Misteri Natal yang Tidak Terlalu Nyaman

Sekalipun kita merayakan datangnya Allah setiap tahun, hal itu tidak mengubah ketidaknyamanan yang kita rasakan selagi kita menantikan Dia.

Oleh :Christie Purifoy

Saya telah menjadi seorang detektif, pencari jejak, dan suka merenungkan misteri dan keajaiban sejak saya berusia 7 tahun. Di usia itulah pertama kali saya mengambil buku Nancy Drew dari rak perpustakaan di kota kecil saya. Setelah itu, saya membaca setiap bukunya – dan juga semua buku Hardy Boys. Saat di bangku SMP, saya memecahkan misteri bersama Sherlock Holmes dan Miss Marple. Sensasi membalikkan halaman dari pemburuan itu selalu saya rasakan, namun meskipun itu menjadi selera saya dalam memilih buku, saya bukanlah seorang pertualang atau pencari sensasi. Saya menyukai jenis misteri yang memakai otak, sopan, terikat pada halaman buku dan dengan rapi ditutup oleh kata ajaib ini: “Selesai.”

Setiap tahun selama bulan Desember, saya membagi bacaan saya antara novel misteri klasik dan renungan Adven. Novel-novel ini diisi dengan surat wasiat yang hilang, kepala pelayan yang mencurigakan, dan setidaknya satu puding Natal menyala. Sedangkan sekalipun renungan Adven memiliki daun hijau Natal di sampulnya, namun renungan itu berfokus pada misteri yang berbeda – misteri terbesar yang pernah ada: misteri Kristus.

Saya selalu berasumsi bahwa misteri-misteri sastra dan rohani ini hanya terhubung dalam hal penggunaan Bahasa. Lagipula, apa hubungannya rumah pedesaan yang dipenuhi tanaman merambat yang mengandung racun dengan misteri Allah yang begitu mendalam? Buku-buku novel mengandung misteri di tingkat paling dasar, berisi teka-teki yang dibumbui atmosfer. Namun misteri-misteri rohani yang saya temui dalam pembacaan renungan saya adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Kalau novel itu sifatnya menyenangkan untuk dipecahkan, misteri rohani seumpama perairan yang dalam dan mengundang rasa ingin tahu.

Figur bayi yang kita tempatkan dalam kisah kelahiran melambangkan Juruselamat kita yang hidup, Allah dalam rupa manusia. Allah ini adalah satu Allah dalam tiga pribadi. Ia adalah sang singa dan anak domba, alfa dan omega. Misteri-misteri ini tidak nampak seperti teka-teki yang minta untuk dipecahkan dan lebih seperti metafora suatu puisi, dimana elemen-elemen yang nampaknya bertentangan itu ada dan benar. Misteri-misteri ini begitu agung – jauh melampaui pemahaman manusia kita – dimana kita bisa menyatakan misteri itu hanya dengan pewahyuan, seumpama seorang detektif hebat telah menyingkapkan suatu kebenaran yang tidak akan pernah dapat kita temukan sendiri.

Sekalipun Kristus mengatakan di atas kayu salib bahwa ini “sudah selesai”, namun kita masih menantikan “Akhirnya.” Perjalanan iman menuju akhir ini jarang sekali senyaman atau semudah meringkuk di sofa dengan ditemani buku yang bagus. Kita mempercayainya, namun kita tidak selalu memahami jawaban-jawaban yang kita telah terima. Apakah kita akan memahaminya suatu hari nanti? Akankah kita sampai pada pemahaman penuh dan mengerti kata “selesai” itu?

Alkitab mengatakan bahwakita telah diberikan “rahasia kerajaan Allah” (Markus 4:11).  Bagian akhirnya telah dicapai dan dipercayakan kepada kita: sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal (I Korintus 13:12). Dengan setiap putaran planet dan setiap Natal yang kita rayakan, kita semakin mendekati akhir yang paling bahagia dan bagian penutup terhebat yang pernah ditulis.

Jangan kita menjadi Lelah. Terus balikan halaman-halamannya. Kita sudah sangat dekat dengan akhirnya.