Pelajaran dari Keheningan
Tuhan selalu berfirman, tapi apakah Anda mendengarkan?
Oleh CHARLES F. STANLEY
Bagaimana perasaan Anda tentang keheningan? Ini adalah pertanyaan yang menarik karena ada kalanya dalam kehidupan kita yang sibuk ketika kita merindukan kedamaian dan ketenangan, tetapi kita tidak dapat mengatakan hal yang sama tentang keheningan yang dipaksakan. Selama pemadaman listrik, misalnya, semuanya berhenti. Kulkas berhenti bersenandung, radio dan televisi menjadi sunyi, dan begitu baterai di ponsel pintar dan komputer kita mati, kita mulai bertanya-tanya apa yang harus kita lakukan dengan diri kita sendiri.
Fakta bahwa saat-saat ini begitu meresahkan kitaseharusnya menjadi indikator bahwa mungkin ada sesuatu yang tidak seimbang di dalam hati dan pikiran kita. Dikatakan bahwa kita kurang berlatih dalam hal mempraktikkan keheningan — dengan kata lain, menghentikan usaha kita dan mengetahui bahwa Tuhan adalah Tuhan. Ini adalah bagian yang penting, tidak hanya dengan membaca Alkitab, melainkan juga mengenal Tuhan secara intim melalui doa dan mendengarkan Roh-Nya.
Bila keheningan bukanlah sesuatu yang Anda sukai, maka inilah saatnya untuk memikirkan kembali prioritas Anda dan menanyakan kepada diri Anda beberapa pertanyaan yang menantang: Apakah kegiatan yang menghabiskan waktu dan energi saya adalah yang Tuhan inginkan bagi saya? Apakah saya perlu lebih banyak waktu hening, istirahat, dan penyegaran? Bagaimana saya telah membiarkan teknologi merampok kedamaian dan ketenangan dari hati saya? Dan yang paling penting: Apakah saya telah meremehkan hubungan saya dengan Tuhan karena saya sibuk dengan hal-hal yang kurang penting?
Terkadang kita begitu sibuk dengan kegiatan kehidupan duniawi ini hingga kita mengabaikan hal yang lebih penting — waktu hening yang cukup bersama dengan Allah dalam Firman dan doa-Nya. Saya tidak berbicara tentang membaca pasal singkat dalam Alkitab dan mengucapkan doa singkat di mobil dalam perjalanan ke tempat kerja, melainkan waktu saat teduh yang panjang. (Lihat Mazmur 119: 15-16). Kebenaran yang kita pelajari dalam Alkitab akan tertanam di dalam pikiran, hati, dan perbuatan kita ketika kita merenungkan apa yang dikatakannya kepada kita tentang Allah dan jalan-jalan-Nya.
Tuhan terus bekerja di dalam hati dan situasi kita untuk mencapai kehendak-Nya bagi hidup kita.
Untuk membantu kita memahami bagaimana Tuhan bekerja dalam keheningan dan sikap diam, mari kita perhatikan beberapa contoh alkitabiah. Musa tumbuh dalam rumah tangga Firaun Mesir yang sibuk (Keluaran 2:10). Hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan belajar, dan ketika dia dewasa, tugas-tugas yang diperlukan dari keluarga kerajaan menuntut perhatiannya. Tetapi ketika dia berusia sekitar 40 tahun, semuanya berubah. Setelah membunuh seorang Mesir dalam upayanya membela sesama orang Ibrani, Musa mendapati dirinya dalam pelarian sebagai buronan (Keluaran 2: 13-15). Kesunyian hutan belantara menggantikan segala sesuatu yang pernah menghabiskan waktu dan energinya.
Akhirnya ia menjadi gembala nomaden yang hanya memiliki kawanan domba untuk menemaninya saat dia berada di daerah yang sunyi itu. Pengetahuannya tentang lingkungan ini nantinya akan membantunya menggembalakan kawanan orang Israel yang jauh lebih besar (dan lebih sulit diatur). Dan ketika kondisi di Mesir persis seperti yang Allah kehendaki, Dia menginterupsi gaya hidup Musa yang tenang dengan semak yang terbakar dan mengutusnya kembali ke Mesir untuk membebaskan umat-Nya dan menuntun mereka ke Tanah Perjanjian (Keluaran 3: 1-10).
Jika kita merasa sedih dan dilupakan oleh Tuhan, kita harus ingat bahwa meskipun kita tidak dapat melihat apa yang Dia sedang lakukan, Dia tidak diam. Tuhan terus bekerja di dalam hati dan situasi kita untuk mencapai kehendak-Nya bagi hidup kita. Masa-masa tenang tanpa aktivitas ini mungkin merupakan persiapan yang kita butuhkan untuk apa yang Dia sediakan bagi masa depan kita.
