Waktu Yang Digunakan Dengan Baik
Baik (Alm. Charles F. Stanley)
Waktu kita adalah karunia Tuhan yang berharga—dan cara kita menggunakannya menunjukkan prioritas-prioritas kita.
Saya punya teman-teman yang dapat menyelesaikan dua tiga pekerjaan dalam sehari, tetapi beberapa orang lain yang saya kenal tidak pernah dapat menyelesaikan satu pun dari daftar tugas mereka, betapa pun kerasnya mereka berusaha. Perbedaan di antara orang-orang ini kemungkinan bukan soal kemampuan. Sebagian dari kita sebenarnya hanya memiliki naluri mengelola waktu yang lebih baik dari orang lain. Dan keterampilan ini sangat penting karena kita semua bertanggung jawab pada Tuhan atas cara kita menggunakan waktu. Jika kita hendak menggenapi semua yang Tuhan rancangkan untuk kita, kita harus belajar menginvestasikan waktu kita bagi tujuan-tujuan-Nya. Ini bukan berarti setiap detik sepanjang hari harus digunakan dengan cara tertentu. Kita hanya memerlukan jadwal yang seimbang.
Tujuannya menjadi proaktif, bukan reaktif. Orang yang hanya memenuhi tuntutan hidup sehari-hari kurang melihat ke depan dalam kehidupannya. Tuhan memiliki tujuan yang dirancang khusus untuk setiap orang, dan Dia telah menempatkan setiap kita dengan sangat tepat untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Alih-alih mengakhiri hari-hari dengan bertanya-tanya apa yang sudah kita capai, bukankah lebih baik kita mengakhiri hidup seperti rasul Paulus, yang dapat berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Timotius 4:7)?
Ketika Paulus menulis kepada jemaat di Efesus, ia memberikan beberapa petunjuk yang sangat baik tentang penggunaan waktu: “Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-17).
Kata perhatikanlah mengandung arti mengarahkan pikiran kepada suatu hal dan memikirkannya dengan sungguh-sungguh. Pernahkah Anda bertanya, Apa yang Tuhan ingin aku lakukan hari ini? Apakah aku sedang menginvestasikan waktuku dalam rencana-rencana Tuhan atau apakah aku sedang mengejar agendaku sendiri? Sebagai penatalayan atau karunia waktu Tuhan yang sangat berharga, kita harus selalu memikirkan apakah kita sedang hidup dengan bijaksana menurut kehendak-Nya atau sekadar mengeluyur dalam kehidupan.
Bagaimanakah kehidupan yang seimbang itu? Meskipun sebagian orang mungkin menganggap jadwal itu terlalu membatasi, pada kenyataannya, jadwal benar-benar merupakan cara mengatur waktu untuk hidup dengan tujuan dan produktif. Karena Yesus adalah satu-satunya yang pernah menjalani kehidupan yang sangat seimbang, mari kita perhatikan cara-Nya menggunakan waktu.
- Bersekutu dengan Bapa. Injil Markus menuliskan, “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana” (Markus 1:35). Nah, jika Anak Bapa surgawi saja perlu memulai hari dengan bersama Bapa-Nya, betapa kita seharusnya lebih lagi? Bersekutu dengan Bapa harus menjadi prioritas utama kita agar kita dapat bertumbuh dalam relasi dengan Tuhan dan menerima pimpinan-Nya. Seberapa pun yang dapat kita kerjakan dalam sehari akan berarti jika kita menyerahkan rencana-rencana kita pada Tuhan dan meminta-Nya mengarahkan jadwal kita sebagaimana yang Dia pandang baik.
- Berelasi. Karena manusia adalah prioritas utama Tuhan, kita harus memastikan bahwa kita juga berinvestasi pada orang lain. Yesus menggunakan tahun-tahun awal kehidupan-Nya bersama keluarga dan tiga tahun terakhir-Nya bersama 12 orang yang menjadi sahabat-sahabat-Nya yang paling karib. Untuk berkembang, keluarga dan teman-teman kita memerlukan kita untuk ada dan terlibat dalam kehidupan mereka. Itu sebabnya kita harus hati-hati dalam menjaga agar tugas dan pekerjaan kita tidak menjadi lebih penting dari orang-orang dalam hidup kita.
