Semua Hal Cemerlang dan Indah
Oleh: Winn Collier
Sepanjang satu liburan musim panas perguruan tinggi, saya mengajak adik perempuan saya melakukan perjalanan darat ke Grand Canyon. Saya ingin memberinya suatu petualangan yang luar biasa dan memperkenalkannya pada bagian-bagian dari daerah Barat yang saya sukai. Satu malam di bulan Agustus di lereng selatan Canyon, kami berbaring tenang di bawah hamparan bintang yang berkilauan dan keheningan menyelinap di antara kami. Tidak ada katedral, tidak ada khotbah, namun saya tahu bahwa segala sesuatu yang diterangi oleh langit yang membentang luas itu adalah kudus. Saya tidak memiliki kata-kata untuk menjelaskan pengalaman saya, dan sekarang, lebih dari dua dekade kemudian, kata-kata masih terlalu lemah untuk menggambarkannya. Namun demikian, pada malam yang terang-benderang itu, saya melihat sekilas keindahan yang Tuhan nyatakan melalui dunia ini – secuil dari kesukaan-Nya yang berlimpah atas keindahan bumi ini (yang Ia pun ingin agar kita menikmatinya juga selagi kita ada di muka bumi ini).
Alkitab memiliki banyak hal untuk dikatakan mengenai kebaikan dunia ini, menggambarkan kasih dan kesenangan yang layak bagi tempat ini yang Tuhan telah berikan kepada kita, yang kita sebut sebagai rumah kita. Kapanpun matahari menyemarakkan cakrawala atau sinar bulan menyinari halaman depan kita. Setiap kali kita mencium bau pinus atau melihat burung cardinal atau menggali dengan jari-jari kita untuk menanam kacang polong atau bawang bombay – ada banyak alasan mengapa pengalaman-pengalaman ini (dan ribuan pengalaman lainnya seperti ini) membangkitkan jiwa kita.
Sama halnya, ketika kita melihat ciptaan Tuhan dirusak atau diabaikan, ada banyak alasan mengapa hal itu mengganggu kita. Tuhan mengaruniakan dunia ini kepada kita untuk dinikmati, dan kita bersyukur untuk kemurahan hati-Nya yang melimpah. Namun ada hal lain yang kita harus lakukan –mengembangkan keinginan untuk merawat anugerah ini dengan kepedulian, dan memuliakan Tuhan yang telah memberikannya. Beberapa dekade setelah malam di Arizona itu, saya mendapati beberapa benang yang terjalin ke dalam kisah Alkitab, benang yang membantu untuk menjelaskan pengalaman pribadi saya dan menyelaraskan kembali pemikiran saya.
Pertama, Allah adalah Pencipta dari segala sesuatu yang ada, dan segala sesuatu yang Ia ciptakan itu baik. Kitab Kejadian dimulai dengan kata-kata yang paling mendasar di dalam Alkitab: “Pada mulanya Allah …” Planet ini dan segala yang ada di dalamnya terwujud oleh karena Tuhan berfirman dan menciptakan mereka. Mengakhiri setiap ledakan kreatif-Nya, Allah berhenti sejenak, menikmati hasil mengagumkan dari karya-Nya, dan berkata “Nah, itu bagus.” Setelah merangkai malam dan siang, memahat padang rumput dan gunung-gunung, menabur tumbuhan cemara dan pohon ek di sepanjang bentang alam, Allah berseru: Bagus!
Para ahli bahasa Ibrani menyarankan terjemahan lain untuk kata “baik” dengan kata “indah”. Saya membayangkan Tuhan menyaksikan ombak yang menerjang pantai atau sekawanan angsa melintasi langit, mengagumi semuanya dengan kesenangan yang mendalam. Mungkin bila kita mendapati diri kita berada dalam momen yang serupa dan tergerak dengan respon yang serupa, barulah kita dapat mengingat betapa kita pun membawa citra Tuhan dan, sama seperti Pencipta kita, kita mengetahui keindahan sejati saat kita melihatnya.
Kita bersyukur untuk kemurahan hati-Nya yang melimpah. Namun ada hal lain yang kita harus lakukan – mengembangkan keinginan untuk merawat anugerah ini dengan kepedulian, dan memuliakan Tuhan yang telah memberikannya.
Kedua, Allah terus mengasihi dan menopang ciptaan-Nya, terlepas dari cara-cara kita merusak kebaikannya. Tragisnya, pemberontakan manusia tidak hanya mempengaruhi kita saja; pemberontakan itu juga mengubah bumi ini. Itulah mengapa Paulus berkata bahwa segala ciptaan mengeluh dan merasa sakit, menantikan penebusan Allah (Baca Roma 8:19-23). Namun demikian, Allah terus mengasihi bumi yang Ia ciptakan. Ayat Alkitab pertama yang diingat oleh kebanyakan kita memberikan jaminan bahwa “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini” dan bahwa kasih ini diberikan tidak hanya kepada manusia di dunia ini namun juga kepada dunia itu sendiri, kepada segenap alam semesta.
