Gambar-Gambar Tentang Allah Yang Tidak Kelihatan (Chad Thomas Johnston)

Sekarang ini kita hanya melihat sebagian, tetapi kelak kita akan melihat seluruhnya

Dari ratusan halaman Alkitab Bergambar yang saya baca ketika kanak-kanak, hanya ada satu gambar ilustrasi dari kitab Wahyu.

“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk,” Yesus berkata dalam sikap berdiri dan mengetuk, mengenakan jubah putih berkilau dengan selempang berwarna biru langit. “Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk” (Wahyu 3:20). Pintu dalam lukisan William Holman Hunt, yang bagi banyak orang merupakan representasi visual dari ayat ini, digambarkan tidak memiliki pegangan dari luar – pintu itu hanya dapat dibuka dari dalam.

Penyusun Alkitab Bergambarbarangkali memilihmembuat gambar ayat ini karena terlihat lebih bersahabat dengan anak-anak, daripada misalnya, gambar Yesus dengan sebilah pedang tajam bermata dua yang keluar dari mulut-Nya (Wahyu 1:16). Dan gambar ini juga merupakan salah satu bagian dari kitab Wahyu yang mudah dipahami. Tidak ada makhluk berkepala tujuh dengan sepuluh tanduk atau roh-roh najis Babel di sini — hanya ada Yesus yang tampaknya sedang berkunjung, seperti sekadar untuk minum teh.

Di sisi lain, Alkitab Bergambar barangkali memang tidak perlu memuat banyak gambar untuk kitab Wahyu, karena kitab itu sendiri sudah merupakan gambaran-gambaran. Saya tahu inilah yang membuat saya tertarik pada kitab ini ketika masih kanak-kanak. Binatang buas, naga, mata tujuh, Anak Domba bertanduk tujuh, semuanya tampak seperti semacam pertunjukan sirkus mini di kosmik tertentu, meskipun saya tidak mengerti ujung pangkal ceritanya. Ya, saya tidak mengerti tentang apa sebenarnya isi kitab Wahyu itu, tetapi saya terpesona.

Setelah dewasa, saya membaca kitab Wahyu sampai dua kali dalam rangka berusaha memahaminya. Saya langsung menyadari bahwa ketertarikan saya di masa kanak-kanak terhadap makhluk-makhluk fantastik dalam kitab itu lebih merupakan perasaan mendalam terhadap peran-peran pendukungnya daripada tokoh utamanya sendiri, yaitu: Allah.

Lebih dari apa pun, kitab Wahyu bagi saya adalah sebuah pewahyuan tentang aspek-aspek karakter Allah, yang memberi kita, orang-orang percaya, gambar-gambar tentang Pencipta kita yang dapat kita bawa ke mana-mana selama kita hidup, seperti para prajurit yang mungkin membawa foto orang yang dikasihinya di dompet mereka.

Sebelum zaman kamera ponsel dan media sosial, saya akan segera lupa pada wajah-wajah orang yang baru saja saya lihat. Setidaknya, ingatan saya tentang wajah orang itu akan berbeda. Maka dari itu, betapa kita jauh lebih membutuhkan gambar-gambar Allah yang jelas, yang tidak dapat kita lihat, untuk mengingatkan kita pada wajah-Nya. Saya kira gambar-gambar Allah di kitab Wahyu dapat mengingatkan kita tentang siapa Dia, seperti apa Dia, dan apa yang Dia pegang dan sediakan untuk kita.

Gambar Yesus mengetuk pintu adalah gambar favorit saya. Gambar itu mengingatkan saya bahwa Yang Maha Kuasa pernah mengosongkan diri-Nya untuk kepentingan manusia, menjadi sama dengan manusia agar Dia dapat bergaul erat dengan kita. Saya kadang tergoda untuk menganggap Sang Pencipta sebagai sosok yang suka merusak kesenangan orang, yang lebih peduli pada peraturan daripada relasi dengan saya. Tetapi gambar itu telah menjadi semacam koreksi bagi saya.

Di Wahyu 4, Sang Pencipta digambarkan duduk di tahta dan dikelilingi empat makhluk, yang masing-masing penuh dengan mata dan sayap. Makhluk-makhluk ini tak henti-hentinya memuji-muji Allah, yang mengingatkan saya bahwa Pencipta saya layak dipuji – oleh segala makhluk di bumi dan di surga. Saya merenungkan gambar ini ketika saya mulai lupa bahwa Dia yang telah menjadi Hamba untuk kepentingan kita adalah juga Allah yang memanggil kita menjadi hamba-Nya.

Di bagian lain kitab Wahyu, saya menemukan gambar Sang Pencipta yang menghakimi ciptaan yang tidak bertobat dari jalan-jalannya yang jahat. Penghakiman ini berlanjut sampai kepada Iblis di Wahyu 20, ketika Allah melemparnya ke dalam lautan api kekal. Meskipun ada banyak kejahatan di dunia ini, gambar Yahweh ini memberi saya harapan bahwa kebaikan Allah bagaimanapun akan menang.

Tetapi saya lebih sering melihat gambar terakhir ini dibandingkan gambar-gambar lainnya: Setelah menciptakan langit baru dan bumi baru, Yesus tidak perlu lagi mengetuk pintu hati manusia, karena seperti dikatakan Wahyu 21:3, “kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.” Sekarang pintu-pintu itu, jika ada, memiliki pegangan di kedua sisinya.

Di sini saya melihat gambar reuni keluarga yang terdiri dari Bapa surgawi dan anak-anak yang pernah terpisah dari-Nya. Inilah jenis foto yang akan disimpan orang di saku bajunya, dekat di hatinya. Ketika dunia terasa terlalu kacau, gambar ini memberi saya pengharapan bahwa suatu hari kelak kita akan berkumpul kembali – pulang ke rumah lagi.