- Bekerja. Ini adalah aspek yang paling sering membuat kita tidak seimbang. Ketika saya baru memulai pelayanan, saya berpikir saya berdosa jika saya tidak berdoa, belajar atau mengajar. Saya begitu sibuk sampai saya benar-benar membuat diri saya sakit. Padahal perintah Tuhan dalam hal ini sangatlah sederhana: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23). Ini berarti kita harus selalu mengusahakan yang terbaik dalam bekerja, tetapi kita tidak boleh membiarkan pekerjaan kita menjadi berhala.
Yesus tahu benar bagaimana menjaga keseimbangan. Itu karena Dia hanya melakukan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya, meskipun itu berarti membiarkan kebutuhan-kebutuhan lain tertentu tidak terpenuhi (Markus 1:35-39). Namun, Dia juga memandang interupsi-interupsi sebagai kesempatan untuk melayani orang yang menderita (Lukas 8:41-48).
- Beribadah. Di sepanjang pelayanan-Nya, Yesus sering masuk ke sinagoge dan bait suci untuk beribadah. Saya sering mendengar orang berkata, “Saya tidak perlu ke gereja untuk menjadi orang Kristen.” Meskipun ini benar, orang percaya yang mencoba menjalani kehidupan Kristen sendirian akan kehilangan berkat-berkat besar tertentu. Ketika kita bersekutu bersama-sama, kita bersukacita bersama, menerima perintah firman Tuhan, dan memperoleh nasihat, dukungan dan persekutuan.
- Bersantai. Pernahkah Anda bertanya-tanya, apakah Yesus bersenang-senang? Meskipun Alkitab tidak mengungkapkan secara eksplisit bahwa Dia tertawa dan bersendagurau dengan para murid-Nya, pada faktanya anak-anak yang tertarik pada Yesus menunjukkan bahwa Dia tahu cara menikmati waktu yang baik (Matius 21:15-16). Tuhan senang melihat anak-anak-Nya menikmati kehidupannya. Bagaimanapun, jika kita menjalani hidup kudus dan taat, kita memiliki semua alasan untuk bahagia. Amsal 17:22 berkata: “Hati yang gembira adalah obat,” dan itulah tepatnya yang Tuhan nasihatkan pada kita.
Jadwal yang seimbang memerlukan komitmen. Kita tidak pernah kebetulan dalam mengatur waktu dengan bijak. Dibutuhkan evaluasi yang intensional tentang prioritas-prioritas, komitmen untuk hidup di bawah tudung pimpinan Tuhan, dan peninjauan yang terus-menerus terhadap arah tujuan kita.
Langkah pertama adalah memeriksa di manakah komitmen-komitmen kita yang sesungguhnya. Kita cenderung berpikir bahwa keinginan-keinginan kita menunjukkan prioritas-prioritas kita, padahal tindakan-tindakan kita merupakan ukuran yang lebih akurat. Kita mungkin ingin menggunakan lebih banyak waktu bersama keluarga atau memiliki waktu teduh bersama Tuhan yang lebih konsisten, tetapi jika kita tidak melakukannya, hal-hal itu berarti bukan atau tidak menjadi prioritas.
Langkah berikutnya adalah bertanya pada Tuhan seperti apa jadwal kehidupan-Nya. Kita tidak bisa mengikuti rencana-rencana orang lain, karena Tuhan memimpin setiap kita secara individu. Kita juga perlu meminta Tuhan memberikan tujuan-tujuan jangka panjang-Nya untuk hidup kita. Dengan demikian kita akan memiliki arah bukan saja untuk jam-jam kehidupan jangka pendek, tetapi juga untuk tahun-tahun kehidupan jangka panjang.
Dan akhirnya, kita perlu meminta Tuhan menolong kita agar tetap berada di jalur yang benar. Kita tidak selalu bisa berasumsi bahwa pimpinan yang Dia berikan pada kita bertahun-tahun yang lalu merupakan pimpinan yang Dia mau kita taati hari ini. Hal yang dulu menuntut waktu kita mungkin saja sekarang menjadi area kosong yang Dia mau isi dengan tanggung jawab baru. Namun perlu diingat bahwa jadwal yang seimbang tidak membatasi kemerdekaan kita. Menjadi orang yang Tuhan rancangkan dan melakukan yang Dia inginkan adalah hal yang memerdekakan kita. Dan itulah cara terindah dalam menggunakan waktu kita.