Doa Ratapan
Di usia 39, J. Todd Billings didiagnosa menderita multiple myeloma, suatu bentuk kanker yang jarang terjadi dan tidak dapat disembuhkan. Sebagai ahli teologia yang dihormati, Billings terbiasa bergumul dengan beberapa pertanyaan terberat yang kita dapat tanyakan mengenai Allah, kebaikan dan kejahatan serta kehancuran di dunia ini. Namun karena diagnosanya, pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semakin mendesak. Sejak awal, ia dan istrinya memutuskan untuk menghadapi masalah ini secara terbuka demi orang lain di dalam gereja yang bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan serupa, dan ia cukup bermurah hati untuk menerima undangan Sentuhan Hati, membagikan beberapa kisahnya kepada pembaca SH.
Ceritakan tentang diagnosa Anda dan bagaimana Anda, tanpa Anda harapkan, berhadapan muka dengan muka dengan kesedihan dan ratapan.
Saya baru saja merayakan ulang tahun pernikahan ke 10 dengan istri saya, dan kami memiliki anak yang begitu aktif berusia 1 tahun dan 3 tahun di rumah. Dokter saya memanggil saya ke kantornya, namun saya tidak terlalu memikirkannya. Lagipula saya merasa baik-baik saja – ia baru saja menjalankan beberapa tes untuk melihat mengapa saya terus mengalami pneumonia. Kemudian dengan ragu ia mengucapkan kata yang tidak terduga: kanker. Tapi “jangan mati sebelum kamu mati,” nasihatnya. Pada akhirnya, saya mendapati bahwa kanker ini telah sampai pada pinggul, tengkorak dan lengan saya.
Duka terdalam kami adalah bagi anak-anak kami. Untuk tingkat kanker saya, waktu hidup saya hanyalah lima hingga tujuh tahun. Saya bertanya-tanya: Mengapa Tuhan mau mengambil ayah dari anak-anak saya di saat mereka masih begitu kecil? Apa ada kesempatan saya dapat hidup lebih lama untuk melihat anak saya masuk SMA? Saya bergabung dengan sang pemazmur dalam ratapan: “Ya Allahku, janganlah mengambil aku pada pertengahan umurku! Tahun-tahun-Mu tetap turun-temurun!” (Mazmur 102:25).
Apa maknanya bagi kita untuk meratap? Bagaimana gereja dapat menggabungkan ratapan ke dalam doa, pengajaran dan bahkan penyembahan kita?
Ratapan telah menjadi bagian utama dari doa dan penyembahan bangsa Israel dan gereja di sepanjang hidupnya. Di berbagai belahan dunia, hal ini masih berlangsung. Dalam konteks bangsa Amerika, gereja kulit hitam tetap menjaga ratapan itu hidup dalam gereja mereka. Namun banyak orang Kristen masa kini kehilangan nilainya. Ratapan – bukan ucapan syukur – adalah tipe paling umum dalam Mazmur. Ratapan sering dirujuk dalam Perjanjian Baru, dan Yesus pun berdoa seperti demikian. Namun entah mengapa, banyak orang Kristen masa kini berpikir bahwa mereka perlu untuk merasa bahagia dan “berkemenangan” di setiap waktu. Mereka bahkan menghubungkan ratapan dengan keraguan yang menuntun kepada ketidakpercayaan.
Untuk melawan tren ini, saya sarankan agar kita mempelajari Mazmur secara mendalam – melalui doa, menghafal ayat dan menyanyikannya. Kita harus menaikkan ratapan dan ucapan syukur, baik secara individual maupun di gereja. Keduanya memberikan kepada kita kata-kata untuk berdoa ketika kata-kata kita sendiri tidak cukup.
Peran apa yang Mazmur mainkan dalam kehidupan Anda sejak diagnosa Anda?
