Berikan Pensil Pertama Anda

Kemurahan hati bukan hanya soal kuantitas — ini pun tentang kualitas pemberian kita.

 

Oleh : Jamie A. Hughes

Sebagian besar anak-anak mengeluh saat libur musim panas berakhir, tetapi saya senang kembali ke sekolah. Saya menantikan untuk mempelajari hal-hal baru, menghadapi tantangan baru, dan — tentu saja — perlengkapan sekolah yang baru. Saya tidak sabar untuk mendapatkan tas ransel dan tempat bekal yang baru — juga pensil, brosur, krayon, lem, dan perlengkapan. Saya akan menumpuk semua barang saya di atas meja dapur, dan Bibi Anita (yang memiliki tulisan tangan sempurna dan sangat menyukai perlengkapan sekolah seperti saya) akan menuliskan nama saya dengan tulisan tangan yang indah pada setiap barang.

Sayangnya, saya tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk kedua putra saya, yang berada di panti asuhan hingga April 2017. Dua tahun pertama kami memiliki mereka di rumah kami, kami menerima sumbangan perlengkapan sekolah dari beberapa orang di masyarakat yang bermaksud baik. Mereka tiba di pintu kami dengan kantong sampah plastik hitam, yang lazim digunakan dalam sistem pengasuhan anak untuk memindahkan sebagian besar barang — termasuk pakaian anak-anak dan barang pribadi. (Saya menyadari bahwa hal ini mengirim pesan tertentu kepada hati anak-anak yang masih muda dan rentan.)

Sebagai calon orang tua angkat, kami tidak terbiasa dengan hal ini dan kami telah lebih dahulu berbelanja barang-barang yang saya sukai ketika saya masih kecil. Namun kami tetap membongkar semua yang telah diberikan kepada kami. Lalu, saya memperhatikan sesuatu. Tentu, sebagian besar barang yang diperlukan ada di sana, tetapi ada stiker obral di kedua ransel yang jauh lebih tipis daripada yang saya beli. Semua persediaan tidak memiliki merek, dan beberapa hal — penggaris dan kalkulator — sudah rusak hanya setelah beberapa kali penggunaan. Saya memperhatikan hal ini, dan sayangnya, anak-anak pun demikian.

Saya yakin orang-orang yang membeli barang-barang ini melakukannya dengan niat yang paling murni dan paling mulia, tetapi ada hal yang lebih berarti mengenai pemberian daripada barang itu sendiri. Pikiran dan motivasi di balik pemberian itu sama pentingnya. Ketika Anda memilih untuk berbagi dengan seseorang yang membutuhkan, jangan menganggap mereka hanya sebagai seseorang yang kekurangan atau – lebih buruk lagi – sebagai seseorang yang seharusnya bersyukur dengan apa pun yang Anda telah pilih untuk diberikan kepada mereka. Bayangkan mereka sebagai pribadi seutuhnya — seseorang yang, seperti Anda, diciptakan menurut gambar Allah, yang memiliki tujuan dan impian, tetapi yang harus berjuang sedikit lebih keras untuk sampai ke sana. Anda hendak membantu mereka bergerak selangkah lebih dekat kepada tujuan itu — dan saya tidak akan berdebat soal penghematan dengan cara apa pun — tetapi pesan apa yang Anda sedang kirimkan bersama dengan hadiah yang terbuat dari material yang kurang bagus?

Untuk penggemar peralatan sekolah seperti saya, merekTiconderoga atau tidak sama sekali dalam hal pensil. Saya tidak pernah menulis dengan apa pun kecuali pensil yang terbuat dengan baik ini. Pensil ini mudah diasah, dapat dipakai menulis dengan lancar, dan penghapusnya berfungsi dengan baik. Dan pertama kali kedua putra saya menggunakan pensil ini, mereka berdua terkejut dengan perbedaannya. Mereka mengepaknya bersama dengan alat-alat sekolah lainnya dengan ransel baru yang kokoh dengan nama mereka dijahit di dalamnya, dan mereka memasuki sekolah mereka dengan kepala yang terangkat tinggi. Untuk pertama kalinya, mereka tidak berbeda atau aneh, tidak ada yang mengejek “anak angkat” kepada mereka. Mereka merasa dimiliki. Mereka dihargai. Dan mereka mengetahuinya.

Amsal 3:9-10 mengatakan, “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu; maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.”Saya pikir hal yang sama dapat diterapkan pada tindakan memberi. Kita menghormati Tuhan ketika kita memberikan yang terbaik dari yang kita miliki bagi mereka yang tidak dapat membalas budi. Memberikan yang terbaik membawa kemuliaan bagi-Nya dan menegaskan martabat sang penerima yang telah diberikan oleh Tuhan, dan hal itu jauh lebih penting daripada sekadar mencoret kegiatan amal dari daftar yang kita harus dilakukan.