Kebenaran Yang Terealisasi

(Patricia Raybon)

Keserupaan dengan Kristus bukanlah suatu gagasan yang kita kejar – tetapi hakikat tentang siapa kita di dalam Tuhan.

Kalau berbicara tentang kata-kata, perkataan ini menakutkan saya:Orang benar. Bagaimana mungkin saya bisa menjadi seperti itu? Semasa kuliah, ketika saya melakukan kegagalan moral besar pertama saya – hamil di luar nikah, dengan kekecewaan besar yang terpancar di wajah tabah orangtua Kristen saya yang taat namun tidak menyalahkan – frasa itu hampir tak dapat saya bayangkan. Kebenaran diri saya sendiri.

Memang, perkataan itu pernah menjadi bagian latar belakang saya. Saya dibesarkan di lingkungangereja. Saya sudah mendengar tentang Ucapan-ucapan Bahagia sejak saya masih menjadi anak Sekolah Minggu. Jadi, saya dapat membayangkan Yesus – dengan tatapan-Nya yang sedih, melihat orang banyak yang “kacau-balau” sebagaimana yang digambarkan dalam Matius 5. Melihat kegaduhan dan kebingungan mereka – hati-Nya hancur. Mereka terhilang – jiwa mereka bergemuruh dengan kepanikan, kerakusan, ketakutan, dan kekacauan rohani. Dia perlu mengajarkan murid-murid-Nya bagaimanacara-Nya memahami orang banyak yang tidak dikasihi itu;Dia memiliki komitmen yang mendalam untuk menyampaikan tentangberkat-berkat yang dimaksudkan Tuhan bagi setiap mereka. Jadi, Yesus naik ke atas sebuah bukitdan duduk untuk mengajar. Dan untuk memuji Tuhan. Ini tidak akan menjadi khotbah yang tergesa-gesa.

Beberapa pakar mengatakan bahwa Khotbah Tuhan di Bukit – yang meliputi Ucapan-ucapan Bahagia – kemungkinan disampaikan selama beberapa hari. Mengapa? Karena kebenaran masif tentang kerajaan Tuhan perlu disampaikan.Berbagai nuansa tentang iman sejati, dan bagaimana Tuhan mengganjarnya, perlu dikoreksi.

Bagi orang banyak

Bagi orang banyak, sungguh, Yesus ingin murid-murid-Nya memahami kasih-Nya yang “nekad”bagi setiap jiwa yang hancur. Ini benar sekalipun, sebagaimana dikatakan penulis Frederick Buechner, “mereka bukanlah orang-orang yang bisa disebutkalangan atas – sebagian besar dari mereka adalah petani dan nelayan, di sisi yang kumuh, bukan yang bersinar. Sepertinya tidak ada pahlawan hebat di antara mereka.”

Tetapi untuk kepentingan merekalah, dan dengan kasih, Yesus menggunakan waktu-Nya yang indah itu. Kebenaran bukanlah perbaikan yang cepat. Maka, Dia memulai: “Diberkatilah …”

Murid-murid pasti terhenyak. Diberkatilah? Apakah Yesus benar-benar mengatakan hal itu? Tentang orang banyak ini?

