Seorang Luann
Kejutan Besar. Begitulah saya menyebutnya sekarang. Ketika saya meninggalkan iman masa kecil saya dan memulai perjalanan ke dalam ateisme, saya mendapat kejutan besar. Saya tahu orang-orang di dalam komunitas iman saya tidak akan setuju dan akan merasa tidak nyaman dengan pendirian saya. Saya juga mengira mereka akan menjadikan saya “proyek” mereka dan berusaha keras “menggarap” saya karena mereka sangat prihatin dan ingin menyelamatkan saya dari hukuman kekal. Namun kejutan besar itu adalah betapa mudahnya mereka melepaskan saya.
Sekarang saya mengerti mengapa hal itu terjadi. Saya kurang serius saat itu, dan mereka mungkin mulai lelah dengan usaha saya yang terus “membongkar” sistem kepercayaan mereka. Namun pada saat yang sama, ketika begitu banyak yang dipertaruhkan, saya dimusuhi. Dan itu membuat saya bingung.
Namun ada satu pengecualian besar – Luann. Wanita terkasih ini, seorang anggota komunitas gereja lama saya, mulai mengirimi saya surat. Bukannya melangkah pergi, ia malah mendekat. Bukannya berkhotbah, ia membuka dialog. Komunikasi kami berlangsung berbulan-bulan, dan meskipun Luann dan saya tidak pernah saling meyakinkan pandangan masing-masing, surat-suratnya membawa dampak, meskipun mungkin bukan itu maksudnya semula. Dan ia harus menunggu sampai 13 tahun sebelum ia dapat melihat hasil apa pun. Namun hal itu tidak menghentikan wanita berhati lembut dan penuh kasih ini untuk menyampaikan banyak hal luar biasa kepada saya, yang sebagian besar mungkin ia sendiri tak menyadarinya.
Kesediaannya berkomunikasi menunjukkan bahwa ia percaya Allahnya tak mudah hancur. Ia tak memiliki ketakutan sedikit pun bahwa mendengarkan pandangan saya yang bertentangan akan atau bahkan bisa menempatkan Allahnya dalam bahaya. Ia juga menunjukkan pada saya bahwa diri saya ini berharga, sekalipun saya tidak lagi menganut ajaran iman yang sama. Saya tidak dijadikannya proyek reklamasi, seperti yang saya takutkan akan dilakukan semua teman saya. Saya juga tidak diacuhkan atau dibuang. Saya hanyalah seorang yang tidak sepaham dengannya. Ia dapat berelasi dengan saya dalam banyak hal lain, bukan hanya tentang pemahaman iman saya yang keliru.
Dari caranya menulis bisa saya katakan bahwa Luann benar-benar melakukan yang saya sebut “pekerjaan Yesus.” Sikapnya yang tetap ramah meskipun menghadapi pernyataan-pernyataan saya yang anti-Tuhan menunjukkan bahwa semua itu bukanlah tentang memenangkan argumen. Ia peduli pada diri saya, bukan cuma pada perkataan saya. Sekalipun kelakuan saya membuatnya tidak nyaman, Luann tidak berfokus pada dosa-dosa saya yang nyata, yang jelas merupakan sasaran empuk. Jika ia lebih menekankan hal itu daripada menyelidiki kepercayaan yang mendasarinya, saya akan sangat yakin bahwa yang menjadi masalah sebenarnya bagi orang Kristen adalah soal bagaimana saya memandang orang-orang di gereja dan bagaimana hal itu membuat mereka nyaman.
Namun inilah hal besar itu: Luann tidak merasa kekudusan pribadinya akan ternoda jika ia bergaul dengan orang yang jelas-jelas tidak kudus seperti saya. Luann tetap berada di sana dan bersedia untuk benar-benar terhubung, untuk “mengotori tangannya.”
Setelah saya kembali, harus saya akui bahwa legalisme dan penghakiman yang terlalu mengeritik justru sering menjadi respons saya. Itulah respons yang nyaman untuk saya. Padahal respons itu sama sekali tidak seperti teladan yang diberikan Yesus sendiri.