Lebih dari itu, kasih karunia dan energi Allah terus menopang bumi ini. Dalam kitab Kolose, Paulus menjelaskan bagaimana Allah menopang segala sesuatu – langit, laut, gunung, burung, hewan liar dan tanah yang di atasnya kita berjalan (Kolose 1:17). Ayub menegaskan bahwa jika Allah menarik kembali “Roh-Nya, dan mengembalikan nafas-Nya pada-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup” (Ayub 34:14-15). Bumi ini, seperti halnya kita, hidup dari tangan Allah langsung, diberi makan oleh kasih karunia-Nya.
Ketiga, Allah menyingkapkan keagungan dan keindahan-Nya sendiri melalui keajaiban dunia yang brilian ini. “Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya” kata nabi Yesaya kepada kita (Yesaya 6:3). Tak mengherankan bila kita terkesiap setiap kali petir menembus kegelapan. Tak mengherankan bila kita mengetahui kesenangan sejati kapan pun kita mematai-matai merekahnya bunga di musim semi atau menantikan erupsi warna-warna musim gugur dengan penuh harap. Entah kita mengakui kebenarannya atau tidak, namun pada momen-momen itulah kita menikmati kemegahan Tuhan.
Ayat Alkitab pertama yang diingat oleh kebanyakan kita memberikan jaminan bahwa “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini” dan bahwa kasih ini diberikan tidak hanya kepada manusia di dunia ini namun juga kepada dunia itu sendiri, kepada segenap alam semesta.
Keempat, Allah berjanji untuk membaharui ciptaan-Nya, menolak untuk mengabaikan dunia yang Ia kasihi.
Tuhan tidak akan mengabaikan dunia ini, melainkan Ia berjanji untuk memulihkannya, menyembuhkan semua ciptaan (bumi ciptaan Allah dan umat Allah). Wahyu 21:1 menggambarkan rancangan-Nya untuk masa depan sebagai “langit yang baru dan bumi yang baru.”Saat Tuhan memperkatakan perkataan terakhir, bumi akan berkembang dengan kegembiraan yang luar biasa. Pada akhirnya, itu akan terjadi seperti yang Ia inginkan. Tuhan akan menjadikan indah tanah dimana kita hidup dan bekerja, tempat dimana kita sering merasa begitu sia-sia dan bertanya-tanya apakah keadaannya dapat kembali indah lagi.
Philip Yancey menggambarkan penebusan bumi yang Tuhan janjikan ini: “Kita akan menyadari rancangan Allah sebagai rancangan asli yang akan dibangun kembali, seumpama lukisan minyak tak bernilai dipulihkan setelah kebakaran atau suatu katedral yang dibangun kembali setelah dibom. Penebusan melibatkan alkemia, suatu batu filsuf yang menghasilkan emas dari tanah liat.” Sebagai respon terhadap semua kehancuran yang kita sebabkan, semua kerugian yang kita lakukan, Allah dapat dan akan membuat segala sesuatunya baru.
Namun hingga saat itu tiba, Allah telah memanggil kita sebagai penjaga ciptaan-Nya, suatu pekerjaan dimana kita merawat dunia yang diciptakan-Nya dengan kepedulian dan kasih sayang. Seperti halnya Adam dan Hawa, kita harus merawat apapun yang Tuhan berikan kepada kita, bekerja untuk membuat dunia ini menghasilkan buah. Kita harus mengatur sumber daya kita yang berharga dengan bijaksana dan belajar bagaimana memanfaatkan tanah dengan baik, bagaimana cara mempromosikan keharmonisan antara umat manusia dan alam. Kita bersyukur kepada Tuhan untuk bumi ini. Dan dalam nama-Nya, kita menolong dunia ini untuk menjadi lebih indah, lebih utuh.
“All Things Bright and Beautiful”
By Winn Collier
During one summer break from college, I took my younger sister Vonda on a road trip to the Grand Canyon. I wanted to give her an extravagant adventure and introduce her to parts of the West I had grown to love. One August night on the Canyon’s South Rim, we lay quietly under the shimmering expanse, and a hush settled between us. There was no cathedral, no sermon, but I knew everything illuminated by that vast sky was holy. I didn’t have language to explain my experience, and now, more than two decades later, words remain paltry, too weak. However, on that starlit evening, I caught a fleeting glimpse of the beauty God reveals through this world—a mere sliver of His abundant delight over earth’s beauty (which He wants us to enjoy, too, while we’re here).
