Hak Istimewa Orang Percaya (Charles F. Stanley)
Peran “pengakuan dosa” dalam pertumbuhan rohani orang percaya
Salah satu ayat Alkitab yang paling dikenal dan disukai adalah I Yohanes 1:9. Namun, adakalanya setelah kita mengakui segala dosa kita, kita masih saja merasa bersalah atau mendapati diri kita mengulangi dosa tertentu. Mengapa hati nurani kita tidak tenteram atau perilaku kita tidak berubah? Pengakuan dosa kelihatannya sangat sederhana, tetapi apakah kita benar-benar memahami makna dan manfaatnya?
Untuk benar-benar memahami pengakuan dosa, kita perlu meneliti konteks ayat tertentu. Mari kita mulai dengan membaca I Yohanes 1:8-10, I Yohanes 2:1-2.
“Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.
Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.”
Kata “pengantara” yang dipakai dalam I Yohanes 2:1 adalah terjemahan dari kata Yunani paraklētos, yang secara harafiah berarti “dipanggil ke satu pihak.” Kata itu digunakan untuk orang yang menjadi perantara terdakwa atau seorang yang membela perkara orang lain.
Siapa yang diberi hak untuk mengaku dosa? Kata ganti “kita” dipakai 17 kali dalam kelima ayat yang kita baca, yang menunjukkan bahwa Yohanes sedang menulis untuk orang-orang percaya. Orang-orang percaya ini tidak bisa berharap diampuni hanya dengan mengakui dosa, karena dasar pengampunan Allah adalah kematian Kristus sebagai korban penebus dosa, bukan melulu permohonan seseorang.
Mengapa kita perlu mengaku dosa? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita perhatikan perbedaan antara relasi (relationship) dan persekutuan (fellowship) dengan Allah.
Relasi dengan Allah dimulai saat kita diselamatkan dan merujuk pada posisi kita sebagai “anak” Allah.
Relasi ini membawa pengampunan kekal dan menyeluruh atas segala dosa kita.
Yohanes menggambarkan Yesus sebagai “pendamaian untuk segala dosa kita” (I Yohanes 2:2).
Mendamaikan berarti “mengambil atau mendapatkan kembali kebaikan atau maksud baik dari; menenteramkan,” dan itulah yang dilakukan Yesus pada setiap kita setiap hari dalam kehidupan kita.
Persekutuan merujuk pada perjalanan kita setiap hari bersama Bapa sebagai anak-anak-Nya. Kita
tidak berhenti menjadi anak ketika kita berbuat dosa, tetapi dosa menghalangi persekutuan dan kesukaan kita di dalam dan bersama-Nya.
Yohanes juga menjelaskan tentang persekutuan ini di dalam tulisannya. Dalam I Yohanes 1:5-8 ia berkata, kita tidak dapat menyatukan terang dengan gelap dan berharap dapat memiliki persekutuan dengan Bapa. Sesungguhnya, Yesaya juga berkata, dosa-dosa kitalah yang memisahkan kita dari Allah dan kejahatan kitalah yang membuat Dia menyembunyikan wajah-Nya dari kita (Yesaya 59:2). Satu-satunya cara untuk kita dapat memperbaiki persekutuan dengan Allah adalah dengan mengaku dosa (I Yohanes 1:9).
Jadi, apakah pengakuan dosa itu? Dalam bahasa Yunaninya, pengakuan dosa adalah homologeō, yang berarti “mengatakan hal yang sama.” Kita memiliki perspektif yang sama dengan Allah tentang dosa kita, mengakui bahwa kita sudah melanggar perintah-Nya. Dalam pengakuan dosa, kita bertanggung jawab penuh atas kesalahan kita dan menyebutkannya secara spesifik.
“Dalam pengakuan dosa, terjadi terobosan kepada hidup baru. Pemutusan terhadap masa lalu dilakukan ketika dosa dibenci, diakui dan dimaafkan. ‘Semua yang lama sudah berlalu.’ Tetapi di mana ada pemutusan dengan dosa, di situ ada pertobatan. Pengakuan dosa adalah pertobatan”—Dietrich Bonhoeffer
Kapan kita harus mengaku dosa? Pengakuan dosa harus segera dilakukan ketika kita diinsafkan
oleh Roh Kudus. Jika kita menunda-nunda dan membiarkan dosa kita menumpuk, kita bisa mengalami kasih Allah tetapi dengan disiplin yang menyakitkan. Di dalam Mazmur 32, Daud menggambarkan tentang tangan Tuhan yang menekannya dengan kuat ketika ia menolak mengakui dosanya, dan berkat-berkat yang datang ketika akhirnya ia mengakui dosanya.
Bagaimana kita harus mengaku dosa? Kita tidak perlu mengemis dan memohon-mohon kepada
Allah, tetapi kita perlu datang pada-Nya dengan iman, dengan percaya bahwa Dia akan mengampuni dan menyucikan kita. Rasul Yohanes menyebutkan dua sifat Allah ini sebagai buktinya: Pertama, Allah itu setia dan dapat dipercaya untuk memenuhi janji-Nya, dan kedua, Dia adil dalam mengampuni dan menyucikan kita, karena Kristus adalah Pengantara/Pembela kita, yang sudah membayar lunas segala utang dosa kita (I Yohanes 1:9; I Yohanes 2:1).