Tetapi siapa yang lebih pantas mengucapkan perkataan seperti itu?Penginjil Charles Spurgeon pernah berkata bahwa Yesus, “bukan saja Pengkhotbah dari segala pengkhotbah, tetapi Dia juga melampaui semua orang lainnya yang memenuhi syarat untuk mengkhotbahkan topik itu … Sebagai Anak Bapa yang selalu diberkati, dan saluran berkat, Dialah yang paling mampu memberi tahu kita tentang siapa yang benar-benar diberkati Bapa.”             Maka, Tuhan Yesus—yangduduk di sebuah bukit di luar kota Kapernaum, desa nelayan kelas pekerja itu —berbicara terus terang. Perkataan-Nya memusingkan pikiran kita, sungguh. Diberkatilah orang yang miskin. Saya yakin saya sudah menghabiskan banyak minggu pagi di masa kanak-kanaksaya untuk mencobamemikirkan kebenaran yang manis dan menakjubkan dari Ucapan Bahagia No. 1 ini. Karena itu, dalam Ucapan Bahagia No. 8, segala pembicaraan tentang kebenaran jauh di luar pemahaman saya.             Orang benar, sepanjang yang saya tahu dan lihat, adalah orang-orang berusia lanjut di gereja saya. Kudus dan uzur, mereka selalu duduk di bangku barisan depan, berdoa dengan mata tertutup, dengan airmata berlinang di wajah mereka.Tetapi, saya tak akan pernah memilih yangseperti itu untuk diri saya sendiri. Itulah yang saya nyatakan – sampai hidup saya sendiri mencapai titik terendah. Lalu, tiba-tiba, saya mengerti mengapa orang-orang “kudus dan uzur” itu menangis di gereja. Mereka juga orang berdosa, sama seperti saya. Perkecualiannya, mereka sudah lebih dulu mengerti apa yang baru saja saya mulai mengerti:Bahwa seluruh dunia kita adalah tempat yang sudah rusak dan kacau-balau, dicemari oleh dosa yang tak berbelas kasihan. Paulus menuliskannya seperti ini, “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak” (Roma 3:10). Namun Tuhan itu mahapengasih, dan ketika kita percaya pada Yesus, Bapa tidak memperhitungkan dosa kita – Dia melihat kebenaran Kristus kita.

Ketika saya menuliskan hal itu, saya yakin saya terdengar seperti seorang lulusan seminari. Jenis yang lebih kudus dari diri saya yang sebenarnya. Tetapi saya bukan jenis seperti itu. Saya masih Patricia kecil tingkat-pertama, yang masih bingung, dengan faktabahwa Yesus mengasihi saya. Ini berita besar, terutama bagi orang dewasa – bahwa meskipun saya memiliki banyak dosa, saya diperhitungkan sebagai orang benar di dalam Kristus, dan Anda juga. Tentu saja kita tidak terus berbuat dosa. Tetapi mengetahui kita dibenarkan di hadapan Bapa oleh kebenaran Anak-Nya, sungguh merupakan suatu berkat/kebahagiaan.

Rasul Yohanes menuliskantentang hal itu kepada sekelompok orang berdosa yang kacau-balau lainnya: “Jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil” (1 Yohanes 2:1).

Ia sendiri sudah berusia lanjut saat itu, namun ia bertekad mengajar kembali orang-orang yang telah disesatkan oleh guru-guru palsu pada zaman itu. Seperti yang ia jelaskan: “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari pada-Nya” (1 Yohanes 2:29).

Tetapi banyak orang sudah terpikat dengan antikris, yang menolak Yesus sebagai Tuhan. Dan karena itu Yohanes kembali menyatakan kebenaran tentang Kristus, dengan memberi peringatan: “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar” (1 Yohanes 3:7).

Inilah kebenaran yang terealisasi, terutama bagi orang percaya mula-mula yang dianiaya oleh para pemimpin agama yang memusuhi mereka karena berbalik dari hukum-hukum untuk mengejar tujuan Kristus. Bagi orang banyak itulah, Yesus duduk di lereng bukit dan berkata: “Diberkatilah/Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 5:10). Dengan kata lain, Yesus sedang berkata, Kekuasaan-Ku yang meliputi seluruh bumi akan meliputiengkau. Dapatkah Anda bayangkan, apa artinya ini? Sekelompok masyarakat rendahan, yang kacau, tertindas —karena iman mereka kepada Yesus yang benar—sekarang dinyatakan sebagai orang yang diberkati-Nya. Anggota kerajaan surgawi-Nya di bumi ini.

Dalam sebuah perumpamaan, Yesus mengajarkannya seperti ini: “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir” (Matius 20:15-16).

Inilah Injil yang benar, dan saya sudah membutuhkannya lebih sering dari yang dapat saya perhitungkan. Seperti Anda, saya tidak pantas diberkati Tuhan, atau berubah dari yang terakhir menjadi yang terdahulu. Tetapi Yesus sudah mati untuk membenarkan kita. Mengapa di surga kita akan berkata tidak kepada-Nya?