Kehidupan Yang Kusukai

(John VandenOever)

Dalam mengejar kemuliaan

 Saya pernah ingin menjadi penginjil keliling. Sebagai anak pendeta, saya mengenal banyak orang seperti ini, yang setiap kali akan datang dengan pakaian rapi dan segar, serta cerita yang melimpah. Mereka tinggal di rumah-rumah terbaik milik jemaat kami, dan orang-orang di gereja kami membawakan mereka makanan terlezat dan buah-buah nikmat termahal. Semua orang tampaknya menyukai para penginjil ini – mereka tertawa mendengar lelucon-lelucon mereka, terkesan saat mereka mengingat nama-nama, dan siap mendengarkan khotbah mereka dengan penuh perhatian setiap malam.

Tetapi yang terutama adalah akomodasi yang diberikan kepada penginjil yang mengadakan acara perkemahan (KKR). Ketika saya remaja, keluarga saya mengisi liburan di bumi perkemahan denominasi kami, di mana kami akan mendengar khotbah dua kali sehari dan tiga kali pada hari Minggu. Kami bisa memilih antara tetap berada di bawah tenda atau kemah, di pondok kecil yang rapuh, atau di lokasi hotel. Kami tidak mampu membayar biaya penginapan di hotel, tetapi penginjil itu menikmati segala kenyamanannya. Terkadang saya akan menyelinap masuk untuk melihat koridor berkarpet, berhenti tepat di depan pintu terbuka yang mengarah ke kamarnya, yang pasti cukup luas untuk ia bermain kartu dengan istrinya, manajer acara itu, bersama kenalan lainnya.

Sebuah kehidupan yang tampaknya begitu penting, dan ia juga diperlakukan dengan penuh penghargaan. Ia menyampaikan Firman Tuhan kepada kami, dan ia seringkali juga kelihatan sangat keren. Saya iri dengan postur tubuhnya, tetapi terlebih dengan kedekatannya pada Tuhan.

Terkadang, saat menunggu keberangkatan penerbangan internasional, saya duduk di ruang khusus Delta Sky Club yang relatif mewah – kenyamanan gratis yang saya nikmati setiap kali saya bepergian, dalam rangka mengumpulkan cerita-cerita dari ladang misi. Sama seperti ketika saya masih muda, saya mengejar para penginjil, mencari dan menulis tentang kisah-kisah mereka, karena saya masih sangat menghargai mereka. Tetapi sekarang saya adalah orang yang menikmati kenyamanan-kenyamanan kecil tertentu, sementara para misionaris, pendeta dan hamba-hamba Tuhan yang sederhana ini tetap setia melayani di tengah segala risiko dan kesulitan demi sukacita yang terbentang di hadapan mereka dalam Kristus. Mereka menarik saya dengan cerita-cerita mereka, dan saya kagum pada cara berpikir mereka yang tampaknya begitu fokus pada misi dan orang-orang yang mereka layani. Saya ingin menjadi seperti mereka.

Tetapi saya kira perasaan saya kini sudah berubah, dan ke arah yang lebih baik. Kecemburuan saya pada kenyamanan dan pujian manusia yang diterima para penginjil itu sungguh bodoh, dan menunjukkan keegoisan saya. Lagipula, saya tidak yakin mereka merasa kaya atau hebat ketika mereka berjingkat dalam gelap menuju kamar mandi aula ketika menginap di rumah orang asing lainnya. Dan orang-orang yang saya jumpai dan tuliskan hari ini hidupnya jauh dari kemewahan dan sanjungan dunia. Bahkan, kehidupan mereka seringkali dipenuhi ujian kesabaran, harus mengemudi sendirian di jalan bergelombang, mendaki jalan berbatu-batu, selalu ditelepon dan tak pernah benar-benar tinggal di rumah.

Belum lama ini saya mengadakan perjalanan selama berjam-jam melalui Costa Rica dan Panama bersama seorang misionaris bernama Russ Turner. Tidak banyak orang yang bepergian seringan Russ, yang selalu mencuci bajunya di bak cuci piring, dan memerasnya sampai kering sekali agar baju itu bisa dipakai lagi keesokan harinya. Dan sementara tangannya tetap memegang kemudi dan matanya menatap ke jalan, ia menceritakan tantangan-tantangan yang dihadapinya selama 40 tahun melayani. Ada pengkhianatan dari orang-orang yang dibimbingnya, pelajaran-pelajaran yang ia dapatkan, dan kepuasan yang manis yang ia rasakan karena berada di tangan Allah Pengasih. Dan karena ia begitu terbiasa dengan cara Tuhan melayaninya, saya melihat ia juga begitu alami mengabarkan Injil Allah kepada orang-orang yang dijumpainya di pompa bensin atau pangkalan turis di sepanjang jalan.

