Misi Awal
Saya bukan orang yang begitu menyukai stiker mobil, namun saya tidak dapat menahan diri untuk memperhatikan satu stiker yang menempel di mobil milik tetangga baru saya. Saat pertama kali saya melihatnya, saya menyukainya sebab stiker itu bertuliskan “YESUS MENGASIHI ANDA” dengan huruf besar semua. Bagus sekali! pikir saya. Seorang Kristen pindah ke sebelah rumah saya. Saya membayangkan nanti ada kegiatan pemahaman Alkitab bersama di pagi hari, bahkan mungkin ke gereja bersama, bertukar pokok doa, atau bertukar resep makanan untuk acara makan di gereja.
Namun kata-kata berikutnya di stiker tersebut membuat saya terhenyak. Di bawah tulisan “YESUS MENGASIHI ANDA” ada kalimat kedua yang tersamar, berbunyi: “Tapi semua orang lain berpikir bahwa Anda brengsek.”
Tetangga saya bukan pendeta. Bahkan, saya tidak yakin ia pengikut Kristus. Namun kalimat-kalimat sederhana itu memberikan saya gambaran yang baik tentang fenomena yang sayangnya menjangkiti gereja-gereja saat ini.
Kita berpikir bahwa adalah hal yang wajar untuk mengasihi Yesus dan membenci pengikut-Nya.
Beberapa tahun terakhir saya melihat banyaknya buku yang mencoba untuk memisahkan Yesus dari gereja. Beberapa dari buku ini bermaksud baik untuk membedakan iman yang sejati kepada Kristus dengan agama keturunan yang berlandaskan pada perbuatan baik. Hal ini penting dalam suatu kebudayaan yang masih dipengaruhi oleh Kristen nominal, yang berpikir bahwa tiket ke surga hanyalah dengan cara datang ke gereja.
Namun saya bertanya-tanya apakah kita, karena terlalu menekankan hubungan pribadi dengan Kristus, telah kehilangan sifat alami pesan Injil. Kebudayaan kita sangat bangga dengan kemandirian diri sendiri. Akan tetapi, Kekristenan tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi keyakinan yang individualistis.
Di dalam Alkitab, Tuhan memanggil banyak orang untuk melayani-Nya. Tentu saja, terkadang Ia memilih untuk berkarya melalui individu-individu, seperti Adam, Abraham, Nuh dan Daud. Namun di dalam setiap persetujuan dan setiap janji, Tuhan mencari suatu kelompok orang. Dalam sejarah gereja, kita memang diselamatkan oleh iman pribadi kita kepada Kristus, namun kita juga dibaptis masuk ke dalam satu tubuh. Kita bergabung ke dalam kumpulan orang dari segala usia dan masa, dan kumpulan ini terus bertumbuh.
Inilah mengapa perkataan akhir Yesus kepada Petrus dalam Yohanes 21 begitu tegas. Bagi kebanyakan kita, ini merupakan pemandangan yang tidak asing: Yesus ada di pinggir danau, menampakkan diri kepada para murid yang terluka dan kebingungan, memanggil mereka kembali ke misi awal mereka, dan mengarahkan mereka kepada peran mereka sebagai pemimpin dari gerakan baru ini – yaitu, gereja.
Pagi itu, Petrus mengatakan kepada teman-temannya sesama murid Yesus, “Aku pergi menangkap ikan” (Yohanes 21:3). Ini adalah perkataan yang keluar dari seorang pengikut Mesiah yang merasa malu dan kelelahan. Memang saat itu Yesus telah bangkit, namun Petrus belum sepenuhnya menyadari makna penting kebangkitan dan kuasa yang akan diberikannya kepada para rasul. Ia hanya berpikir tentang bagaimana ia telah mengecewakan Yesus pada saat dimana Ia sangat membutuhkan dirinya.
Petrus pastinya tidak berpikir tentang pelayanan. Namun itulah tepatnya yang ada dalam pikiran Yesus saat Ia mendatangi danau itu dan memandangi kapal dari murid yang lelah dan tidak berbuah itu. Pemandangan itu mengingatkan akan panggilan pertama Yesus kepada Petrus, yang tercatat dalam Matius 4. Saya bertanya-tanya apakah ia, melihat jala yang penuh kedua kalinya, mengingat perkataan Yesus 3 tahun sebelumnya, “Ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Matius 4:19). Ia mungkin bertanya-tanya, Mungkinkah itu Yesus, masih memanggil saya untuk mengasihi dan melayani Dia, bahkan setelah aku mengecewakan-Nya.
