Tuhan Atas Samudera, Tuhan Atas Semenanjung
(Sandy Feit)
Kita merasakan kedekatan dengan Juru Selamat kita di dalam dan melalui ciptaan-Nya.
“Sejak waktu dimulai, Dia telah menopang dunia; kekuatan-Nya yang agung tidak berubah sekalipun di tengah pasang surutnya lautan dan tahun berganti tahun. Kita dapat melihat kasih Tuhan sedang bekerja di sekitar kita melalui gunung-gunung yang menjulang tinggi, matahari terbenam yang berwarna-warni, dan bunga-bunga yang bermekaran. Dari cerita kehidupan yang terekam dalam urat-urat pohon purba sampai tarian ombak di atas batu karang yang menuju pantai, seluruh ciptaan berbicara tentang kekuatan Tuhan yang dahsyat dan hati yang penuh perhatian.”—Pemandangan tentang Kasih Karunia Tuhan: Sebuah Renungan Visual
Ketika kami tinggal di New England, acara tahunan kami yang paling meriah adalah berlibur di Cape Cod, semenanjung berbentuk lengan yang membentang ke samudera Atlantik. Keluarga kami akan tinggal di “siku” tempat yang menakjubkan itu, lima menit dari barat pantai dan sepuluh menit dari timur teluk. Ketika anak-anak masih kecil, air yang tenang dan riak-riak ombak di semenanjung itu menjadi arena bermain dan menemukan yang tak ada habisnya. Setiap kunjungan akan menghasilkan satu penemuan makhluk baru yang menakjubkan, entah yang terbang atau pun yang terperangkap di jaring kami. Pantai adalah tempat bermain yang lebih dingin dan lebih terbuka yang memunculkan kekaguman-kekaguman lain, seperti penampakan anjing laut dan beberapa pertunjukan selancar yang cukup dramatis saat diterjang gelombang.
Mustahil berada di tempat seperti itu tanpa merasakan kedekatan dengan Tuhan. Entah itu kedahsyatan kuasa-Nya, kejeniusan kreativitas-Nya, atau kehadiran-Nya yang hampir begitu nyata, kesadaran akan Tuhan itu menjadi semacam kecanduan yang sehat—kami tak bisa merasa cukup. Jadi hampir setiap hari kami akan singgah di salah satu (atau bahkan di kedua) pantai tersebut.
Anda mungkin heran bahwa pada saat liburan—saat yang memungkinkan kami untuk berpuas-puas tidur—kami malah sering bangun lebih awal dari biasanya untuk berada di Pantai Nauset pada saat matahari terbit. Pada saat itu pantai masih sunyi, dan kami bisa menikmati waktu Tuhan dan penampakan langit yang menakjubkan tanpa gangguan. Setelah itu, kami akan melanjutkan petualangan hari itu dengan mengunjungi Pantai Skaket dan bergabung dengan orang-orang lainnya di kursi-kursi yang diatur seperti teater untuk menyaksikan matahari terbenam. Beberapa membawa makanan ringan; kebanyakan menonton dengan kekaguman yang hening. Dan ketika titik kelap-kelip terakhir lenyap, seringkali akan terdengar tepuk tangan. Apakah para penonton lain mengenali Sang Pencipta dalam pertunjukan itu? Saya tak pernah tahu apakah ada orang Kristen lain di antara para penonton itu, tetapi sepertinya semua orang merasa takjub. Dan saya menduga banyak orang, seperti saya, mendengar suatu lagu yang bersenandung di kepala mereka: “Hari telah berlalu, matahari terbenam …”