Seorang teman baru saya yang lain tinggal dan melayani di desa asalnya di Hungary. Tibor Miklós adalah seorang yang sangat ramah dan riang, yang kehadirannya selalu membawa keceriaan di mana pun ia berada. Ketika kami makan malam bersama dan ia meminta saya mengambilkan makanan ke piringnya, saya memaki diri saya sendiri karena telah lupa menolongnya. Tetapi memang mudah sekali untuk melupakan bahwa ia buta. Tibor memiliki sifat yang sangat mandiri, tetapi ia juga bersedia mengungkapkan ketergantungannya. Ia tidak ingin buta, akunya, tetapi jika melalui kebutaannya kerajaan Allah dinyatakan, ia sangat bersyukur untuk itu. Dan memang benar, melalui Tibor, orang-orang buta, cacat, dan terlupakan  sedang menerima Firman Allah melalui sarana seperti In Touch Messenger (Alkitab audio). Kristus sedang menyatukan gereja-Nya melalui orang-orang yang sudah lama terabaikan.

Dan kemudian ada Jonathan Reed. Suatu pagi belum lama ini, saya sudah siap berkeringat sampai lewat tengah hari ketika saya naik ke Land Rover-nya di Punta Gorda, Belize. Kami bercakap-cakap selama tiga jam sementara truk itu berderak-derak dengan keras di jalan yang menuju kota bernama Delores. Di sana ia memimpin konferensi untuk para pendeta, mengajak beberapa dari kami mendaki di siang bolong dan memasang proyektor jarak jauh di lapangan terbuka agar 600 orang dapat menonton film Jesus. Ketika bintang-bintang mulai bermunculan dan langit kembali menjelma menjadi pemandangan alam yang indah, badan saya berteriak menuntut istirahat. Maka saya pun kembali mendaki – kali ini ke belakang truk dan langsung jatuh tertidur, bahkan ketika banyak orang K’ekchi sedang diperkenalkan pada rencana penebusan Allah. Ketika saya bangun, Jonathan sedang membagikan keripik kentang dan jus kepada antrian panjang penonton bioskop. Dan jika tidak cukup, ia akan membuatkan coklat panas untuk para pendeta sebelum akhirnya memasang tempat tidur gantung untuk kami di atas lantai tanah di rumah orang K’ekchi setempat. Saya hampir 15 tahun lebih tua darinya, tetapi Jonathan adalah seperti pahlawan bagi saya. Kasih dan kesabarannya yang tulus kepada orang lain telah menjadikannya seorang mentor yang efektif bagi para pendeta K’ekchi di Belize dan Guatemala.

Jika ketika masih kecil saya mengamati para penginjil dari kejauhan, setelah menjadi dewasa saya mendapat hak istimewa untuk mengenal orang-orang seperti Russ, Tibor, dan Jonathan dari dekat. Sama seperti semua orang lainnya, mereka juga pernah kecewa dan bertanya-tanya apakah mereka sedang melakukan hal yang benar dengan cara yang benar. Dan mereka menghadapi tantangan-tantangan dari orang-orang yang mereka layani, seperti halnya para pendeta, orangtua atau manajer. Mereka juga memiliki jaminan pasti dalam Kristus yang saya lihat pada penginjil-penginjil zaman dahulu, jaminan yang terus bertambah teguh di dalam saya. Tetapi yang benar-benar terasa berbeda dari kehidupan mereka adalah bahwa setiap kesulitan, setiap pilihan – praktisnya, setiap saat – memiliki arti yang signifikan. Semuanya adalah untuk melayani Tuhan, untuk berkontribusi bagi tujuan yang lebih besar.

Ini membesarkan hati saya. Perjalanan saya bersama ketiga hamba Tuhan ini membuat saya menjadi muda kembali dan saya bersyukur atas kemajuan kerajaan Allah, bahkan ketika mereka menginspirasi saya untuk selalu siap ke ladang panggilan saya – di dalam keluarga, lingkungan sekitar, gereja dan kota saya. Mengapa saya tidak melihat perjalanan ke warung kopi, berjalan-jalan keliling kompleks, atau mengantar anak-anak saya ke latihan sepakbola sebagai saat-saat melayani Tuhan? Jika saya percaya akan Firman-Nya, bertekun dalam doa dan peka terhadap dunia di sekitar saya, saya boleh yakin bahwa saya sedang hidup dalam pekerjaan-pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya untuk saya lakukan.