Dikenal dan Tidak Dikenal

dikenal-tidak-tidak-dikenalAdalah suatu kesalahan untuk mempercayai pengetahuan yang sepenuhnya terdiri dari fakta yang ditulis seseorang di atas kertas. Sedari usia dini, pengetahuan kita dievaluasi berdasarkan seberapa baik kita mengukur berbagai hal, menggambarkan mereka, dan memaparkan mereka secara tepat. Semakin banyak yang kita dapat katakan tentang sesuatu, pastinya semakin banyak yang kita ketahui tentangnya.    

Namun kemudian kita datang kepada Tuhan, atau kita berusaha untuk datang, dan menemukan bahwa kita tidak dapat memasukkan Dia ke dalam pikiran kita seperti halnya tabel perkalian. Pengetahuan di kepala jelasnya tidak membantu para orang Farisi dan ahli agama pada masa Kristus. Mereka pikir mereka mengetahui lebih banyak dari siapapun mengenai Allah, dan karenanya mata mereka buta terhadap kehadiran-Nya dalam bentuk manusia. Pelajaran yang dipelajari: jalan menuju kepada beberapa pengetahuan tidak semata-mata datang dari kepala.    

Saulus dari Tarsus (yang kemudian dipanggil sebagai rasul Paulus) menemukan sesuatu tentang jalan itu. Saulus adalah penganiaya yang sedang menuju Damaskus untuk mengejar para anggota sekte baru yang meresahkan – yaitu para pengikut Kristus yang tidak terpelajar. Saulus adalah ahli teologia yang keras hati, yang Tuhan temui bukan melalui buku melainkan melalui kebutaan, dibina bukan di perpustakaan melainkan di padang gurun, direndahkan hatinya bukan dengan proposisi logis melainkan dengan suara-Nya.    

Di awal perjalanan-Nya dengan Tuhan, Musa mencari nama bagi-Nya. Bangsa Israel ingin mengenal Siapa yang memanggil mereka keluar dari perbudakan. “Apakah yang harus kujawab kepada mereka?” Musa bertanya. Tuhan menjawab: AKU ADALAH AKU.

Umat Tuhan belajar lebih banyak lagi tentang Dia: Dia adalah angin puyuh; Ia adalah suara lemah lembut; Ia adalah kasih; Dialah tritunggal; Dialah Imanuel yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita; Dialah Roh; Dialah kehidupan. Ada begitu banyak yang dapat katakan tentang Allah.    

Para raja dan para ahli mengejar pengetahuan tentang Dia, sehingga mereka dapat menaruh-Nya di tempat-Nya. Mereka membayangkan bahwa Ia dapat dikenal seperti tuhan lainnya yang telah dikenal, sebagai suatu akumulasi fakta. Mereka akan bingung – dan masih bingung – sebab semakin mereka berusaha untuk membuat-Nya cocok dengan teori mereka tentang bagaimana seharusnya penciptaan diurutkan, mereka tidak dapat mengenal Dia.    

Dapatkah seseorang benar-benar mengenal Allah? Renungkan bagaimana Perjanjian Lama menggambarkan bahaya mendekat kepada Dia. Musa hanya sanggup melihat punggung-Nya. Uza jatuh ke tanah karena mengulurkan tangannya ke Tabut Allah. Kita cenderung melupakan hal-hal ini mengenai Tuhan – bahwa Ia memiliki kekudusan mencengangkan di luar kemampuan kita untuk mengerti, bahwa Ia adalah api yang menghanguskan. Kita hanya dapat melihat dengan samar (I Korintus 13:12).            

Para penyembah berhala pada masa itu pasti mengira hal ini sebagai sesuatu yang aneh. Sang AKU yang misterius ini, yang diikuti oleh bangsa Israel, menolak penghormatan tradisional untuk diperingati dalam bentuk patung – Ia begitu kudus hingga bentuk patung apapun adalah suatu penistaan, namun Ia ingin dikenal sebagai Allah yang tinggal diantara mereka, tidak meninggalkan mereka sekalipun mereka murtad, dan melindungi mereka dari musuh-musuh mereka.    

Dan kemudian, saat mereka sekarat dalam dosa mereka, Ia melakukan sesuatu yang lebih luar biasa. Ia datang sebagai seorang bayi yang lemah dan tak berdaya. Ini adalah misteri bahkan bagi para malaikat, yang memuji Dia sedari awal waktu mereka di surga. Kerendahan hati dan kemenangan Kristus adalah “hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat”, kata Petrus kepada kita (I Petrus 1:12).    

Iblis tidak pernah menduganya. Tidak juga mereka yang akan terbukti sebagai antikristus, sekalipun mereka menganggap diri mereka sebagai anak-anak Tuhan. Mereka mengharapkan raja yang menaklukkan. Mereka menuntutnya. Sebaliknya mereka menerima seseorang yang akan menjadi Juruselamat yang “rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya” (Yesaya 53:2). Ia tidak membangun kerajaan politik yang baru; Ia menyuruh mereka untuk memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi miliknya. Ia pun tidak memberikan kepada kita apa yang pantas kita terima, menyatakan bahwa para pekerja yang datang belakangan akan menerima upah yang sama dengan mereka yang bekerja keras sejak dini hari.    

Mereka menolak Dia sebab mereka tidak mengenal Dia. Dan mereka tidak mengenal Dia sebab mereka tidak mengenal diri mereka sendiri – kefasikan mereka, mulut mereka yang mengucapkan kejahatan dan menyebutnya sebagai kebenaran.Pada akhirnya, mungkin inilah mengapa kita semua tidak dapat mengenal Tuhan, sebab hikmat dimulai dari takut akan Tuhan (Amsal 9:10), dan kita tidak memiliki rasa takut selagi kita buta terhadap dosa kita sendiri.    

Kita tidak ingin melihat diri kita sebagaimana adanya kita, dan karenanya kita tidak dapat melihat Dia sebagaimana adanya Dia. Dan Alkitab mengatakan kepada kita bahwa untuk “melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” membuat kita harus menjadi seperti Dia (I Yohanes 3:2). Ini bukanlah perkara pengetahuan di kepala melainkan ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya.    

Dalam banyak hal, Ia tetaplah suatu misteri, bahkan bagi para malaikat, namun Ia tetap datang. "Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu”, kata pria yang disembuhkan Kristus: “tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat” (Yohanes 9:25). Kristus adalah jembatan antara kita dengan misteri surga.

Dia adalah pribadi nyata dalam sejarah manusia – sama nyatanya dengan Julius Caesar atau George Washington atau Justin Bieber – dan Ia adalah Allah.Bagaimana hal ini mungkin terjadi bukanlah misteri bagi saya untuk saya pahami, dan saya tidak perlu memahaminya, seperti seorang bayi tidak perlu memahami alasan fisika mengapa ayahnya menggendongnya. Saya tidak perlu memahami semua yang diketahui tentang Allah kecuali bahwa saya ada di bawah-Nya, jauh di bawah Dia, namun Ia datang ke tempat dimana saya berada, dan AKU yang berkuasa ini, bukan karena saya mengasihi Dia terlebih dahulu, namun Ia telah terlebih dahulu mengasihi saya. Dan sekalipun saya hanya melihat samar-samar, namun suatu hari kebutaan saya yang terakhir akan hilang (I Korintus 13:12).                 

-Tony Woodlief