Dalam budaya orang Ibrani, bercakap-cakap dengan perempuan yang Dia jumpai di tepi sumur – yang tinggal bersama laki-laki yang bukan suaminya (Yohanes 4:17) adalah hal yang tidak bisa diterima oleh masyarakat. Tetapi Yesus tetap berada di sana dan bersedia melakukan komunikasi. Secara nyata.
Yesus tidak menyuruh seseorang untuk mengambilkan air minum dari perempuan tak bermoral di tepi sumur itu. Dia datang sendiri. Bercakap-cakap dengan perempuan itu. Memegang sendiri tempat air minum itu dan meminumnya. Dan memulai percakapan. Pada diri Yesus, Anda tidak akan pernah menemukan hal seperti “melempar kasih dari kejauhan.” Yesus adalah relasi yang sungguh nyata dan tulus. Perjumpaan dengan Yesus selalu merupakan pengalaman yang terjadi di persimpangan jalan, tempat jiwa dan sosialisasi menemukan koneksi yang mudah.
Penginjilan antar sahabat sudah banyak dikritik belakangan ini. Padahal kebenarannya, jika kita bersahabat namun kita tidak pernah berbicara tentang iman kita, kita sudah melupakan hal yang penting. Jadi ya, bicaralah tentang hal-hal yang berkaitan dengan iman; jelaskan apa yang Anda percayai dan mengapa Anda memercayainya. Sesungguhnya, panggilan kita dalam hal ini jelas. Saat berbicara kepada siapa pun yang tidak memiliki iman yang sama, “siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu” (I Petrus 3:15). Perlu diperhatikan bahwa tindakan ini adalah sebagai respons kita ketika kita diminta memberi pertanggungjawaban atas hal yang harus kita pertahankan. Orang kemungkinan besar akan menanyakan banyak hal tentang sahabat mereka karena ikatan di antara mereka memungkinkan timbulnya pertanyaan-pertanyaan itu. Namun saat hal itu dilakukan, kita harus melakukan yang lebih dari sekadar persahabatan. Kita harus memberi alasan atas pengharapan yang kita miliki.
Namun inilah rahasianya. Bagian terakhir dari ayat di atas memerintahkan kita untuk membagikan iman kita “dengan lemah lembut dan hormat.” Artinya, penjelasan kita tidak boleh bersifat defensif. Jika kemarahan atau kegelisahan menyertai penjelasan kita, orang lain bisa menganggap Allah kita lemah, kecil, tidak teguh, atau bisa tumbang jika diselidiki terlalu dalam. Dia dapat menerima kritik, demikian juga seharusnya kita. Orang Kristen kadang bertindak seperti satpam kecil Allah yang marah-marah ketimbang sebagai anak-anak-Nya, dan saya mau tidak mau berpikir bahwa hal itu akan membuat Allah tertawa kecil melihat kita.
Anda mungkin kenal satu dua orang yang undur dari iman atau komunitas gereja seperti saya. Anda mungkin bisa menunjukkan kekeliruan jalan mereka. Itu respons yang umum. Dan kemungkinan besar mereka memang sedang membuat pilihan-pilihan hidup yang tak bermoral atau menghancurkan diri mereka sendiri. Anda dapat membagikan traktat yang mengantar mereka kepada langkah-langkah keselamatan atau berusaha meyakinkan mereka melalui analisis Sepuluh Hukum Tuhan. Dan barangkali hal-hal seperti ini memang cocok. Namun jika Anda benar-benar ingin mengejutkan mereka, pakailah pendekatan yang didasarkan pada teladan hidup dan kasih Yesus sendiri. Lakukan penjangkauan.
Jadilah sahabat. Berelasilah dalam hal-hal yang tidak menyangkut perbedaan. Temukan persamaan-persamaan. Berjalanlah bersama-sama. Makan bersama. Bergembira bersama. Nonton filem. Diskusi buku. Nonton pertandingan bola. Menulis surat. Jadilah ”seorang Luann.” Menjangkau dan menjalin hubungan dengan orang yang hidupnya tidak kudus tidak akan mengurangi kekudusan kita. Sesungguhnya, hal itu justru akan mempengaruhinya kepada kekudusan.
– Carol Barnier