Dipersatukan

(Amy Julia Becker)

Ada banyakfaktor yang membuat kita terkotak-kotak dalam masyarakat sekarang ini – pendidikan, golongan, jenis kelamin, ras, dll. Tetapi kita semua kalah sampai kita belajar untuk saling melengkapi dengan kelebihandan kekuatan kita.

Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri – Filipi 2:1-3

Ketika saya pergi ke rumah sakit sebelum anak pertama kami lahir, saya tidak tahu bahwa saya memiliki sederetan ekspektasi tentang seperti apa jadinya anak itu dan bagaimana dunia akan memperlakukannya. Namun, ketika Penny didiagnosa mengalami sindrom Down beberapa jam setelah ia lahir, saya mulai menyadari betapa banyak asumsi-asumsi yang saya miliki selama kehamilan saya. Saya berharap ia memiliki raut wajah seperti saya atau ayahnya – mungkin ia berambut hitam seperti ayahnya dan berpipi bulat seperti saya, atau memiliki rahang yang kuat seperti ayahnya dan mata yang besar seperti saya. Saya berharap ia dapat melaju cepat dalam tahap-tahap pertumbuhannya.Saya berharap ia bisa cepat berbicara, seperti saya dulu. Saya tidak berharap ada keterlambatan perkembangan, masalah-masalah kesehatan, atau nomor-nomor telepon pekerja sosial dan intervensi terapis di usia dini.

Penny belum bisa berjalan sampai ia berusia 2 tahun. Wajahnya menunjukkan ciri-ciri kelainan genetik pada kromosom 21, dengan lipatan kulit tambahan di sekitar mata, telinga yang kecil dan hidung yang datar. Rencana Pendidikan Khusus yang kami lakukan bersama guru-gurunya setiap tahun menunjukkan tantangan-tantangan yang dihadapinya ketika berada di kelas.

Diagnosis Penny menempatkannya pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Orang-orang melihat rupanya yang berbeda dan mereka berasumsi mereka tahu apa yang tidak dapat dilakukannya. Mereka berasumsi ia tidak dapat mendengarkan atau mengikuti petunjuk. Mereka berasumsi ia tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Para politisi dan pelawak membuat lelucon-lelucon tentang orang-orang yang menyandang disabilitas, seakan-akan mereka tidak patut dihargai seperti kelompok-kelompok manusia lainnya. Ibu-ibu biasanya akan menggugurkan kandungannya ketika mengetahui dirinya mengandung anaksindrom Down. Anak-anak berkebutuhan khusus seperti Penny lebih besar kemungkinannya mengalami pelecehan seksual daripada teman-teman sebaya mereka yang memiliki pertumbuhan normal.

Adik-adik Penny tidak menghadapi tantangan yang sama. Keadaan mereka yang relatif mudah dalam menghadapi masalah-masalah di sekolah, latihan-latihan dalam tim olahraga, dan ekspektasi-ekspektasi masyarakat menegaskan pada saya tentang keberuntungan-keberuntungan yang mereka dapatkan berkat kelahiran dan DNA mereka. Anak-anak kami semuanya mewarisi ras Eropa-Amerika kami. Mereka memiliki keuntungan dari orangtua yang menikah. Dan mereka dilahirkan dalam keluarga yang secara finansial lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Anak-anak kami termasuk yang bisa disebut banyak orang sebagai “children of privilege” – anak-anak yang lahir dengan keberuntungan-keberuntungan pribadi dan sosial yang tidak mereka usahakan sendiri, yang mendapat kesempatan-kesempatan tanpa harus mengeluarkan atau mengusahakan apa-apa.

Penny—dengan kombinasi kulit putih, orangtua kaya dan sindrom Down —berada di antara kelompok yang beruntung dan kurang beruntung ini. Status “di antaranya” ini telah membuat saya memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang konsepkeberuntungan/keistimewaan (privilege) ini.

