Makanlah Dan Minumlah

Minumlah (John VandenOever)
Cawan pengampunan Tuhan lebih dari cukup untuk memuaskan rasa tidak aman kita yang terdalam.

Saya mengalami kesulitan dengan masalah pengampunan. Keluarga kami adalah keluarga Kristen akhir abad 20 yang taat, yang pergi ke gereja tiga kali seminggu dan selalu paling akhir meninggalkan gereja. Ibu saya sudah membawa saya kepada Tuhan sejak saya berumur 5 tahun, dan saya bertumbuh dalam iman dengan cukup lancar, mengecap kasih karunia surgawi dan mengalami kuasa firman Tuhan. Tetapi saya tampaknya tak bisa menghayati blessed assurance (jaminan bahagia) yang sering kita nyanyikan dalam lagu rohani kuno yang liriknya ditulis oleh Fanny Crosby: “Perfect submission, perfect delight, visions of rapture now burst on my sight.” (“Ketundukan sempurna, kebahagiaan sempurna, visi-visi menggairahkan kini terbentang di mataku.”)

Saya tahu Tuhan itu setia dan benar, bersedia mengampuni dosa dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yohanes 1:9). Tetapi ketika saya bertengkar dengan saudara-saudara perempuan saya atau bersikap egois, perasaan-perasaan lega dalam pengakuan dosa saya sirna seperti uap, dan saya tenggelam dalam perasaan “I once was found but now I’m lost, was blind and still can’t see” (aku pernah ditemukan tetapi sekarang aku terhilang, dulu aku buta dan sekarang pun tetap tidak bisa melihat). Pengampunan abadi bukanlah keadaan untuk di bumi tetapi hanya akan dialami di surga. Jika saya bisa sampai ke sana.

Dr. Stanley sudah lama memahami kebingungan orang percaya ketika, dalam keadaan diganggu oleh dosa, kita mengingat kekudusan Tuhan yang besar dan merasa berkecil hati karena ketidakmampuan kita untuk menjadi baik. Dalam khotbahnya yang berjudul “Kamu Diampuni” ia berkata, “Mengapa kita merasa bersalah? Karena kita melanggar hukum Tuhan.” Saya tahu bagaimana rasanya sakit karena saya berbuat dosa, tetapi saya tidak tahu seberapa umumnya hal itu, dan saya juga tidak dapat sepenuhnya memahami kabar baik tentang Yesus Kristus. Saya perlu mendengar Dr. Stanley berkata bahwa orang percaya harus menyadari hal ini: Setelah kita mengakui dosa kita, kita tak perlu memikul dosa itu lagi. Ia mengungkapkannya seperti ini: “Rasa bersalah saya terangkat dan lenyap karena pengampunan Tuhan selalu ada untuk saya.”

Ketika saya membaca Alkitab dan mendengarkan orang-orang yang mengenal Tuhan karena sifat-Nya yang tidak berubah dan suka membuat perjanjian, saya mulai bergumul dengan pemahaman bahwa kasih karunia yang menyelamatkan itu dapat bersifat sementara dan juga kekal, bukan hanya untuk kehidupan saat ini tetapi juga untuk kehidupan yang akan datang. Pemahaman ini dimulai dengan kebenaran yang menggelisahkan bahwa “sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita kesalahan kita” (Mazmur 103:12), sebuah janji yang saya hayati dengan catatan kaki pribadi: yaitu, sampai waktu berikutnya.

