Lebih dari Sekedar Buku Panduan
Ketika istri saya dan saya masih berkencan, kami memutuskan untuk membaca seluruh isi Alkitab, namun tak lama kemudian mengibarkan bendera putih setelah sampai di-instruksi untuk membangun tabernakel di kitab Keluaran 25. Kami hampir menyelesaikan dua kitab sebelum akhirnya berhenti.
Dalam sekejap, kitab Keluaran yang sebelumnya menceritakan kisah luar biasa tentang Allah yang menyelamatkan umat-Nya, lalu menjadi semacam buku panduan untuk membangun peralatan yang rumit. Di dalam dunia yang saya diami sebagai seorang penulis, perubahan semacam ini adalah anathema – suatu novel fiksi ilmiah tidak bisa tiba-tiba berubah menjadi buku memasak di tengah jalan.
Sutradara film Cecil B. DeMille dengan bijaksana memilih untuk tidak memasukkan bagian dalam Keluaran ini dalam film epik Alkitabiahnya yang berdurasi 220 menit, The Ten Commandments. Bila ia melakukannya, durasi film akan dua kali lebih panjang. Mungkin justru mendorong penonton keluar dari bioskop sebelum film usai.
Di awal tahun 2015, saat saya sekali lagi berencana untuk membaca seluruh Alkitab, saya menyiapkan diri saya untuk kejemuan yang akan saya temui saat mencapai bagian Alkitab ini. Selagi terbukti sulit untuk melewatinya, saya pun menemukan diri saya menikmatinya, dan untuk alasan yang awalnya membuat saya menghindar.
“Dan mereka [bangsa Israel] harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka,” Allah berfirman kepada Musa di puncak Gunung Sinai. “Menurut segala apa yang Kutunjukkan kepadamu sebagai contoh Kemah Suci dan sebagai contoh segala perabotannya, demikianlah harus kamu membuatnya.” (Keluaran 25:8-9). Wow, Allah menunjukkan kepada Musa.
Sampai ke pasal 25, orang percaya pragmatis yang berharap untuk mendapatkan tuntunan dari Alkitab akan pergi dengan tangan kosong. Hal itu dikarenakan kebanyakan ayat di sini dan di pasal-pasal berikutnya berbunyi kurang lebih seperti ini: “Haruslah engkau membuat tenda-tenda dari bulu kambing menjadi atap kemah yang menudungi Kemah Suci, sebelas tenda harus kaubuat. Panjang tiap-tiap tenda harus tiga puluh hasta dan lebar tiap-tiap tenda empat hasta: yang sebelas tenda itu harus sama ukurannya.” (Keluaran 26:7-8).
Setelah membaca halaman demi halaman ayat seperti ini, kebanyakan pembaca akan berhenti membaca.
Saya percaya, petunjuk-petunjuk ini ada bukan untuk memberikan hikmat, melainkan untuk mengarahkan perakitan beberapa barang tertentu. Kali ini, tiba di Keluaran 25, saya mengingat hal ini saat saya membacanya. Mengetahui bahwa Allah menghendaki umat-Nya untuk benar-benar membangun tabernakel, saya berusaha untuk memvisualisasi apa yang saya baca. Saya juga mencari di Internet, gambaran interpretasi dari tabernakel serta perabotnya untuk membandingkan imajinasi saya dengan para seniman ulung itu. Membayangkan keterangan tabernakel ini menolong saya untuk memahami pengalaman penyembahan bangsa Israel.
Sekalipun saya memperhatikan detilnya, gambaran saya kehilangan satu komponen yang sangat penting: Allah sendiri. Walau saya percaya sang Pencipta saya ada di dalam gereja saya – dan di dalam hati saya juga – sebagian diri saya tidak pernah mengharapkan suatu pertemuan dramatis di hari Minggu pagi. Ketika saya membaca tentang Allah yang berjanji untuk bersemayam diantara umat-Nya dalam Keluaran 25:8, saya rasa saya tidak mengharapkan Dia untuk benar-benar menampakkan diri – atau setidaknya tidak dengan cara yang spektakuler.
Itulah mengapa Keluaran 40:38 mengejutkan saya: “Awan TUHAN itu ada di atas Kemah Suci pada siang hari, dan pada malam hari ada api di dalamnya, di depan mata seluruh umat Israel pada setiap tempat mereka berkemah.”
Setelah menghabiskan seumur hidup di dalam gereja-gereja yang tidak memiliki awan kudus atau api kudus, saya rasa saya mengharapkan tabernakel yang tidak istimewa juga. Namun di sini, Allah bersemayam di antara bangsa Israel dengan cara yang tidak dapat disangkal.
Apa yang saya harapkan terbalikkan. Saya melihat suatu hal yang luar biasa setelah melewati bagian terberat dalam kitab Keluaran. “Bagian buku panduan” dari kitab ini bukanlah suatu denah bagi rumah Tuhan – suatu tempat untuk penyembahan bagi publik saja – melainkan juga tempat tinggal yang sesungguhnya bagi sang Pencipta.
Saya mengharapkan terlalu sedikit tentang Allah, saat saya membaca kitab Keluaran. Saya tidak mengira Ia akan menyalakan tabernakel dengan hadirat-Nya, seolah-olah berkata kepada bangsa Israel, “Saya telah tiba di rumah.”
Oleh: Chad Thomas Johnston