Selama sepuluh tahun terakhir ini, saya sudah belajar banyak tentang ketidakadilan di antara orang kulit putih dan kulit berwarna di negara kami, ketidakadilan di antara orangyang memiliki akses pendidikan dan yang tidak, serta ketersediaan kesempatan-kesempatan yang sangat berbeda bagi orang yang lahir dari keluarga kaya dan yang dari keluarga miskin atau berpenghasilan rendah. Kekurang-beruntungan sosial Penny sendiri telah membuka mata dan hati saya terhadap perlakuan tidak adil yang sering diterima orang kulit berwarna dalam hal hukum, peraturan sekolah atau pekerjaan. Sebagai contoh, saya pernah membaca sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan namayang terdengar seperti orang kulit putihmemiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menerima panggilan dari pemberi kerja potensial daripada orang-orang yang memasukkan lamaran dengan nama yang terkesan dari latar belakang budaya yang berbeda. Saya ingat ketika Penny berumur 2 tahun dan saya menghubungi satu sekolah pra-TK untuk bertanya apakah mereka sudah membuka pendaftaran. Mereka tidak memeriksa Penny. Mereka tidak melihat bagaimana ia bermain dengan anak-anak lainnya. Mereka hanya mendengar bahwa ia memiliki diagnosissindrom Down dan langsung berkata, “Kami tidak dapat menerima anak Anda di sini.” Dengan hadirnya Penny dalam kehidupan saya, saya jadi menyadari bagaimana saya mendapat posisi-posisi yang baik;bukan karena kepribadian saya yang berjiwa pemenang atau etika kerja saya yang perfeksionis, tetapi karena warna kulit dan latar belakang saya.

Tetapi ada sisi lain dari menyadari keberuntungan saya sendiri dan cara kerjanya. Berada di lingkungan yang sebagian besar terdiri dari orang kulit putih yang kaya dan berpendidikan memisahkan saya dari orang-orang yang secara jelas tidak “seperti” saya, menjauhkan saya dari banyak pengalaman yang kaya dan persahabatan bermakna dengan orang-orang kulit berwarna, dan menghalangi saya untuk mengenal lebih banyak orang-orang penyandang disabilitas. Kelainan Penny membawa tantangan bagi dirinya sendiri maupun keluarga kami. Tetapi Penny juga merupakan anugerah. Ia selalu menulis kata-kata yang menguatkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia tidak menghakimi orang lain atau menyimpan dendam. Ia menjalani hidup dengan perlahan-lahan, seakan-akan hidup itu harus dirayakan dan dinikmati. Dan sebagaimana kehidupan Penny sudah menolong saya untuk melihat ketidakadilan akibat pengkotak-kotakkan dalam masyarakatdi negara kami, ia juga sudah menolong saya untuk melihat pemiskinan di komunitas homogen saya sendiri. Ia membuat saya melihat keuntungan-keuntungan yang saya peroleh sebagai orang kulit yang kaya dan berpendidikan, tetapi ia juga membuat saya melihat kerugian-kerugian yang datang dari budaya yang menghargai produktivitas melebihi manusia, intelektualdi atas cinta kasih, dan individu di atas komunitas. Penny membuat saya melihat luka-luka dari orang-orang yang beruntung maupun yang kurang beruntung, orang-orang yang berada di dalam maupun di luar batasan-batasan itu. Ia membuat saya merindukan pemulihan.

Salah satu ciri utama pelayanan Yesus adalah penyembuhan. Dia menyembuhkan orang sakit. Dia mencelikkan orang buta, membuat orang tuli mendengar dan menyuruh orang lumpuh berjalan. Yesus menyembuhkan karena Dia peduli pada penderitaan dan persoalan fisik mereka. Dia juga menyembuhkan karena Dia ingin para pengikut-Nya menghubungkan pengalaman penyakit fisik dan kesembuhan itu dengan pengalaman keterpisahan rohani dan pembaruan Allah. Yesus menjelaskan pelayanan-Nya kepada orang yang tidak percaya seperti ini: “Bukan orang sakit yang membutuhkan dokter, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Markus 2:17).

Ketika Yesus menyembuhkan dan mengampuni orang-orang, Dia juga menghubungkan kembali orang-orang itu dengan komunitasnya. Yesus mendesak orang Gerasa yang dirasuk setan untuk kembali ke rumahnya setelah ia dilepaskan. Yesus menyembuhkan perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun dan menyatakannya secara terbuka di depan semua orang yang mengerumuni Dia (Lukas 8:47-48). Maksudnya adalah untuk menyatakan bahwa ia sekarang sudah tahir dan dapat kembali berkumpul dengan mereka dan beribadah di bait suci lagi. Penyembuhan Yesus bersifat fisik, spiritual dan komunal. Seperti disimpulkan rasul Paulus kemudian, pelayanan Kristus adalah “pelayanan pendamaian” (2 Korintus 5:18), pelayanan yang mengutuhkan kembali yang sudah hancur dan tak dapat diperbaiki. Di era masyarakat yang terkotak-kotak dan politik identitas ini, kita memerlukan kuasa pemulihan dari kasih Allah jika kita ingin mendapatkan cara-cara mengatasi kesenjangan dan mempersatukan.

