmur menggambarkan Tuhan itu memegang tangannya, menuntunnya, dan menyediakan semua yang ia perlukan selamanya (73:21-24). Saya tentu saja teringat pada orangtua saya, yang memberikan perlindungan, tuntunan dan pemeliharaan seperti itu selama hidup saya, bahkan ketika saya membuat pilihan-pilihan yang buruk. Dan ketika saya membaca, “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (ayat 26), saya teringat akan pemeliharaan-Nya yang murah hati pada saya selama bertahun-tahun saya menderita penyakit serius.

Mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar

Kita bisa mendapatkan wawasanyang luas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan perasaan dan ingatan yang ditimbulkan bacaan – misalnya: Kapan aku merasa seperti ini?Bagaimana Allah sudah bekerja dalam hidupku dengan cara yang sama? Namun kita juga harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam lagi, seperti,Apasebenarnya yang sedang disampaikan penulis?Apa yang sedang Allah mau aku percayai atau lakukan saat ini sebagai hasil membaca ayat-ayat ini?

Sampai di sini, Anda bisa mencari jawaban di luar bacaan dengan menyelidiki berbagai tafsiran atau panduan studi. Anda dapat menggali lebih lanjut tentang penulis, Asaf, dan mencari tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupnya sendiri atau dalam sejarah Israel ketika ia menulis Mazmur 73. Atau Anda dapat meneliti pembagian kitab Mazmur menjadi empat “Buku” dan mempelajari mengapa mazmur ini menjadi yang pertama dari Buku 3. Namun, sekalipun tanpa pengetahuan akademis, memperhatikan ayat-ayat itu saja sudah dapat menyingkapkan makna dan menolong kita bertumbuh.

Sebagai contoh, perhatikanlah mazmur ini secara menyeluruh, dan Anda akan melihat bahwa penulis memulai dengan kebaikan Allah, tetapi kemudian ia menunjukkan bahwa pemahaman yang salah tentang kemakmuran telah membuatnya meragukan kebaikan itu (ayat 1-3). Namun dengan mendekat kepada Allah dan kebenaran-Nya, penulis diingatkan bahwa kemakmuran yang sesungguhnya bukanlah tentang kekayaan, kesehatan atau kekuasaan, melainkan tentang relasi dengan Allah sendiri (ayat 25-26). Dengan demikian, kemakmuran—kemakmuran sejati—disediakan bagi semua orang yang mendekat kepada-Nya. Di akhir nyanyian pemazmur, ia bukan saja menegaskan kembali kebaikan Allah, ia juga memberi kesaksian bahwa mendekat kepada Tuhan adalah tujuan tertinggi.

Alkitab bukanlah tandamata yang kita pamerkan di pakaian kita, atau katalog usang dari doktrin-doktrin yang hanya dapat dipahami kelompok elit. Alkitab adalah surat cinta Allah pada kita, yang kita baca dengan rajin untuk mengenal kekasih kita lebih dalam. Alkitab adalah peta Allah tentang seluruh bidang rohani, yang kita pelajari dengan teliti untuk mengetahui di mana kita berada saat ini dan ke mana kita akan menuju. Dan Alkitab adalah kisah Firman yang menjadi daging, yang akan semakin kita pahami dengan baik setiap kali kita membawa diri kita ke halaman-halamannya. Demikianlah Firman Allah yang dimaksudkan untuk dibaca.