Daud adalah gembala lain yang belajar untuk mengenal dan mempercayai Tuhan dalam keheningan dan keterasingan. Sebagian besar awal kehidupannya dihabiskan sendirian dengan domba, dan meskipun ia adalah raja yang diurapi, ia terpaksa bersembunyi di padang belantara selama bertahun-tahun (Mazmur 78:70-72). Tapi waktu David tidaklah terbuang sia-sia. Dia menulis banyak mazmur-mazmurnya selama periode ini, dan itu memberi kita sekilas ke kedalaman hubungannya dengan Tuhan.
Satu-satunya cara kita benar-benar mengenal seseorang adalah dengan mengenalnya secara pribadi, dan ini pun berlaku untuk hubungan kita dengan Tuhan. Kebaktian dan seminar Gereja dapat memperluas pemahaman kita tentang Tuhan, tetapi itu tidak akan pernah bisa menggantikan persekutuan intim dengan-Nya. Kita membutuhkan kedamaian dan keheningan untuk memproses apa yang Dia katakan dalam Firman-Nya, untuk meresponinyadengan penyembahan, dan untuk membawa semua keprihatinan kita kepada-Nya dalam doa. Sama seperti Daud, kita akan mendapati bahwa saat-saat tenang bersama Tuhan ini akan menjadi sukacita terbesar kita.
Kebaktian dan seminar Gereja dapat memperluas pemahaman kita tentang Tuhan, tetapi itu tidak akan pernah bisa menggantikan persekutuan intim dengan-Nya.
Ketika kehidupan berputar di sekitar kita dan waktu serta energi kita sangat dibutuhkan, kecil kemungkinan kita akan merasakan kesetiaan Allah. Tetapi bila kita mengambil beberapa menit untuk duduk dengan tenang bersama-Nya, kita mungkin akan terkejut mengetahui betapa seringnya kita meremehkan perhatian dan kasih sayang dari-Nya. Pelajaran seperti itu jarang dipelajari dalam keadaan terburu-buru, namunpelajaran ini akan terlihat jelas dalam perenungan yang tenang.
Contoh terakhir kita adalah rasul Paulus. Dia adalah seorang Farisi yang taat yang hidupnya diperintahkan tidak hanya oleh hukum Musa tetapi juga oleh banyak tradisi buatan manusia. Paulus adalah seorang ahli dalam Kitab Suci tetapi tidak mengenali Mesias-Nya sampai ia berjumpa dengan Yesus di jalan Damaskus (Kisah Para Rasul 9:1-6). Setelah pertobatannya, Paulus menghabiskan waktu tiga tahun sendirian (Galatia 1:11-18). Selama masa isolasi ini, ia dilatih untuk menjadi penasihat dan misionaris terbesar bagi Kekristenan. Dia belajar untuk melihat Mesias-Nya di seluruh Perjanjian Lama, dan setiap situasi dan pengalaman dalam hidupnya disaring melalui kebenaran Alkitab. Itulah sebabnya dia dapat bersukacita dalam kelemahannya dan merasa puas meski ada rasa sakit, kekurangan, dan mengalami penganiayaan (Filipi. 4:10-13).
Ini adalah salah satu dari banyak berkat yang datang kepada kita ketika kita menyediakan waktu untuk menyendiri bersama Tuhan, berdoa dan membaca Firman-Nya. Roh Kudus mengajarkan kepada kita hikmat, yaitu kemampuan untuk melihat kehidupan melalui lensa alkitabiah. Hikmat tidak dipelajari di depan televisi, melalui media sosial, atau di acara-acara olahraga. Hikmat diperoleh dalam waktu pribadi kita dengan Tuhan ketika Dia menaruh Firman-Nya ke dalam pikiran kita dan mengerjakannya ke dalam hubungan dan respons kita terhadap berbagai situasi.
Sesulit apa pun untuk mendapatkan waktu hening yang tenang dalam hidup Anda, manfaatnya akan sebanding dengan pengorbanannya. Mungkin bangun setengah jam sebelumnya akan cocok untuk Anda, atau jika Anda biasa terjaga hingga larut malam, waktu optimal bisa saja di malam hari. Mungkin juga menemukan tempat yang tenang untuk menyendiri selama istirahat makan siang adalah pilihan terbaik untuk gaya hidup Anda.
Keheningan demi untuk mendapatkan kesunyian bukanlah tujuannya. Lagipula, kitabukan hanya sekedar mencari ketiadaan dari kebisingan, gangguan, dan aktivitas. Tujuan kita adalah menghilangkan setiap gangguan sehingga kita dapat memusatkan perhatian kita kepada Tuhan (Mazmur 62:5-7). Alih-alih mengundang Tuhan untuk bergabung dengan kita di tengah-tengah kegiatan kita sehari-hari, mari kita berhenti sejenak dan menemukan sukacita dan berkat dari kesendirian yang hening bersama Bapa surgawi kita.