Sekarang ini, antibiotik dan operasi tampaknya sudah sering menggantikan penyembuhan fisik yang menakjubkan ini. Namun kita masih tetap membutuhkan penyembuhan yang ditawarkan Yesus yang lebih mendalam dan sama-sama menakjubkan ini – penyembuhan yang menghubungkan kita dengan satu sama lain dan dengan Allah, penyembuhan yang memperbarui relasi-relasi dan komunitas-komunitas, penyembuhan yang menyelamatkan jiwa kita dan memperlengkapi kita dalam pekerjaan Allah di dunia ini.

Menurut Yesus, penyembuhan rohani dimulai ketika bertobat, yang di level paling dasar berarti “mengubah cara pikir.” Ini berarti mengakui bahwa kita sedang menghadap ke arah yang salah, menghentikan langkah kita dan berbalik arah.Saya tidak dapat melepaskan keistimewaan/keberuntungandiri saya, tetapi saya dapat bertobat dari cara-cara menggunakannya yang mengabaikan ketidakadilan dalam sejarah dan pada zaman sekarang ini. Saya dapat memeriksa bagaimana status sosial yang tidak selayaknya saya terima sudah memisahkan saya dari orang lain, memberi saya keuntungan-keuntungan yang tidak selayaknya, dan membuat saya berada dalam lingkaran yang berpusat pada diri sendiri.

Pertobatan adalah kondisi pertama yang diperlukan untuk karya pemulihan dan pendamaian yang lebih besar. “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil,” kata Yesus di Markus 1:15. Ketika saya berbalik dari dosa, saya juga berbalik kepada Allah. Saya berbalik kepada yang tampaknya sebagai janji yang mustahil – bahwa kerajaan Allah ada di tengah-tengah kita dan di dalam kita, mencurahkan kasih karunia kepada dunia yang hancur ini sekarang juga.

Jika perpecahan dan ketidakadilan merupakan penyakit budaya kita, maka mengakui penyakit ini merupakan langkah pertama dan penyembuhan menjadi tindakan kedua. Bagi orang Kristen, tindakan penyembuhan ini dimulai dengan doa-doa pertobatan dan meminta Roh Kudus menunjukkan di mana dan bagaimana kita dapat ambil bagian dalam upaya-upaya yang mempersatukan kelompok-kelompok orang yang berbeda dan menopang yang lemah—upaya-upaya yang menghargai gambar Allah dalam diri setiap manusia.

Saya mendapatkan penglihatan-penglihatan tentang pemulihan yang bisa terjadi pada kita jika saja kita mau mengenali hak-hak keistimewaan/keberuntungan kita, mengenali bagaimaha hal itu sudah mengakibatkan kerugian, bertobat darinya, dan berbalik kepada karya pendamaian yang lebih besar yang sedang terus dikerjakan Allah. Saya melihat pemulihan ketika saya membaca tentang orang-orang yang kurang berpendidikanberbagi apartemen dengan mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi. Saya melihat pemulihan ketika seorang wanita lansia kulit putih bercerita tentang doa perdamaian bersama saudara-saudari Afrika-Amerika di kota daerah Selatan yang terpecah secara rasial. Saya mengalami pemulihan dalam diri saya sendiri ketika saya ikut ambil bagian dalam ibadah penyembahan multietnis yang terarah ke kerajaan surga, tempat di mana keberagaman tidak akan diatasi tetapi dirayakan sebagai ungkapan kasih Allah yang tak berkesudahan. Dan saya mengalami pemulihan ketika putri saya sendiri membuat saya tidak memahami nilai dan keberhargaan manusia berdasarkan kategori-kategori seperti IQ, jenjang sarjana, tetapi menunjukkan pada saya bahwa nilai dan keberhargaan diri saya dan juga dirinya berasal dari status kami yang sama-sama sebagai anak Allah yang kekasih.

Kita semua akan mengalami pemulihan ketika kita menyadari bahwa hak-hak istimewa/keberuntungan sesungguhnya dalam hidup ini hanya tersedia bagi kita semua jika kita berbalik dan menerima kasih Allah yang tak pantas kita terima.