The Scriptures have much to say about the goodness of this world, describing an appropriate love for and delight in the place God has given us to call home. Whenever the sun brushes the horizon mystic orange or the moonlight spreads across our front lawns; whenever we catch the whiff of pine or sight a cardinal or dig our fingers into fresh loam to plant peas or onions—there are reasons why these experiences (and thousands like them) stir our souls.
Likewise, when we see God’s creation marred or neglected, there are reasons why it disturbs us. God gifts us this world to enjoy, and we are grateful for His extravagant generosity. But there’s something more we must do—cultivate a desire to tend these gifts with care, and to honor the God who gave them. In the decades since that Arizona night, I’ve found a few threads woven into the Bible’s story, threads that help to explain my own experiences and realign my thinking.
First, God is the Creator of everything that exists, and everything He creates is good. Genesis commences with the most foundational words in the Bible: “In the beginning God …” This planet and all it contains (every brook and forest, every rhino and whip-poor-will, every raspberry and avocado) exist because the Lord has spoken them into being. Concluding each burst of creative energy, God paused, relishing the magnificent fruit of His labor, and said, “Now that’s good.” After crafting night and day, sculpting prairies and mountains, and sowing great conifers and oaks across the landscape, God exclaimed: Good!
Hebrew scholars suggest that another translation for good would be “beautiful.” I imagine God watching the tide roll over the shore or a flock of geese cut across the sky, admiring it all with deep pleasure. Perhaps when we find ourselves in a similar moment and moved to a similar response, we can remember how we bear God’s image and, like our Creator, know true beauty when we see it.
We are grateful for His extravagant generosity. But there’s something more we must do—cultivate a desire to tend these gifts with care, and to honor the God who gave them.
Second, God continues to love and sustain creation, despite the ways we corrupt its goodness. Tragically, human rebellion did not affect us alone; it altered the earth itself. This is why Paul says that the whole of creation groans with pain, awaiting God’s redemption. (See Rom. 8:19-23.) However, God continues to love the earth He made. The first Bible verse many of us memorized assures us that “God so loved the world” and that this love extended not only to the people of the world but also to the world itself, to the entire cosmos.
Even more, God’s grace and energy continue to sustain the earth. In Colossians, Paul explains how God holds all things together—the sky, sea, mountains, fowl and beasts, and the very ground on which we walk (Col. 1:17). Job insists that if God were to remove “His spirit and His breath, all flesh would perish together” (Job 34:14-15). The earth, like us, lives from the very hand of God, nourished by His tender grace.
Third, God reveals His own splendor and beauty through the wonders of this brilliant world. “The whole earth is full of His glory,” the prophet Isaiah tells us (Isa. 6:3). No wonder we gasp whenever lightning gashes the dark. No wonder we know pure pleasure whenever we spy the first bulb of spring or bristle with eager anticipation for the eruption of fall colors. Whether we acknowledge the truth or not, at those moments we revel in God’s grandeur.
The first Bible verse many of us memorized assures us that “God so loved the world” and that this love extended not only to the people of the world but also to the world itself, to the entire cosmos.
In the warm months, my wife takes off her shoes at least once a day and walks into our backyard so she can make contact with God’s good earth. She wants to stay in touch with the ground, to feel God’s handiwork. She would tell you that with her bare feet on green grass or on one of her walks along the James River, she’s more aware of God, more connected to His love and presence.
Fourth, God promises to renew creation, refusing to abandon the world He loves.
The Lord will not forsake this world but rather promises to restore it, healing the whole of creation (God’s earth and God’s people). Revelation 21:1 describes His plans for the future as “a new heaven and a new earth.” When God has the final word, the earth will flourish with copious exuberance. It will, at long last, be just as He intended. God will transfigure the very ground where we live and work, the very places where we often feel so futile and wonder if anything will ever be beautiful again.
Philip Yancey describes this earthly redemption God promises: “We will realize God’s design as reclaimed originals, like a priceless oil painting restored after a fire or a cathedral rebuilt after a bombing. Redemption involves a kind of alchemy, a philosophers’ stone that makes gold from clay.” In response to all the ruin we’ve caused, all the harm we’ve done, God can and will make all things new.
But until then, God has named us as stewards of creation, a vocation where we tend to His world with care and affection. Like Adam and Eve, we must tend whatever the Lord gives us, working to make the world fruitful, yielding His abundance. We must manage our precious resources wisely and learn how to use the land well, how to promote a holy harmony between humankind and nature. We give thanks to God for the bounties of the earth. And in His name, we help the world to become more beautiful, more whole.