Kelegaan Dari Melepaskan

(Jamie A. Hughes)
Apa yang kita peroleh ketika emosi-emosi negatif tidak lagi menguasai kita

Setelah membaca kalimat yang sama untuk ketiga kalinya, saya tahu itu tak ada gunanya. Saya sedang duduk di perpustakaan, menikmati suatu kedamaian dan ketenangan tertentu, dan mencoba membaca buku saat keluarga saya tidak ada di rumah. Tetapi sia-sia saja. Otak saya penuh dengan kegelisahan dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab—banyak yang membuat saya merasa tak berdaya untuk melakukan apa pun – dan tak ada kisah, bahkan yang dikarang dengan baik pun, yang dapat meredakan kegelisahan itu.

Saya meletakkan buku dengan fustrasi, mengusap mata yang lelah dan membiarkan pandangan saya bertumpu pada lilin pilar berbentuk lebah yang saya nyalakan sebelum memulai upaya relaksasi yang gagal. Sambil menarik napas dalam-dalam, saya menikmati aromanya yang harum dan memandangi nyala apinya. Api itu tidak berkelap-kelip atau menari seperti yang sering saya lihat di meja dapur dan meja-meja restoran yang romantis. Tetapi nyala api itu tetap dan kuat – bahkan tidak tergerak oleh embusan angin yang lembut. Saya duduk terpesona oleh nyala api yang tak putus-putus ini dan segera menyadari bahwa detak jantung saya mengendur dan pikiran saya tiba-tiba melepaskan seribu satu kegelisahan yang baru beberapa saat sebelumnya begitu mengganggu saya.

Banyak dari kita tidak mengalami kualitas ketenangan seperti ini dalam kehidupan rohani kita. Untuk itu, kita memerlukan yang disebut Gregory dari Nyssa sebagai apatheia—semacam ketidakterikatan atau kelepasan dari apa pun yang merampas damai sejahtera kita dan melemahkan kepercayaan kita pada Tuhan. Dalam risalahnya tentang Doa Bapa Kami, ia menulis, “Jadi, jika kita memohon agar Kerajaan Tuhan datang pada kita, maksud permohonan kita itu adalah: aku akan menjadi asing terhadap kecurangan … agar segala hasrat yang masih menguasaiku tanpa ampun akan pergi meninggalkanku, atau mungkin akan hilang sama sekali… Hawa nafsu tak lagi mengganggu ketika apatheia datang; kematian gugur dan kerusakan tak ada lagi ketika kehidupan dan keabadian memerintah dalam diri kita tanpa terhalang.”

Dengan kata lain, mencapai apatheia berarti tetap merasa tenang walau apa pun yang terjadi, percaya bahwa Tuhan punya tujuan atas segala sesuatu dan tetap setia di tengah semua itu. Artinya kita menyala seperti nyala lilin itu— tetap dan pasti seperti fajar. (Atau jika menggunakan kiasan yang didasarkan pada pendengaran: Alih-alih godaan yang dialami sebagai suara musik heavy-metal yang memekakkan telinga yang keluar dari pengeras-suara pikiran kita, apatheia mereduksinya menjadi tak lebih dari suara sekitar dari sebuah ruangan yang jauh).

Inilah yang dibicarakan rasul Paulus ketika ia menulis, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam setiap keadaan dan dalam segala hal, tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku. Baik dalam keadaan kenyang maupun dalam keadaan lapar, baik dalam keadaan berkelimpahan maupun dalam keadaan berkekurangan” (Filipi 4:10-12). Kata yang dipilih Paulus untuk “puas/cukup” adalah autarkés. Ayat ini adalah satu-satunya yang memakai istilah itu di seluruh Perjanjian Baru, dan merujuk pada semacam ketenangan yang dihasilkan-Tuhan dan hanya dapat diperoleh melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal dalam diri orang percaya. Itulah pengalaman paling sempurna dari apatheia.

Namun kedamaian jiwa ini bukanlah tujuan utama dari kehidupan Kristen. Tetapi, akibat-sampingan dari mencari Tuhan dengan sepenuh hati (Ibrani 11:6; Yeremia 29:13). Tujuan apatheia jelas bukan supaya kita menjadi tidak peka terhadap penderitaan (baik penderitaan kita sendiri maupun orang lain) – tetapi, supaya kita percaya pada Tuhan dan hidup melampaui penderitaan itu. Itulah cara untuk kita mati bagi diri sendiri, yang dimulai dengan membersihkan dan menata hati kita dan memberi ruang dalam diri kita untuk mengasihi Tuhan dan orang lain sebagaimana panggilan kita dalam Kitab Suci. Berdoa “Jadilah kehendak-Mu,’ apa pun yang terjadi” adalah awal dari sesuatu yang luar biasa—pengenalan yang benar tentang Kristus dan kuasa-Nya yang bekerja di dalam dan melalui kita.