Penyucian Sepanjang Jalan
(Charity Singleton Craig)
Karyapenyucian Tuhan menyingkapkan hakikat kita yang sebenarnya.
Ketika saya mulai hidup mandiri dan belajar menyiapkan masakan sendiri, saya membeli bahan-bahan makanan dengan harga termurah yang bisa saya dapatkan: makanan dengan merek-merek yang umum, makanan yang diawetkan bukan yang segar, dan yang mutunya lebih rendah dengan harga terjangkau. Saya bahkan membeli bahan-bahan “tiruan” jika perlu, seperti sirup jagung rasa-mapel untuk kue dadar dan ekstrak vanili tiruan untuk memanggang.
Tidak sampai bertahun-tahun kemudian, ketika keuangan saya sudah lebih memungkinkan, saya mulai membelanjakan lebih banyak uang untuk membeli bahan makanan pilihan. Sekarang kue dadar benar-benar memakai sirup mapel sungguhan dan ekstrakvanili yang saya gunakan juga hanya yang murni.
Vanilimurnibiasanya lebih mahal karena berasal dari anggrek-anggrek yang hanya tumbuh di beberapa tempat tertentu. Juga disebut “murni” karena cita rasanya berasal dari satu sumber saja: biji vanili. Bahkan dari baunya saja sudah mengungkapkan aroma yang lebih kaya dan lebih tajam (dan menjanjikan cita rasa yang lebih mantap juga tentunya). Dengan ekstrak vanili yang baik, Anda juga hanya perlu menggunakan setengah dari takaranyang tiruan.
Kemurnian hati
Kualitas sumber, cita rasa dan konsentrat yang membuat vanili “murni” ini juga menunjukkan beberapa karakteristik yang sama yang tercermin dalam kehidupan yang murni – standar panggilan hidup alkitabiah yang perlukita penuhi. Di Yesaya 52:11, misalnya, nabi itu meminta orang-orang Yehuda yang ditawanuntuk tetap hidup kudusdalam masa pembuangan mereka. Di dalam 1 Timotius 4:12, Paulus menasihati Timotius untuk menjadi teladan dalam kesucian hidup, meskipun ia masih muda. Dan di dalam Khotbah di Bukit, Yesus memanggil para pengikut-Nya untuk hidup suci, atau lebih tepatnya, untuk menjadi “suci hati.”
“Berbahagialah orang yang suci hatinya,” kata-Nya, “karena mereka akan melihat Tuhan.”
Lalu, apa yang dimaksud dengan kesucian hati? Kata yang diterjemahkan dengan “suci” di sini adalah katharos, yang artinya “tidak tercemar,” atau tanpa campuran apa pun. Di bagian lain Perjanjian Baru, kata itu diterjemahkan dengan “bersih” atau “tidak bersalah.” Kata ini menjadi dasar dari kata katarsis, yang artinya “pelepasan dari, dan kemudiankelegaan dari, perasaan-perasaan yang kuat”—seperti suatu pemurnian emosional.
Seperti halnya katarsis, proses membuat ekstrak vanili murni juga meliputi proses pelepasan. Si produsenmemulai dengan biji vanili cincang, yang kemudian ditapis ataudirendamdalam etil alkohol dan airuntuk melepaskan vanili dari unsur-unsur organik lainnya. Setelah beberapa hari, racikan-racikan itu disaring dan yang tersisa adalah ekstrak vanili murni.
Saya melihat proses pemurnian yang sama di hati saya sendiri. Ketika saya mengalami penapisan hidup sehari-hari, “vanili” hasil karya Tuhan dalam diri saya dilepaskan, sementara sisa-sisa pengaruh daging disaring. Menurut Yakobus, pencobaan-pencobaan yang memurnikan ini membawa kita kepada kemurnian hati, tetapi selain itu juga harus diperhitungkan sebagai sukacita sejati karena “ujian terhadap iman [kita] menghasilkan ketekunan,” dan ketekunan memimpin kita kepada kedewasaan dan keutuhan (Yakobus 1:3).
Satu Sumber Tertentu
Lalu ada juga masalah sumber. The U.S. Food and Drug Administration(BPOM Amerika Serikat) memiliki acuan tertentu tentang yang dapat diberi label “ekstrak” vanili dengan yang sekadar “citarasa” atau “ekstrak tiruan.” Dari definisi itu, semua “ekstrak vanili” adalah murni karena berdasarkanacuan FDA itu citarasanya berasal dari satu sumber tertentu saja, yaitu biji vanili. Dan juga, jika cairan yang digunakan selain alkohol dan air, bahan itu dianggap tidak murni dan tidak dapat diberi label “ekstrak.”
Demikian pula, kemurnian rohanijuga hanya berasal dari satu sumber yang sempurna dan murni: Tuhan. Kita tak dapat membuat diri kita murni dengan sejumlah kehendak atau perbuatan baik kita. Orang Kristen hanya dimurnikan—atau dalam bahasa Alkitab, dibasuh, dikuduskan, dan dibenarkan—“dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan oleh Roh Tuhan kita”(1 Korintus 6:11).
Dan Yesus tidak hanya memercayakan kehidupan yang murni kepada kita; Dia juga berkata bahwa orang yang suci hatinya akan melihat Tuhan. Bagaimana hubungan antara keduanya?
Semuanya suci
Berbicara tentang kemurnian adalah satu hal, tetapi menjalani hidup suci secara konsisten adalah hal lain. Bahkan setelah mendapat sentuhan pemurnian Tuhan, orang percaya masih memiliki banyak “biji hidup lama” yang beredar. Di sepanjangtulisan-tulisan bijak dalam Perjanjian Lama, kita membacatentang pergumulan hidup orang saleh. Sebagai contoh, Ayub bertanya-tanya apakah ada orang yang bisa benar-benar disucikan (Ayub 14:4). Dan Salomo berhadapan langsung dengan potensi penipuan-diri: “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati” (Amsal 16:2). Di dalam Mazmur 51, Daud juga mengakui beberapa penyimpangannya yang besar dari kebenarandan kemudian memohon pada Tuhan:“Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh” (Mazmur 51:12). Permohonan yang rapuh, tetapi juga pengakuan yang penting – karena di bagian lain Daud berkatakepada Tuhan “Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci” (Mazmur 18:26-27).
Sebagaimana ekstrak vanili murni membuat seluruh kue dadar, puding, atau pai terasa lebih nikmat, demikian pula ketika kita dimurnikan melalui karya penyucian Tuhan, kemurnian menjadi bagian dari segala sesuatu yang kita lakukan. Atau seperti dikatakan Paulus, “Bagi orang suci semuanya suci” (Titus 1:15), dan itu termasuk hal melihat Tuhan. “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?” Daud bertanya di Mazmur 24:3-4. Dan jawabnya, hanya “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya,” dan bersyukur bahwa Tuhan sudah melakukan penyucian itu, juga di dalam kita.