Mazmur telah menjadi penuntun dan sahabat saya dalam doa. Mazmur memberikan jalan untuk datang di hadapan Tuhan dengan apa adanya kita – dengan pertanyaan kita, dengan duka kita, dengan sukacita kita, dengan amarah kita. Semua mazmur memiliki kesamaan: Mereka memfokuskan kepercayaan kita kepada janji Tuhan. Beberapa mazmur bersuka, mengingat perbuatan Tuhan yang luar biasa serta bukti kesetiaan-Nya. Mazmur lainnya meratap, mengeluh kepada Tuhan tentang kekacauan yang mereka jalani. Namun ini bukanlah “bersungut-sungut” seperti bangsa Israel di padang gurun. Ini adalah ratapan: membawa duka dan amarah di hadapan Allah di atas dasar janji-Nya sendiri. Mengapa Tuhan menyembunyikan wajah-Nya ketika Ia berjanji untuk menunjukkan wajah-Nya? Menanyakan pertanyaan di hadapan Tuhan adalah suatu tanda iman, kepercayaan, dan pengharapan bahwa suatu hari kelak Tuhan akan memperbaiki keadaan.
Bagaimana Anda meminta keluarga, teman dan jemaat gereja Anda untuk berdoa bagi kesembuhan kanker Anda, bila Anda mengetahui bahwa penyakit ini tidak ada obatnya?
Saya sungguh menghargai doa-doa yang kami telah terima. Tuhan menerima doa-doa itu, dan Tuhan sepenuhnya dapat dipercaya. Namun demikian, terkadang doa membuat saya merasa terasing. Ketika orang berdoa meminta “kesembuhan yang cepat”, sejujurnya saya tidak tahu apa yang mereka doakan. Dengan penyakit saya, bahkan bila semua tanda-tandanya menghilang, saya akan tetap menjalani kemoterapi seumur hidup saya. Berdoa bagi seseorang dengan kanker yang tidak dapat disembuhkan seumpama berdoa bagi seseorang yang telah kehilangan anggota tubuhnya: Ya, berdoa bagi kesembuhan; namun juga gabungkan doa ini dengan ratapan. Jika tidak, bukannya berdoa sebagai saudara seiman di dalam Kristus yang saling menanggung beban (Galatia 6:2), kita malah menginjak-injak kerugian mereka.
Anda berkata bahwa kisah Tuhan lebih besar daripada kisah kanker Anda. Apa maknanya bagi Anda?
Ini adalah tema sentral dalam buku terbaru saya, Bersukacita dalam Ratapan. Tema itu sendiri datang dari suatu kartu buatan tangan yang saya terima kurang dari seminggu setelah diagnosa saya. Di dalamnya, seorang gadis berusia 15 tahun di gereja saya, yang memiliki Down syndrome, menulis, “Cepat sembuh! Yesus mengasihimu! Tuhan lebih besar daripada kanker!”
Ia tidak berkata, “Tuhan akan menyembuhkan kankermu,” atau “Tuhan akan segera menyembuhkanmu.” Ia tidak menyangkal kerugian saya, namun ia menyaksikan Tuhan yang jauh lebih besar: Allah yang dikenal di dalam Yesus Kristus, yang menunjukkan kepada kita bahwa “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yohanes 1:5).
Saya telah melihat bagaimana Tuhan menggunakan kisah penderitaan dan kerugian kita dan menggabungkan kisah itu ke dalam kisah penebusan-Nya di dalam Kristus. Anda dan saya bukanlah aktor utamanya: Tuhan sendiri aktor utamanya. Namun kita telah dibawa ke dalam bagian kita di dalam drama itu sebagai orang-orang percaya yang dipersatukan kepada Kristus, dipenuhi dengan Roh Kudus. Karena itu, bahkan ketika penderitaan kita nampak tidak masuk akal, kita bersaksi bagi Kristus – yang telah berjalan di hadapan kita di dalam penderitaan kita dan telah menghilangkan sengat maut. Oleh karena Kristus, penderitaan dan kematian tidak memiliki kata terakhir.
Oleh: Mason Slater