Baru setelah saya mendalami tentang Abraham, segala sesuatu mulai berubah. Bagi saya, Abraham adalah gambaran tentang ketaatan: Ia adalah bapa orang beriman, seorang yang rela mengorbankan anaknya dan tentunya berharga di mata Tuhan. Lalu saya mengamati lebih dekat. Abraham ternyata seorang penyembah berhala sebelum Tuhan memanggilnya (Yosua 24:2). Ya, ia telah meninggalkan segala yang nyaman dan familiar untuk menaati Tuhan (Kejadian 12:4), tetapi ia juga tidak selalu berlaku benar: ia mengembara ke Mesir (Kejadian 12:10). Kemudian ia berbohong kepada dua raja yang berbeda dan membiarkan istrinya diambil (Kejadian 12:13; Kejadian 20:2), suatu situasi yang hanya Tuhan yang dapat menolongnya. Dan mungkin yang paling terkenal, Abraham mencoba memenuhi janji Tuhan tentang keturunan yang diberkati dengan caranya sendiri (Kejadian 16:2-4). Berkali-kali kegagalan besar terjadi dalam hidupnya, tetapi tidak ada yang begitu besar untuk membatalkan pekerjaan baik yang telah disiapkan Tuhan sebelumnya untuk dilakukan Abraham (Efesus 2:10). Sesungguhnya, saya mulai melihat bahwa bukan usaha kita yang membuat kita tetap menjadi orang benar, melainkan karena Tuhan bekerja di dalam kita.

Dilimpahi pemahaman yang lebih kaya tentang pemeliharaan Tuhan yang Pengasih ini, saya melihat bahwa kita tidak hanya diselamatkan dari kesalahan yang sudah kita lakukan, tetapi tindakan pelanggaran kita juga dimasukkan ke dalam rencana Tuhan yang tidak berubah (Roma 8:28). Dan terlebih, saya menyadari bahwa kebenaran Kristus sudah diperhitungkan bagi semua orang yang diadopsi oleh-Nya, sehingga kita tidak lagi menjadi yatim piatu. Seperti yang Yesus katakan, “Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang… Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman” (Yohanes 6:37-39).

Di dalam Mazmur 139:5-6, Daud merayakan pemahaman tentang Tuhan yang terlalu luar biasa itu dengan berkata, “Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” Perkataan ini beresonansi dengan saya: Alasan saya sulit memercayai Injil adalah karena hal itu tampak terlalu baik untuk menjadi kenyataan.

Beban yang dirasakan orang percaya karena dosanya berbeda dengan hukuman yang dialami orang yang belum ditebus. Seperti dikatakan Dr. Stanley, “Pada saat kita mengakui dosa kita pada-Nya—apa yang terjadi? Semuanya terangkat. Karena relasi dan persekutuan sudah dipulihkan dan Dia menyucikan kita dari segala kecemaran yang pernah kita lakukan … Dengar ya, jika Anda berdosa terhadap Tuhan, akuilah itu dan teruslah maju. Jangan mulai berkubang, gelisah dan mencari tahu apa yang dapat Anda lakukan untuk diterima Tuhan karena—saya ingin memberi tahu Anda—oleh karena pengorbanan-Nya di kayu salib, Anda sudah diterima apa adanya. Anda diterima … di dalam Anak-Nya yang terkasih, Yesus Kristus, Tuhan.”

Namun sampai hari ini pun saya tidak kebal terhadap tuduhan-tuduhan Musuh dan keragu-raguan. Itulah sebabnya Yesus memberikan Roh-Nya pada kita untuk mengajarkan pada kita tentang segala sesuatu dan mengingatkan kita tentang seluruh kebenaran (Yohanes 14:26).

Sekitar 18 bulan yang lalu, saya duduk di bangku gereja, dan makan roti Perjamuan Tuhan. Dengan siku di lutut, saya menatap cangkir anggur merah itu dan mendengar kata-kata ini dalam roh saya: “Kamu diampuni.” Air anggur itu begitu penuh, warnanya begitu pekat dan bernas, kata-kata itu begitu sederhana. Kamu diampuni. Ambillah dan minumlah. Terimalah. Cicipilah. Nikmatilah. Kamu sudah diampuni; Kamu selamanya diampuni. Sungguh saat yang manis dan langka ketika emosi saya meletup-letup meneguhkan kebenaran yang dibisikkan Roh Kudus: Pengorbanan Kristus sudah menyelesaikan yang tidak dapat saya selesaikan; semua sudah selesai. Itulah keyakinan yang berulang kali dibuktikan firman Tuhan dengan cara yang tak pernah bisa saya ungkapkan hanya dengan kata-kata. Puji Tuhan.