Melampaui “Puncak Gunung”
(Tim Rhodes)
Terkadang lebih mudah melihat Tuhan ketika Anda berada di lembah.
Tempat saya paling banyak belajar tentang Tuhan bukanlah di puncak gunung, tetapi di dalam lembah. Di dalam lembah, ketika saya terluka, saya berpaling pada-Nya. Saya belajar tentang kehadiran-Nya dalam penderitaan saya. Saya belajar tentang kasih-Nya dalam kehilangan saya. Saya belajar tentang kesabaran-Nya pada saya ketika saya mengeluh. Saya belajar tentang kelembutan hati-Nya ketika saya menghadapkan-Nya pada situasi yang sulit. Di dalam lembah, saya tak bisa mengendalikan apa pun, lalu saya menemukan perlindungan-Nya, pemeliharaan-Nya, kasih-Nya dan kemurahan-Nya. Saya belajar memahami jalan-jalan-Nya – cara Dia bekerja, cara Dia memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan saya. Dia ingin kita mendapat gambaran yang lebih jelas tentang Dia.
Pengalaman-pengalaman di puncak gunung memiliki arti tersendiri dalam hidup kita. Kita bisa menoleh ke belakang dan melihat bagaimana Tuhan sudah menyertai kita di sepanjang jalan, bahkan pada saat-saat kita paling tidak merasakan kehadiran-Nya. Pengalaman-pengalaman itu berfungsi sebagai pengingat bahwa Tuhan memperbarui dan membangun kembali hal-hal yang diletakkan di bawah oleh kesedihan dan penderitaan.
Pada masa-masa pencobaan dan kesusahan, sangat mudah untuk melupakan tangan Tuhan yang selalu bekerja, apalagi ketika segalanya tampak mustahil. Di dalam lembah, kita mungkin meragukan dan bahkan mempertanyakan iman kita. Padahal, justru di saat-saat tak ada harapan inilah kita harus bersandar penuh pada Tuhan, bukan pada talenta dan kemampuan kita sendiri. Pada saat-saat seperti itulah kita harus mengakui bahwa kita tidak memegang kendali.
Saya sangat ingat betul saat-saat gelap dalam hidup saya, dan bukan hanya rasa kesepian atau keputusasaan yang sangat parah, tetapi juga seruan kepada Tuhan agar Dia membuat segalanya menjadi lebih baik. Saya ingat kemarahan yang saya rasakan ketika doa-doa itu tidak dijawab. Keraguan saya meningkat – tetapi pada akhirnya berfungsi untuk membantu menguatkan iman yang sudah sedemikian tak bisa diandalkan. Ketika kekacauan mereda dan mata saya berangsur-angsur bisa melihat jelas lagi, saya bisa berfokus pada perjalanan.
Siapa kita sekarang—bagaimana kita sudah bertumbuh dan menjadi manusia yang lebih bijak dan dewasa di dalam Kristus—justru terjadi karena penderitaan-penderitaan itu, dan bukan tanpa semua itu. Justru pada saat kita berada dalam keadaan yang paling lemah itulah Tuhan menyatakan diri-Nya pada kita dan membawa kita makin dekat kepada kemuliaan-Nya.