Prakata Dr. Charles Stanley
Apakah Anda memiliki persahabatan-persahabatan yang memperkaya hidup Anda dan memenuhi hati Anda dengan rasa syukur?
Apa yang Anda syukuri hari ini?
Makanan setiap hari, rumah tempat berteduh —setidaknya, kita bisa bersyukur atas hal-hal ini. Dan Anda bisa menemukan lebih banyak lagi jika Anda mau berhenti sejenak untuk “menghitung berkat-berkat Anda.” Berkat-berkat Tuhan tidak boleh dianggap sebagai hal yang sudah semestinya, kita harus sering-sering belajar menghargainya dengan rasa syukur.
Salah satu berkat Tuhan itu adalah berkat persahabatan.
Ketika saya masih kuliah, saya mengenal seseorang yang tahu apa yang dibutuhkan untuk menjadi sahabat yang setia. Ia akan menghampiri dan bertanya apakah saya mau makan siang bersamanya, atau apakah ia dapat melakukan sesuatu untuk saya. Bahkan jika saya menolak, ia akan datang kembali lain kali.
Pada akhirnya, kami menjadi akrab, dan saya sungguh menghargai ketekunannya. Ia mengajar saya apa artinya menjadi sahabat yang sebenarnya – dan itu merupakan berkat sepanjang hidup.
Apakah Anda memiliki persahabatan-persahabatan yang memperkaya hidup Anda dan memenuhi hati Anda dengan rasa syukur?
Di zaman media sosial sekarang ini, orang bisa memiliki lebih banyak “teman” daripada sebelumnya. Namun bagaimana dengan sahabat-sahabat setia yang mengenal Anda secara mendalam dan selalu berada di sisi Anda pada saat baik maupun buruk? Kita semua memerlukan teman yang seperti ini, tetapi relasi yang mendalam ini lebih sulit ditemukan daripada sebelumnya.
Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk relasional agar kita berinteraksi dengan Dia dan satu sama lain.
Itu sebabnya setelah menciptakan Adam, Tuhan menjadikan Hawa dan berkata, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18). Di sepanjang Alkitab ada banyak kisah tentang persahabatan atau pertemanan – Musa dengan Harun, Daud dengan Yonatan, Daniel dengan teman-temannya, Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Yesus memilih 12 orang untuk menjadi murid-Nya, dan tiga di antaranya merupakan sahabat yang jauh lebih karib – Petrus, Yakobus dan Yohanes.
Tuhan tidak ingin Anda mengarungi hidup ini sendirian.
Jika Anda merasakan kekosongan dalam aspek hidup ini, saya akan menyampaikan beberapa hal yang bisa membantu Anda.
Pertama-tama, sahabat karib biasanya tidak banyak jumlahnya. Dan persahabatan itu tidak terjadi dengan sendirinya; diperlukan waktu, usaha dan sikap yang tidak mementingkan diri sendiri.
Ada juga risikonya secara emosional, karena pada suatu ketika Anda bisa jadi disakiti oleh teman Anda. Namun hal itu tak boleh menghentikan Anda untuk menemukan sahabat yang dapat dipercaya dan membangun relasi yang memuaskan kedua pihak.
Membangun persahabatan yang langgeng memerlukan pondasi yang baik.
Memiliki ketertarikan yang sama bisa menjadi titik awal persahabatan, dan kesamaan yang terpenting adalah memiliki relasi dengan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
Meskipun kita tidak perlu menjauh dari orang-orang non-Kristen, mereka juga tidak perlu menjadi sahabat karib kita karena nilai-nilai, keinginan-keinginan dan keyakinan-keyakinan mereka bisa bertentangan dengan nilai-nilai, keinginan-keinginan dan keyakinan-keyakinan kita. Alkitab mengingatkan kita bahwa “Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1 Korintus 15:33).
Kita memerlukan teman-teman yang menarik kita lebih dekat kepada Tuhan, bukan makin menjauhkan kita dari Tuhan.
Batu bangunan kedua adalah relasi yang dijalani berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.
Salah satu penyebab hancurnya persahabatan adalah karena tidak memperlakukan satu sama lain menurut perkataan firman Tuhan. Kita perlu menjadi dan memiliki sahabat yang sabar, baik hati, tidak sombong, tidak mencari keuntungan sendiri, mau mengampuni, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak cemburu, tidak pemarah dan tidak berbuat yang tidak sopan (1 Korintus 13:4-5).
Filipi 2:4 mengingatkan kita agar mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri kita sendiri.
Jika kita menjalani relasi karena kebutuhan, relasi itu akan cepat menjadi tidak seimbang. Kita akan terus-menerus bergantung pada teman kita untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita sendiri. Relasi semacam itu melelahkan pihak lain dan kemungkinan akan membuatnya menjauh.
Tuhan mau kita bersandar pada-Nya, bukan pada orang lain, karena hanya Dia yang mampu memenuhi segala kebutuhan kita, baik yang bersifat fisik, materi, emosional maupun spiritual.
Ketiga, relasi yang langgeng dibangun berdasarkan saling mendukung pertumbuhan rohani.
Kita saling mendorong dalam iman, membagikan yang kita pelajari tentang firman Tuhan, mendiskusikan tentang Tuhan, serta berdoa untuk dan bersama satu sama lain. Ketika sahabat karib sedang mengalami kesulitan, kita memberi dukungan dan empati, dan jika Tuhan memberkati teman kita dalam hal tertentu, kita juga bersukacita bersamanya (Roma 12:15). Terkadang, dukungan kita juga bisa berupa teguran yang disampaikan dengan lemah lembut dan rendah hati (Galatia 6:1).
Keempat, relasi yang erat dibangun dengan sikap saling terbuka.
Tidaklah mungkin membangun relasi yang mendalam ketika salah satu pihak tidak mau terbuka. Anda tidak dapat membangun persahabatan dengan orang yang membangun tembok yang sedemikian tinggi dan tebal sampai tak ada yang bisa menerobosnya.
Rasul Paulus menghadapi persoalan ini di jemaat Korintus. Ia telah membuka hatinya lebar-lebar kepada mereka, tetapi mereka hanya memberi tempat yang sempit di hati mereka bagi Paulus. Maka ia juga meminta mereka membuka hati lebar-lebar baginya sebagai timbal balik dari sikapnya kepada mereka (2 Korintus 6:11-13).
Mengalami seluruh aspek persahabatan yang baik ini akan membuat Anda sangat bersyukur – atas orang yang menjadi sahabat Anda maupun atas kebaikan Tuhan yang mempertemukan Anda dengan orang itu. Saya berdoa Anda dapat menemukan sahabat yang setia dan dapat dipercaya, dan dapat bertumbuh dalam relasi Anda dengan Tuhan.
Mengikuti petunjuk alkitabiah ini akan membuka jalan kepada kepuasan, sukacita dan kepenuhan. Sahabat yang setia itu dapat menjadi salah satu berkat Tuhan yang paling berharga dalam hidup Anda.