Perhatian Yang Murah Hati
(Charles F. Stanley)
Memberkati orang lain itu seperti segala hal yang lain juga – yang akan menjadi lebih mudah dilakukan dengan cara mempraktikkannya.
Memberi dan menerima merupakan sebagian besar kegiatan hari raya kita. Pada Hari Thanksgiving (Pengucapan Syukur), kita memusatkan perhatian pada semua berkat yang kita terima sepanjang tahun. Dan bahkan sebelum hidangan dan kue-kue kita habis, kita sudah mulai memikirkan tentang Natal dan berbagai hadiah yang akan kita berikan. Kita semua sudah mendengar perkataan, “Lebih berbahagia memberi daripada menerima” (Kisah Para Rasul 20:35), tetapi apakah Anda pernah mencari tahu mengapa perkataan ini benar?
Kemurahan hati bukanlah sikap bawaan lahir kita. Ketika lahir ke dunia, fokus kita adalah menerima: Kita hanya berpikir bagaimana mendapatkan pemenuhan kebutuhan segera, seperti yang sering dikatakan para orangtua dari bayi yang baru lahir. Tetapi pada saatnya, anak-anak mulai senang memberi. Itu sebabnya mereka memetik bunga-bunga dan memberikannya kepada ibu mereka sebagai persembahan yang sangat berharga. Dengan cara yang sama, kita bisa belajar untuk senang memberi kepada Tuhan. Pada awalnya pemberian kita mungkin sedikit karena didasarkan pada yang kita pikir dapat kita beli. Tetapi ketika kita mengalami kesetiaan Tuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, iman kita bertumbuh dan kita makin rela memberi dengan murah hati.
Di dalam 2 Korintus 8:1-6, rasul Paulus bercerita tentang sekelompok orang percaya di Makedonia yang sudah belajar kebenaran ini secara langsung. Ketika mereka mendengar tentang kebutuhan dana gereja Yerusalem, mereka bersedia membantu. Paulus memakai keteladanan mereka untuk mendorong gereja di Korintus melakukan hal yang sama. Dengan menerapkan keempat prinsip Alkitab dalam ayat-ayat ini, kita juga bisa mendapat manfaat dari keteladanan mereka.
-
- Kemurahan hati tidak didasarkan pada kelimpahan. Kita sering berpikir kita akan memberi lebih jika kita memiliki lebih. Tetapi kenyataannya, jika kita tidak bermurah hati dengan pendapatan kita yang sedikit, patut diragukan bahwa kita akan memberi lebih banyak dengan pendapatan kita yang lebih besar. Dari semua penampakan luar, orang-orang Kristen di Makedonia tidak memiliki kelebihan apa pun untuk diberikan. Namun, meski mereka hidup dalam kemiskinan dan sedang mengalami penderitaan besar, mereka memiliki sukacita yang melimpah dan kerelaan hati yang sangat besar (2 Korintus 8:2). Mereka dengan rela memberikan bukan hanya yang mereka mampu berikan, tetapi bahkan yang melampaui kemampuan mereka (2 Korintus 8:3).
- Kemurahan hati mengalir dari hati yang berbelas kasihan. Boleh jadi alasan orang Makedonia begitu rela untuk memberi adalah karena mereka sendiri tahu bagaimana rasanya berada dalam kekurangan dan mengalami kesetiaan Tuhan. Begitu mereka mendengar tentang keadaan orang-orang kudus di Yerusalem, hati mereka dipenuhi dengan belas kasihan, dan mereka memohon kepada Paulus untuk diberi kesempatan berpartisipasi dalam meringankan beban saudara-saudara itu (2 Korintus 8:4).
Seberapa sering kita melihat memberi sebagai kesempatan istimewa? Kita mungkin gembira dapat membeli hadiah-hadiah Natal untuk orang-orang terkasih, tetapi apakah kita senang berkontribusi bagi pekerjaan Tuhan? Apakah penyediaan kotak persembahan atau pengumuman tentang suatu kebutuhan gereja menimbulkan perasaan kewajiban dan bukan sukacita? Ingat, “Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” bukan yang memberi dengan sedih hati atau karena terpaksa (2 Korintus 9:7). - Kemurahan hati tidak terbatas hanya pada benda materi. Seringkali, pada saat Natal, kita membatasi hadiah yang kita berikan dengan benda-benda yang dapat dibungkus dalam bingkisan cantik. Hadiah-hadian ini bisa membuat sebagian dari kita menghabiskan uang melebihi dari yang seharusnya. Padahal, berutang tidak membuktikan ketaatan. Beberapa dari hadiah terbaik bahkan tidak membutuhkan pengeluaran sama sekali. Sebagai contoh, memberikan waktu kita untuk melayani orang lain, atau mendengarkan dan menguatkan mereka adalah cara yang indah untuk menunjukkan kasih. Dengan cara yang sama, kita bisa berpikir bahwa memberi pada Tuhan itu terbatas pada kontribusi secara finansial, padahal Kitab Suci memperluas perspektif itu. Paulus berkata bahwa jemaat di Makedonia itu “memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Tuhan, kemudian oleh karena kehendak Tuhan juga kepada kami” (2 Korintus 8:5). Tuhan lebih berkenan pada hidup yang taat dan berserah pada-Nya daripada kontribusi yang dipersembahkan dari hati yang memberontak (Mikha 6:6-8).
Memberi diri kepada Tuhan berarti menyerahkan segala hak, kesenangan dan keinginan kita untuk melakukan kehendak-Nya, apa pun itu. Dia terkadang menggerakkan kita untuk memberi secara finansial, tetapi Dia juga bisa mengarahkan kita untuk menunjukkan keramahtamahan, menolong seseorang, menyampaikan kata-kata penghiburan, atau mengabarkan Injil kepada orang yang belum mengenal Juru Selamat. - Kemurahan hati dimampukan oleh iman. Setiap masalah kehidupan adalah kesempatan untuk meningkatkan iman kita kepada Tuhan. Tetapi kita kadang enggan memercayai Dia dalam hal keuangan, meskipun Dia sudah memberi kita janji-janji yang luar biasa. Contohnya Lukas 6:38 yang berbunyi, “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Bagaimana perasaan Tuhan ketika kita berkata, “Aku percaya Alkitab, tetapi aku tidak memercayai yang dikatakan Tuhan tentang uang dan memberi?” Pernahkah Bapa tidak menepati janji firman-Nya dalam suatu situasi? Tidak pernah. Lalu mengapa kita tidak memercayai-Nya dan memberi dengan sukacita, murah hati dan bergairah?Ingat, kemurahan hati adalah karakter Tuhan, dan ketika kita memberi, kita mencerminkan citra-Nya. Jadi, pada masa hari raya ini, pikirkanlah semua yang sudah Tuhan berikan pada Anda: napas di paru-paru Anda, kasih keluarga dan sahabat, persekutuan dalam komunitas orang percaya, doa-doa yang dijawab, serta kesetiaan-Nya dalam menepati janji-janji-Nya dan memenuhi kebutuhan Anda. Kemudian. biarkan sikap Anda meluap menjadi kemurahan hati kepada orang lain – bukan hanya berupa pemberian uang atau benda-benda materi, tetapi juga dengan memberikan waktu dan perhatian Anda.