Yesus memakai setiap kesempatan untuk menguatkan panggilan mula-mula. Bahkan bara api yang dengannya mereka memasak ikan mengingatkan bara api dimana Petrus menghangatkan tangannya dan menyangkal Tuhan. Ya, mereka semua memang telah mengecewakan-Nya. Ya, mereka telah salah mengerti. Namun orang-orang seperti inilah yang dipanggil oleh Yesus – orang yang gagal, orang yang telah menyangkal-Nya, orang yang berkemauan lemah. Dan menjala manusia memang panggilan yang Yesus berikan kepada mereka.
Ini membawa kita kepada percakapan paling terkenal dalam kitab Yohanes – percakapan terakhir antara Yesus dan Petrus. Seringkali saya mendengarkan penjelasan seperti ini: Yesus sedang menguji kasih apa yang Petrus miliki. Apakah itu agape, jenis kasih yang supernatural, atau sekedar philia, kasih persahabatan? Saya juga pernah mendengar seseorang berkata bahwa Yesus sengaja bertanya kepada Petrus, Apakah engkau mengasihi Aku?” sebanyak tiga kali untuk menyamai tiga kali ia menyangkal Yesus. Namun saya telah mempertimbangkan kembali interpretasi tersebut untuk beberapa alasan.
Pertama, penafsiran dari kata-kata berbeda yang Yohanes gunakan untuk kata “kasih” agak sedikit luas. Murid bahasa Yunani akan segera menyadari bahwa Yohanes sering menukar tempat kata-kata ini dalam surat injilnya, dalam ketiga suratnya, dan dalam kitab Wahyu. Maksudnya adalah bahwa Yohanes lebih sering memakai variasi dan kreatifitas bahasa untuk menunjukkan maksudnya. Kedua, disini saya sulit untuk melihat Yesus sedang membuat Petrus merasa bersalah dalam hal tingkat kasihnya. Inti dari kehidupan Petrus sampai di titik ini adalah bahwa Tuhan memanggil seseorang keluar dari tempat mereka dan mengubah mereka dengan Roh-Nya menjadi pribadi yang Ia kehendaki. Petrus tidak mengecewakan Yesus oleh karena kurangnya usaha dia untuk mengasihi dengan kasih yang tepat. Petrus mengecewakan Yesus sebab ia tidak menyadari kekurangannya sendiri dan menyadari kekuatan Yesus. Jadi apa yang terjadi disini? Saya percaya Yesus sedang membuat suatu pernyataan, bukan hanya pada perkataan akhir-Nya ini, melainkan di sepanjang pertemuan mereka di tepi danau. Ini adalah pernyataan yang kuat yang menentang spiritualitas individual dan pernyataan untuk hidup dalam kebersamaan di dalam tubuh Kristus.
Petrus selalu bersifat individualis: Murid-murid lainnya bisa mengecewakan Yesus, Petrus beranggapan, namun ia akan selalu lebih kuat daripada mereka. Dialah orang pertama yang membela Tuhan dan memotong telinga si prajurit. Dialah orang pertama yang berjuang bagi Yesus.
Pelayanan dalam perjanjian yang baru memiliki paradigma baru. Pelayanan ini menuntut seseorang memberikan dirinya untuk membawa orang lain ke dalam kerajaan Tuhan dengan cara menjala jiwa manusia. Dan hal ini termasuk mengasihi Yesus dengan cara menggembalakan domba-domba-Nya.
“Petrus, apakah engkau mengasihi Aku? Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yesus tidak mengulang kalimat ini untuk menaruh perasaan bersalah pada hamba-Nya. Ia melakukannya untuk mengingatkan arti sesungguhnya dari mengikut Dia. Cara terbaik untuk menunjukkan kasih kepada Tuhan bukanlah dengan janji-janji yang muluk, demonstrasi keberanian yang impulsif dan gegabah, atau bahkan mati sebagai martir. Petrus diminta mengasihi Yesus dengan cara mengasihi umat-Nya.
Begitu pula bagi kita 2000 tahun kemudian. Tidak ada kategori dalam pemuridan Kristiani yang mengijinkan kita untuk mengasihi Tuhan dan membenci umat-Nya. Kasih adalah tanda yang membedakan pengikut Kristus. Teologi ini mungkin tidak pas dengan kalimat yang tertulis di stiker mobil, namun ia pas dengan kehidupan setiap murid Yesus yang setia.
– Daniel Darling