Ketika Yesus Mengundang Dirinya Sendiri
Tak seorang pun di kota Yerikho itu yang merasa terganggu dengan cara Zakheus diperlakukan. Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai yang kaya raya. Tetapi kerja samanya dengan orang Romawi membuat masyarakat Yahudi merendahkannya. Ia diabaikan, dicaci maki, dikucilkan. Ia tidak disambut di sinagoge pada waktu-waktu tertentu dan tak pernah diundang ke perayaan-perayaan komunitas. Teman-temannya hanyalah sesama pemungut cukai. Dan itu terjadi sampai Yesus datang ke kota itu.
Lukas menunjukkan bahwa Yesus melihat Zakheus di atas pohon ara, bertengger di salah satu dahannya. Bersikap seperti itu sesungguhnya merupakan hal memalukan bagi seorang kaya dan berkedudukan seperti Zakheus, namun sebagai orang yang bertubuh pendek, cara itu adalah pilihan terbaiknya untuk dapat melihat Orang yang sudah menimbulkan banyak kegemparan.
Yesus melakukan hal yang tidak akan dilakukan siapa pun. Dia berbicara kepada Zakheus dengan ramah dan hormat. Dia juga melakukan hal yang tidak ditemukan di bagian-bagian lain kitab Injil: Dia mengundang diri-Nya sendiri. Dari tempat-Nya berdiri Dia berkata kepada Zakheus, "Segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (Lukas 19:5). Yesus pernah diundang sebagai tamu di rumah orang yang dikenal sebagai orang berdosa, orang Farisi yang membenarkan diri sendiri dan orang-orang yang merupakan pendukung setia, tetapi baru di sini kita membaca Yesus mengundang diri-Nya sendiri di rumah seseorang.
Persahabatan yang Tidak Biasa Persahabatan antara Yesus dan Zakheus bukanlah karena saling menghargai seperti yang umumnya terjadi. Sepanjang yang kita tahu, mereka tidak memiliki minat, hobi dan teman-teman yang sama. Yesus dan Zakheus berada di jalan yang berbeda. Sementara Yesus sedang menuju ke Yerusalem – tempat Dia akan dikhianati, ditangkap, disiksa dan disalibkan bagi orang-orang berdosa di dunia ini – Zakheus sedang berada di jalan kekuasaan dan kemakmuran. Yesus telah mengosongkan diri-Nya dari kemuliaan surga dan turun ke bumi untuk menyelamatkan orang-orang yang menginginkan kematian-Nya. Zakheus memperkaya dirinya dengan mengambil keuntungan dari orang lain.
C. S. Lewis pernah menulis, “Persahabatan terjadi ketika yang seorang berkata kepada yang lain: “Apa? Kamu juga? Kukira tak seorang pun selain diriku sendiri ….” Namun ketika Tuhan melihat Zakheus di pohon itu, tidak ada peristiwa “Apa? Kamu juga?” Sebaliknya, Yesus menjangkau kepala pemungut cukai itu justru karena mereka tidak memiliki kesamaan, dan karena mengasihi orang yang tidak layak dikasihi adalah inti dari hidup dan pelayanan Yesus.
Persahabatan yang diulurkan Yesus kepada pemungut cukai itu adalah gambaran dari kisah yang sudah diungkap sejak di Kejadian 3. Meskipun kita diciptakan menurut gambar Allah, gambar itu sudah rusak dan hancur. Oleh karena dosa, kita tidak memiliki kesamaan apa pun dengan Allah yang kudus – sehingga tidak ada dasar untuk persahabatan apa pun. Dan seperti orang yang “tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya” dan yang “menggantikan kebenaran Allah dengan dusta” (Roma 1:21,25), kita semua juga sangat jauh dari layak untuk dikasihi. Namun, Allah menjangkau orang-orang yang rusak dan hancur – dan mengundang diri-Nya sendiri – seperti dulu.
Di rumah Zakheus tidak ada kata peringatan atau hukuman apa pun yang keluar dari mulut Yesus. Tetapi Zakheus menyadari dirinya sebagai orang berdosa, dan di hadapan Yesus hatinya berubah. Dengan mengenal siapa Yesus dan takjub pada kenyataan bahwa Dia mau merendahkan diri-Nya dengan masuk ke rumah orang berdosa, Zakheus pun berbalik dari kehidupan dosanya: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8). Pengembalian empat kali lipat adalah peraturan untuk pencuri (Keluaran 22:1). Jadi dengan perkataan itu, pemungut cukai itu menempatkan dirinya di bawah otoritas Allah, hal yang selama ini ia cemoohkan. Dan tanpa membicarakan tentang doktrin, Yesus mengumumkan secara sederhana hal yang sudah diketahui hati Zakheus: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham” (Lukas 19:9).
Demikian pula, Allah telah lebih dulu menunjukkan kasih-Nya kepada kita, “oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). Dia lakukan hal ini agar kita dapat diselamatkan dan menjadi anggota keluarga Allah, anak-anak Abraham. Dan karena Allah sudah bertindak lebih dahulu, kita dapat menerima undangan persahabatan-Nya.
Jenis Persahabatan yang Baru
Ketika orang-orang Farisi dan para pemimpin agama lainnya menyebut Yesus sebagai “Sahabat orang berdosa,” mereka sebenarnya bermaksud menghina Yesus. Tetapi, Yesus menerima julukan itu dan berkata, “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10). Dan sekarang Dia pun memanggil kita untuk melakukan hal yang sama. Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk pergi ke seluruh dunia – kepada orang-orang yang lebih buruk dari pemungut cukai dan orang berdosa lainnya – dan menjadikan mereka murid-Nya (Matius 28:18-20; Kisah Para Rasul 1:8). Yesus ingin hal yang terjadi pada Zakheus juga terjadi di setiap suku bangsa.
Persahabatan dengan Kristus sebagai pusatnya memiliki kekuatan untuk menjadi persahabatan yang paling berarti dan kokoh. Ketika kita mengundang diri kita dalam kehidupan orang yang sama sekali berbeda dengan kita, kita menjadi saudara baginya. Persahabatan semacam ini hanya mungkin terjadi karena hidup baru yang diberikan pada kita di dalam Kristus.
C.S. Lewis benar. Ada hal yang sungguh menakjubkan dalam relasi yang dimulai dengan peristiwa “Apa? Kamu juga?” Namun ada jalan lain yang lebih sulit dalam persahabatan – yang sudah ditempuh oleh Yesus sendiri. Dan meskipun semua petunjuk yang menandai jalan ini memperingatkan tentang penolakan dan stigma sosial, itulah jalan Yesus. Jalan Kasih.
– John Greco