Menjawab Ya Pada Kehendak Tuhan

Teladan Maria dalam kelahiran Kristus adalah contoh yang patut ditiru semua orang Kristen.

Ketika gereja-gereja dan keluarga-keluarga menceritakan kembali kisah kelahiran Kristus, banyak yang mengambil bacaan dari Injil Lukas. Dan dengan alasan yang baik. Menurut Britannica, di dalam Injil Lukas, ada preseden (hal-hal yang mendahului) yang dimasukkan ke dalam narasi sejarah itu, dengan perhatian khusus pada petobat-petobat non-Yahudi, dengan “memperluas perspektifnya untuk memikirkan tujuan historis Tuhan secara keseluruhan dan tempat gereja di dalamnya.”

Tidak seperti kitab-kitab Injil lainnya, Lukas memilih menghabiskan banyak waktu bersama Maria sebelum ia melahirkan Yesus. Di Lukas pasal 1, tak lama sesudah malaikat Zibrail datang dan memberitahukan padanya bahwa ia akan menjadi seorang ibu, Maria mengunjungi sepupunya, Elisabet, yang juga sedang mengandung Yohanes Pembaptis. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, “anak yang di dalam rahimnya melonjak dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus” (Lukas 1:41).

Dengan sukacita yang meluap-luap, Elisabet berkata bahwa Maria dan anaknya itu diberkati oleh Tuhan, Anak yang akan menggenapi janji penebusan Tuhan. Maria menanggapinya dengan menaikkan nyanyian pujian, yang dikenal di sepanjang sejarah sebagai Nyanyian Pujian Maria atau “Magnificat” (Lukas 1:46-55):

“Jiwaku memuliakan Tuhan,

dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,

sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.

Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,

karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku

dan nama-Nya adalah kudus.

Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.

Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya

dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;

Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya

dan meninggikan orang-orang yang rendah;

Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar,

dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;

Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya,

seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita,

kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Magnificat diambil dari kata pertama nyanyian itu dalam bahasa Latin (Magnificat anima mea Dominum, atau “Jiwaku memuliakan Tuhan”). Magnificat merupakan momen yang penting, bukan saja dalam kitab Lukas tetapi juga dalam kehidupan Maria, yang relatif sangat sedikit kita ketahui. Inilah salah satu dari empat—ya, hanya ada empat saja—bagian dari kitab-kitab Injil yang menunjukkan Maria berbicara. Namun dalam arti yang lebih dalam dan menjelaskan, bagian dari kitab Lukas ini juga berfungsi menambah keluasan dan kedalaman pemahaman kita tentang Maria. Dalam kotbahnya yang berjudul “Hadiah Natal Pertama,” Dr. Stanley berkata:

[Yesus] dikandung oleh Roh Kudus. Dia lahir dari seorang perawan. Dapatkah Anda bayangkan? Saya yakin kita tidak dapat. Pikiran-pikiran perempuan ini juga berkecamuk luar biasa setelah  mendengar semua yang dikatakan malaikat kepadanya, tetapi ia kini sedang menjalaninya, dan saatnya akan segera tiba… untuk melahirkan Anak itu… Ia tentu memiliki banyak pertanyaan … karena malaikat itu berkata: Anak itu akan datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa mereka.

Dihadapkan pada situasi yang tak dapat dimengerti dan tak terbayangkan, Maria tidak hanya memilih untuk menerimanya dengan rendah hati, tetapi juga menjalani perannya dengan berani dalam rencana penyelamatan Tuhan. Detail-detail ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang ibu Kristus dan mengajarkan pada kita tentang seorang perempuan muda yang dipilih Tuhan – yang tidak sekadar lembut hati dan penurut seperti yang digambarkan dalam lagu-lagu Natal populer, tetapi juga percaya diri, penuh pengharapan dan bahkan bersifat profetik.

Entah dalam lagu-lagu Natal yang kita nyanyikan atau pun dalam adegan-adegan kelahiran Yesus yang kita perankan, Maria sering digambarkan sebagai gadis pemalu yang hampir selalu tak bersuara dalam ketaatannya. Tetapi Magnificat mengungkapkan hal yang jauh lebih dari itu: seorang perempuan yang meninggikan dan memuji Bapa surgawi atas berkat yang dikaruniakan-Nya dalam hidupnya. Ia tidak hanya mengemban (secara kiasan maupun sebenarnya) kehendak Tuhan—ia juga merayakannya.

Bagi kita semua yang sedang bergumul dengan rencana Tuhan atas hidup kita, Annunciation (Pemberitahuan tentang Kelahiran Yesus) dan Magnificat (Nyanyian Pujian Maria) memberikan contoh yang menakutkan dan sekaligus menakjubkan. Meskipun kita tidak akan diminta untuk mengemban tugas membesarkan dan mengasuh Juru Selamat dunia seperti Maria, dipilih Tuhan dalam kapasitas apa pun merupakan hal yang patut dirayakan. Kiranya kita semua menjadi sangat mantap dalam panggilan kita masing-masing seperti Maria dalam menjalankan panggilannya.